Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Asean-Uni Eropa, Menjembatani Perbedaan dalam Perlindungan HAM dan Demokrasi

Foto : The Conversation/Shutterstock/kirill_makarov

Logo Uni Eropa (kiri) dan ASEAN.

A   A   A   Pengaturan Font

Konflik Rohingnya di Myanmar, contohnya, sulit diselesaikan meskipun telah berdampak ke negara-negara ASEAN lain-karena banyak orang Rohingnya yang mengungsi ke Thailand, Malaysia, dan Indonesia. ASEAN sulit mendorong Junta militer Myanmar ke meja perundingan karena adanya prinsip nonintervensi.

Kegagalan ini telah menimbulkan keraguan akan kemampuan ASEAN untuk membuat kemajuan perdamaian yang nyata dalam menyelesaikan pelanggaran HAM.

Kasus-kasus lain dapat ditemukan di Thailand, terutama selama periode pemerintahan Shinawatra dan pembantaian Tak Bai. Selama masa pemerintahan Shinawatra, Thailand cenderung menerima prinsip noninterferensi dan mengubah gagasan untuk mencegah adanya kompromi terhadap kedaulatan nasional. Keadaan serupa terjadi selama kudeta di Thailand dan penindasan terhadap minoritas Muslim di Myanmar pada tahun 2007. Aturan noninterferensi menghambat dan mencegah intervensi oleh ASEAN dan PBB dalam konflik Myanmar sehingga menunda pencarian solusi.

Terlebih lagi, mengingat situasi terkini beberapa negara di ASEAN yang semakin mengarah ke pemerintahan otoritarianisme dan autokrasi. Contohnya, Indonesia yang akan dipimpin oleh Prabowo Subianto, seorang mantan jenderal dengan sejarah kontroversial terkait pelanggaran HAM, menimbulkan kekhawatiran akan kembalinya perang militer dalam politik Indonesia.

Di Filipina, politik dinasti tetap identik dengan keluarga seperti Marcos dan Duterte memegang kekuasaan, yang menimbulkan tantangan bagi demokrasi dan keadilan sosial.
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top