Ancaman Krisis Akan Naik akibat Kenaikan Permukaan Air Laut
Naiknya permuÂkaan air laut menciptakan gelombang kesengsaraan yang meningkat
Foto: ISTIMEWANEW YORK - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, pada hari Rabu (25/9), memperingatkan naiknya permukaan air laut menciptakan gelombang kesengsaraan yang meningkat, sementara koalisi negara-negara kepulauan kecil menyatakan kedaulatan mereka harus dihormati bahkan jika tanah mereka diambil alih.
Dikutip dari Dawn, hampir satu miliar orang di seluruh dunia tinggal di daerah pesisir dataran rendah, semakin rentan terhadap gelombang badai, erosi pantai, dan banjir, sementara pulau-pulau Pasifik menghadapi ancaman yang semakin besar terhadap kelangsungan ekonomi dan bahkan keberadaannya.
Sejak awal abad ke-20, permukaan laut rata-rata global telah meningkat lebih cepat daripada abad mana pun sebelumnya selama setidaknya 3.000 tahun terakhir, akibat langsung dari pemanasan global akibat manusia yang memicu pencairan es di daratan dan pemuaian termal air laut.
- Baca Juga: Korea Selatan Bersiap Kirim Senjata untuk Ukraina
- Baca Juga: Pemimpin Junta akan Kunjungi Tiongkok
"Naiknya permukaan laut berarti gelombang penderitaan yang meningkat," kata Guterres, saat berpidato di sebuah pertemuan puncak yang menempatkan kenaikan permukaan laut di puncak agenda internasional di Majelis Umum PBB.
Menurut Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat atau National Aeronautics and Space Administration (NASA), selama seabad terakhir, ketika suhu global meningkat sekitar satu derajat Celsius, permukaan laut telah naik 160 hingga 210 milimeter dengan sekitar setengahnya terjadi sejak 1993.
Pengungsi Iklim
Menurut sebuah studi yang dikutip oleh Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim PBB, lima negara, Maladewa, Tuvalu, Kepulauan Marshall, Nauru, dan Kiribati, mungkin tidak dapat dihuni lagi pada tahun 2100, yang akan menciptakan 600.000 pengungsi iklim tanpa kewarganegaraan.
Guterres memperingatkan tentang "masyarakat yang terendam banjir, air tawar yang terkontaminasi, tanaman pangan yang hancur, infrastruktur yang rusak, keanekaragaman hayati yang hancur dan ekonomi yang hancur dengan sektor-sektor seperti perikanan, pertanian dan pariwisata yang terpukul."
"Dampak-dampak ini sudah dirasakan," katanya menunjuk pada ratusan keluarga pulau di Panama yang terpaksa pindah ke daratan utama.
Redaktur: Marcellus Widiarto
Penulis: Selocahyo Basoeki Utomo S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Cagub Khofifah Pamerkan Capaian Pemprov Jatim di Era Kepemimpinannya
- 2 Ini Klasemen Liga Inggris: Nottingham Forest Tembus Tiga Besar
- 3 Cagub Luluk Soroti Tingginya Pengangguran dari Lulusan SMK di Jatim
- 4 Cagub Risma Janji Beri Subsidi PNBP bagi Nelayan dalam Debat Pilgub Jatim
- 5 Cawagub Ilham Habibie Yakin dengan Kekuatan Jaringannya di Pilgub Jabar 2024
Berita Terkini
- Terpapar Abu Erupsi Gunung Lewotobi, Bandara Komodo NTT Ditutup
- Untuk Pertama Kali UI Terbitkan Lebih 1.000 Artikel Ilmiah di Jurnal Internasional Q1
- Pangkoarmada II Kunjungan Kerja ke Pulau Miangas yang Berbatasan dengan Filipina
- Koloni Rayap Tertua di Dunia ini Menyimpan Rahasia Masa Depan
- Tiga Kurir Sabu di Sukabumi Ditangkap