Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pencari Suaka l Kehadiran Pengungsi di Kalideres Ditolak Warga

Anak-anak Pengungsi Ingin Sekolah

Foto : KORAN JAKARTA/JOHN ABIMANYU

TETAP CERIA l Meskipun di negara asalnya mereka terbuang dan dihantui perang anak-anak pengungsi pencari suaka tetap ceria bermain bersama temannya, Minggu (14/7). Kehadiran para pencari suaka ini mengundang reaksi penolakan dari warga setempat

A   A   A   Pengaturan Font

Petugas Tagana menyebutkan perlu disediakan bilik asmara yang diperuntukkan bagi pasangan suami-istri atau dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, agar pelecehan seksual tidak terjadi.

JAKARTA - Ribuan pengungsi pencari suaka menempati tempat pengungsian sementara yang disediakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta di Gedung kosong eks markas Kodim di Jalan Bedugul, Perum Daan Mogot, Jakarta Barat.

Di antara pengungsi pencari suaka juga terdapat anak-anak di bawah umur. Mereka dibawa oleh orang tuanya untuk menghindari konflik peperangan yang melanda di kampung halaman.

Salah satunya Amal, 9 tahun, asal Somalia, yang mengatakan dirinya dibawa kedua orang tuanya ikut mengungsi karena di kampung halamannya sedang perang. Ia sudah lima bulan tinggal di Indonesia.

"Saya bersama dua adik ikut orang tua mengungsi. Saya sudah lima bulan tinggal Indonesia dan ikut bersama para pengungsi," kata Amal ditemui di Pengungsian, Minggu (14/7).

Amal mengaku dirinya sempat melihat anak-anak seumurannya di Jakarta bisa mengenyam pendidikan di sekolah. Ia sendiri menginginkan hal yang sama seperti anak-anak yang tinggal di lokasi pengungsian.

"Saya juga ingin sekolah, karena saya sering melihat teman-teman seumuran saya bisa sekolah," ujarnya.

Dikatakan Amal, ketika sudah besar nanti, cita-citanya ingin menjadi seorang dokter. Keinginan itu sudah lama didambakannya.

"Kalau sudah besar nanti, saya ingin menjadi dokter, bisa menolong orang, dan cita-cita itu sudah saya inginkan sejak masih di Somalia," ungkapnya.

Hal senada juga dirasakan oleh pengungsi anak-anak bernama Belhan, 11 tahun. Belhan meminta kepada pihak terkait agar pengungsi dapat dilindungi dan dapat bersekolah.

"Saya ingin sekolah kakak, karena saya udah berhenti sekolah sudah lama," tuturnya.

Sementara pengungis asal Afghanistan, Muhammad Taqi, mengaku dirinya sudah tinggal selama satu tahun di pengungsian yang disediakan pihak imigrasi.

"Saya tinggal di imigrasi satu tahun. Pertama di tinggal di Bogor selama tujuh bulan. Habis itu ke imigrasi selama satu tahun. Setelah itu, Kebon Sirih 12-13 hari baru setelah itu ke sini," tutur Taqi.

Taqi menjelaskan lokasi pengungsian yang kurang nyaman di tempat yang disinggahinya sekarang. Karena tidak banyak keterbatasan air, keterbatasan kamar, dan sebagainya.

Ditolak Warga

Sementara itu, Ketua RT 005 Kalideres, Jantoni, mengatakan seluruh warga sekitar kompleks ini banyak menolak keberadaan para pengungsi.

"Kalau yang menolak terus terang itu dari aspirasi masyarakat, bukan dari saya. Ini semuanya warga yang menolak," terangnya.

Jantoni mengklarifikasi tuntuntan para warga yang menolak penempatan pemilihan lokasi pengungsian. "Kenapa harus di tempat yang tidak ramah lingkungan. Apalagi sebelah ada sekolahan. Jadi dari aspirasi warga, mereka khawatir anak-anak sekolah terkena imbasnya," sambungnya.

Salah petugas Satuan Polisi Pamong Praja, Ariefudin, mengeluh tidak ada satu pun petugas dari UNHCR dan petugas imigrasi yang terlibat dalam membantu para pengungsi.

"Dari kemarin saya perhatikan tidak ada petugas dari UNCHR yang ikut terjun dalam membantu para pengungsi," ujar Arief.

Arief mengaku dirinya sudah bertugas selama 24 jam memantau dan mengatur para pengungsi yang sulit diatur.Saya bertugas disini setiap hari 24 jam, dan kesulitannya ketika pembagian makanan kepada para pengungsi. Mereka sering berebut dan berkelahi untuk mendapatkan jatah makanan," jelasnya.

Bahkan, Arief, mereka tak segan-segan saling pukul karena jatah makanan yang diberikan sangat terbatas. Karena jumlah mereka bertambah sebanyak 1.175 orang yang tidak terdata.

Selain itu, salah seorang petugas Tagana yang tak mau disebutkan namanya menjelaskan perlu dipisahkan antara kaum lelaki dengan perempuan.

"Baru semalam kejadian keributan akibat tindak asusila. Ada salah satu orang pengungsi dari Somalia mengganggu istri pengungsi lain," jelasnya.

Petugas Tagana tersebut menyebutkan perlu disediakan bilik asmara yang diperuntukkan bagi pasangan suami-istri atau dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, agar peristiwa itu tidak kembali terjadi.

"Kalau perlu, ke depannya pihak pengurus memberikan mereka bilik khusus suami-istri agar tidak terjadi pelecehan seksual di lokasi," tandasnya. jon/P-6

Penulis : Yohanes Abimanyu

Komentar

Komentar
()

Top