Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebutuhan Energi I Realisasi “Lifting” Migas hingga April 2019 Capai 89% dari Target APBN

Alokasi Ekspor Gas Terus Turun

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah terus mengurangi alokasi gas untuk ekspor. Hal itu dipengaruhi kebijakan pemanfaatan gas bumi diprioritaskan untuk dalam negeri, guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat per April 2019, porsi pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik mencapai 64 persen. Sebaliknya, ekspornya turun menjadi 36 persen.

Pemanfaatan domestik tersebut secara rinci meliputi industri sekitar 25 persen, pupuk 12,2 persen, kelistrikan 11 persen, gas alam cair (LNG) domestik 10,6 persen, lifting minyak 3,2 persen, lequified petroleum gas (LPG) domestik 1,7 persen, bahan bakar gas 0,14 persen dan pipa gas kota 0,07 persen.

Untuk pertama kalinya, porsi gas domestik lebih besar dari ekspor terjadi pada 2013 yakni sebesar 53 persen. Hingga saat ini, porsi gas domestik tersebut terus meningkat signifikan mencapai 64 persen.

Baca Juga :
Stabilisasi Pangan

"Bila kita tengok ke belakang, data 10 tahun yang lalu atau tahun 2009 porsi pemanfaatan gas domestik hanya 47 persen, bahkan tahun 2003 hanya sebesar 25 persen," ungkap Agung Pribadi Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerjasama Kementerian ESDM di Jakarta, Minggu (19/5).

Agung menjelaskan upaya tersebut demi maksimalkan sumber energi domestik untuk pemanfaatan dalam negeri merupakan bagian dari meningkatkan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Tak hanya gas untuk prioritas domestik, imbuh Agung, begitu pula dengan minyak mentah hasil produksi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sebelumnya untuk ekspor, kini telah diserap maksimal oleh domestik alias Pertamina.

Dikuasai Pertamina

Pertamina menyebut, hingga pertengahan Mei 2019 (14/5), sebesar 135 ribu barel per hari (bpd) minyak mentah para KKKS telah diserap Pertamina. Pada Juli 2019, ditargetkan seluruh 225 ribu bpd minyak mentah KKKS dapat diambil sepenuhnya oleh Pertamina.

"Kalau mau mengurangi defisit neraca perdagangan migas, bisa saja gas dibiarkan diekspor terus. Tapi bukan itu kebijakan energi nasional kita. Gas itu bukan hanya sekadar komoditas ekspor, tetapi harus sebagai modal pembangunan, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," tambah Agung.

Sebagaimana diketahui, untuk pengurangan defisit neraca migas telah dilakukan kebijakan pencampuran biodesel sebesar 20 persen dalam solar atau dikenal dengan kebijakan B20. Kebijakan yang mulai diintensifkan sejak September 2018 tersebut kini telah menghemat devisa signifikan sekaligus mengurangi impor Solar. Bahkan pada Mei 2019, Pertamina bisa menyetop impor solar karena kebijakan B20 telah berjalan dengan baik.

Sementara itu, Satuan kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK) Migas melaporkan realisasi lifting migas hingga April 2019 mencapai 1,8 juta barel setara minyak per hari dengan rincian lifting minyak 750 ribu barel per hari (bopd) dan lifting gas 5.909 juta kaki kubik per hari (MMscfd). Jumlah ini mencapai 89 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar dua juta bopd.

Lifting migas diproyeksikan dapat meningkat mengingat adanya 11 proyek utama yang akan mulai berproduksi (onstream) di tahun 2019. "Dengan tambahan produksi mencapai 13.587 bopd dan 1.172 MMscfd, kami optimistis pada akhir tahun target liftingdapat tercapai," kata Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto. ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top