Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Insentif Fiskal - Pertumbuhan Ekonomi Ditopang Konsumsi dan Belanja Pemerintah

Arahkan Stimulus ke Sektor Produktif

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, mengatakan stimulus fiskal melalui belanja pemerintah harus diarahkan untuk menumbuhkan sektor produktif, sehingga menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan tidak temporer.


"Ini perlu menjadi perhatian pemerintah supaya belanja pemerintah tidak hanya memenuhi kepentingan politis sesaat, tetapi juga mampu menopang sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Enny di Jakarta, Rabu (7/11).


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia pada triwulan III 2018 tumbuh 5,17 persen. Hal itu ditopang oleh laju pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumah tangga tercatat 5,01 persen (yoy) terutama ditopang oleh penjualan eceran yang tumbuh 4,21 persen dan penjualan wholesale mobil penumpang tumbuh 8,4 persen.


Sementara, konsumsi pemerintah tercatat tumbuh 6,28 persen (yoy) karena realisasi belanja barang dan jasa tumbuh 24,88 persen dan belanja pegawai juga tumbuh 16,54 persen.


Sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi untuk triwulan III 2018 berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 2,69 persen disusul pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 2,24 persen, dan konsumsi pemerintah 0,48 persen.


Enny mengapresiasi pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut karena berada di kisaran 5,1 persen. Namun, ia menyoroti kontribusi utama dari pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2018 maupun triwulan sebelumnya, masih mengandalkan sektor konsumsi rumah tangga dan pemerintah.


"Ini tidak selalu buruk, kalau diimbangi dengan pertumbuhan di sektor produktif. Tetapi, kalau hanya memacu sektor konsumtif saja, dikhawatirkan sumber pertumbuhan ini hanya temporer," katanya.


Enny berpendapat sektor produktif yang tidak dipacu akan berpengaruh pada penurunan jumlah penciptaan lapangan kerja. Hal tersebut dinilai akan memengaruhi pertumbuhan konsumsi di periode berikutnya.


Stabilitas Harga


Dalam kesempatan itu, dia juga menyoroti pentingnya stabilitas harga kebutuhan pokok untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi tetap positif di triwulan IV-2018.
"Triwulan IV-2018 masih ada Natal dan Tahun Baru, itu merupakan konsumsi rumah tangga yang kuncinya ada pada stabilitas harga kebutuhan pokok dan elastisitas kesempatan kerja," kata Enny.


Ia menilai sisi elastisitas kesempatan kerja relatif stagnan, sehingga kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomoi di triwulan IV-2018 akan lebih bertumpu pada stabilitas harga kebutuhan pokok.


Menurut dia, gejolak harga beras menjadi potensi yang dapat mengganggu stabilitas harga kebutuhan pokok.


"Produksi beras Oktober, November, Desember menurut BPS prediksinya defisit, artinya tidak terjadi panen raya dan pasokannya relatif menurun. Ini harus diantisipasi bagaimana pemerintah punya instrumen stabilitasi harga beras sampai akhir tahun," katanya.


Selain itu, dampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation) juga perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah.

Imported inflation akibat pelemahan kurs belum tertransmisikan selama triwulan II-2018 dan triwulan III-2018 karena masih digunakannya harga bahan baku yang lama.


"Setelah tiga bulan, ini pasti juga akan dimasukkan kepada harga pokok produksi yang baru. Sehingga ini yang harus diantisipasi ke depan bagaimana harga kebutuhan masyarakat tidak naik," katanya. Ant/bud/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Antara, Vitto Budi

Komentar

Komentar
()

Top