Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Konflik di Ukraina I PBB Minta Warga Russia yang Protes Kebijakan Wajib Militer Dibebaskan

AS akan Terus Tekan Russia

Foto : AFP/Anatolii Stepanov

Penegasan AS I Seorang tentara Ukraina berjalan melewati tank Russia yang hancur di garis depan peperangan di wilayah Donetsk pada Rabu (28/9). AS menyatakan bahwa akan terus menekan Russia dalam beberapa hari ke depan setelah Moskwa melaksanakan referendum aneksasi “palsu” di ­wilayah Ukraina yang diduduki­nya.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON DC - Amerika Serikat (AS) dalam beberapa hari ke depan akan membebankan biaya ekonomi pada Russia terkait pelaksanaan referendum aneksasi "palsu" yang digelar di wilayah Ukraina yang didudukinya. Hal itu ditegaskan oleh Kementerian Luar Negeri AS pada Rabu (28/9).

"Hasil referendum itu tidak mencerminkan keinginan rakyat Ukraina, melainkan kehendak Moskwa," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price. "AS tidak akan pernah mengakui upaya Russia untuk menganeksasi sejumlah kawasan Ukraina," imbuh Price.

Dalam pernyataannya, Price juga mengatakan kepada wartawan bahwa AS bersama sekutu dan mitra akan terus berusaha lebih menekan Russia dengan menerapkan sanksi tambahan.

Price juga menyebutkan bahwa akan ada implikasi yang kuat, keras, sangat berbahaya, dan menimbulkan bencana bagi Russia, jika negara itu melancarkan serangan nuklir dalam bentuk apapun.

Pernyataan Price ini dikeluarkan setelah pasukan pro-Russia pada Selasa (27/9) menyatakan bahwa pemungutan suara yang mereka sebut referendum itu menunjukkan sebagian besar pemilik suara ingin bergabung dengan Russia.

Pemungutan suara tersebut dilaksanakan di kawasan Donetsk dan Luhansk di Ukraina timur, Zaporizhzhia di tenggara, dan Kherson di selatan. Pihak berwenang yang didukung Russia mengklaim telah melakukan referendum selama lima hari di sejumlah provinsi yang membentuk sekitar 15 persen dari wilayah Ukraina.

Presiden Russia, Vladimir Putin, akan mengumumkan pencaplokan itu dalam pidatonya dalam beberapa hari, lebih dari sepekan sejak dia mendukung pelaksanaan referendum tersebut, memerintahkan mobilisasi militer di dalam negeri dan mengancam akan menggunakan senjata nuklir jika perlu demi mempertahankan Russia.

Sementara itu dari Jenewa, Swiss, dilaporkan bahwa kantor hak asasi manusia (HAM) PBB menyerukan pembebasan orang-orang Russia yang ditangkap karena memprotes kebijakan wajib militer yang diumumkan oleh Presiden Putin untuk meningkatkan kapasitas tempur militer Russia di Ukraina.

Perintah Putin itu memicu protes massal antiperang. Dilaporkan hampir 2.400 pengunjuk rasa ditangkap di berbagai lokasi di seluruh Russia, menyusul pernyataan Presiden Putin Rabu (21/9) lalu, tentang pengerahan sebagian pasukan cadangan untuk bergabung dalam invasi ke Ukraina.

Juru bicara HAM PBB, Ravina Shamdasani, mengatakan bahwa bentrokan meletus antara demonstran dan polisi dalam beberapa insiden, tetapi sebagian besar protes berlangsung damai.

"Sementara sebagian besar protes dilaporkan berlangsung damai, gedung-gedung militer dan pemerintahan, termasuk kantor pendaftaran diserang di beberapa daerah. Kami menekankan bahwa menangkap orang semata-mata karena menggunakan hak mereka untuk berkumpul secara damai dan menyampaikan kebebasan berekspresi, adalah merampas kebebasan secara sewenang-wenang," ujar Shamdasani.

Shamdasani menambahkan bahwa hingga kini tidak jelas berapa banyak orang yang masih ditahan, namun ada laporan menyatakan ribuan orang melarikan diri ke negara lain karena takut dipanggil untuk melakukan wajib militer.

Shamdasani mengatakan, sangat menyedihkan melihat begitu banyak orang mengambil tindakan putus asa seperti itu terkait apa yang ia sebut, sebuah perang yang tidak perlu.

"Apa yang ditekankan oleh hukum HAM internasional adalah, kalau orang menolak untuk ikut serta dalam permusuhan atau jika berdasarkan hati nurani mereka keberatan, itu perlu diperhitungkan, dan keputusan mereka harus dihormati oleh pihak berwenang," ungkap dia.

Pernyataan Paus

Sementara itu dari Vatikan dilaporkan bahwa pemimpin Gereja Katolik Roma, Paus Fransiskus, mengatakan bahwa perang Russia-Ukraina adalah sebuah perang dunia.

Selama perjalanannya baru-baru ini ke Kazakhstan, Paus Fransiskus menyatakan bahwa merupakan kesalahan untuk menyebut konflik di Ukraina sebagai perang Russia-Ukraina, karena pada kenyataannya, ini adalah perang dunia.

"Ada perang yang sedang berlangsung. Saya pikir itu adalah kesalahan untuk menganggapnya sebagai film koboi di mana ada orang baik dan orang jahat. Juga merupakan kesalahan untuk berpikir bahwa ini adalah perang antara Russia dan Ukraina. Tidak: Ini perang dunia," ucap Paus Fransiskus.AFP/VoA/Anadolu/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP

Komentar

Komentar
()

Top