Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Lesu I Kelas Menengah Berperan Penting Mendorong Konsumsi dan Manufaktur

Angka Pengangguran Bakal Merambat Naik

Foto : Sumber: BPS, S&P Global - koran jakarta/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Perekonomian nasional akan dihadapkan kembali pada angka pengangguran yang merambat naik. Perkiraan itu didasarkan pada Purchasing Manager Indeks (PMI) Manufaktur yang terkontraksi karena penurunan daya beli masyarakat terutama kelas menengah. Penurunan daya beli itu juga terlihat dari deflasi dua bulan berturut-turut.

Peneliti Ekonomi Celios, Nailul Huda, di Jakarta, Minggu (4/8), mengatakan pemerintah harus mewaspadai PMI yang semakin tertekan, karena tekanan itu akibat daya beli masyarakat yang kurang memadai.

"Ketika permintaan turun, harga segera menyesuaikan dengan rendahnya permintaan. Akibatnya, produsen merespons dengan memperlambat produksi. Dengan demikian, penyerapan tenaga kerja melambat, bahkan bisa menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Sebagai dampak lanjutannya adalah pertumbuhan ekonomi semakin melambat yang dikontribusi oleh sisi demand dan sisi produksi.

"Tekanan ini semakin menurunkan daya beli kelas menengah kita yang memang banyak dari sektor-sektor terdampak PMI yang turun," ungkap Huda.

Terkait dengan deflasi, dia mengatakan masyarakat sudah mulai menunjukkan penurunan daya beli sejak awal tahun. Pembelian mobil baru semakin menurun, walaupun sepeda motor masih bagus. Konsumsi rumah tangga kelas menengah juga sudah mulai didominasi sektor pangan," katanya.

Di kesempatan lain, pengamat ekonomi dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Aloysius Gunadi Brata, mengatakan kendati bukan satu-satunya penyebab, tetapi penurunan daya beli kelas menengah telah berkontribusi atas deflasi yang terjadi dua bulan terakhir.

Melemahnya indeks kepercayaan konsumen juga menunjukkan kalau masyarakat kelas menengah banyak yang menunda konsumsi produk-produk tertentu. "Maka tidak aneh bila PMI manufaktur Indonesia juga ambruk sekaligus sebagai indikasi adanya problem serius dalam industri manufaktur yang belum teratasi," kata Aloysius.

Sementara itu, kelas menengah, jelasnya, memiliki peran penting baik dalam mendorong perkembangan industri manufaktur ataupun konsumsi secara keseluruhan. Dengan melemahnya daya beli kelompok tersebut, langsung berdampak pada keseluruhan rantai ekonomi.

Jika melihat dalam time frame yang lebih panjang, melemahnya daya beli kelompok menengah sudah terjadi beberapa tahun terakhir, terutama sejak terjadinya pandemi. Hal itu sekaligus menunjukkan kalau proses pemulihan pascapandemi belum cukup mampu mengamankan kelompok menengah.

"Kelas menengah Indonesia adalah kelas yang juga rentan, mudah terjungkal bahkan ketika ada sedikit guncangan. Hal itu karena kelas ini sering luput dari kebijakan-kebijakan proteksi atau jaminan sosial. Dengan demikian, selain perlu mengurusi industri manufaktur, adalah penting pula untuk merawat daya tahan atau daya beli kelas menengah," paparnya.

Tidak Konsisten

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menilai permintaan kelas menengah di perkotaan yang melambat turut mempengaruhi pelemahan PMI manufaktur Indonesia Juli 2024.

Pelambatan permintaan kelas menengah di perkotaan itu, jelas Bhima, disebabkan berbagai tekanan kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan dan perumahan serta tingginya suku bunga pinjaman.

Berdasarkan data S&P Global, PMI manufaktur Indonesia pada Juli 2024 terkontraksi 1,4 poin secara bulanan (month-to-month/mtm) menjadi 49,3 dari 50,7 pada Juni.

Permintaan kelas menengah yang melambat juga ditunjukkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loans/NPL kredit kepemilikan rumah (KPR) yang naik menjadi 2,72 persen per April 2024 dibanding April 2023 yang sebesar 2,64 persen.

Begitu juga dengan penjualan wholesales atau pengantaran unit dari pabrik ke dealer mobil secara nasional yang 21 persen year on year (yoy) pada periode Januari-Mei 2024. Dengan tergerusnya permintaan, maka pelaku usaha juga mengantisipasi dengan mengurangi pembelian bahan baku.

Selain permintaan, faktor lain yang juga menjadi kontribusi utama terhadap pelemahan PMI manufaktur, yaitu inkonsistensi kebijakan impor barang khususnya aturan relaksasi impor sehingga menyebabkan persaingan industri di dalam negeri makin ketat dengan barang impor.

"Jadi kondisinya permintaan sedang lambat, ditambah banjir barang impor. Itu yang menyebabkan industri sangat tertekan," katanya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top