Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Akses Digital Masih Timpang di ASEAN, Perlu Investasi Dukung MEA yang Inklusif

Foto : The Conversation/Shutterstock/Cinemanikor

Ilustrasi.

A   A   A   Pengaturan Font

Alexander Michael Tjahjadi, Article 33

Pesatnya pertumbuhan dan pemanfaatan teknologi informasi secara luas di berbagai sektor telah mengubah kehidupan kita dengan cara yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Akses terhadap informasi dan komunikasi, serta kesempatan untuk belajar dan berkarya, menjadi sangat terbuka dan tidak terbatas oleh dimensi ruang dan waktu.

Namun, di tingkat kawasan Asia Tenggara, masih banyak masyarakat yang belum dapat merasakan manfaat ini.

Meskipun terjadi peningkatan jumlah pengguna internet dalam beberapa tahun terakhir ini, masih ada kesenjangan yang sangat signifikan pada penggunaan internet dan cakupan jaringan LTE atau 4G di kawasan Asia Tenggara. Sekretariat ASEAN mencatat bahwa hingga 2019, kurang dari 70% rumah tangga di Kamboja, Vietnam, Indonesia, Brunei Darussalam, dan Thailand menggunakan internet -- walaupun rata-rata cakupan jaringan LTE di negara-negara tersebut sudah mencapai lebih dari 90%.

Tercapainya kesetaraan akses digital bagi semua orang merupakan elemen yang sangat penting dalam menjunjung tinggi hak asasi setiap manusia untuk memiliki kesempatan yang sama dalam belajar dan berpartisipasi di dunia digital. Namun, kesenjangan investasi dan kapasitas digital dalam mengakses membuat pertumbuhan ekonomi di kawasan tidak optimal.

Ini tentunya bertentangan dengan [semangat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)](https://meaindonesia.ekon.go.id/mea/#:~:text=Masyarakat%20Ekonomi%20ASEAN%20(ASEAN%20Economic,pertumbuhan%20ekonomi%20untuk%20mencapai%20kemakmuran) untuk mewujudkan perekonomian yang terintegrasi, terkoneksi, berdaya saing, dan inovatif. Pada gilirannya, kesenjangan tersebut membatasi bisnis untuk berkembang.

Kesenjangan digital dan potensinya dalam perekonomian ASEAN

Temuan Sekretariat ASEAN menggarisbawahi kurangnya investasi infrastruktur digital dan literasi sebagai dua faktor penghambat utama dalam merealisasikan potensi digital di kawasan ASEAN.

Investasi sebagian besar negara anggota ASEAN di sektor telekomunikasi juga masih tergolong rendah dan timpang, apabila dibandingkan dengan Singapura sebagai negara dengan investasi telekomunikasi terbesar di kawasan ASEAN. Per 2019, Singapura mengalokasikan US$157 (Rp 2,35 juta) per kapita untuk investasi di sektor telekomunikasi. Sementara, negara-negara ASEAN lainnya secara rata-rata hanya menginvestasikan sebesar US$27,5 per kapita. Kondisi ini menciptakan potensi terjadinya ketimpangan digital di kawasan ASEAN.

Berdasarkan catatan World Economic Forum (WEF) pada 2019, enam negara di ASEAN memiliki skor kecakapan digital di bawah 5,0 dari skala tertinggi 7,0.

Kecakapan digital merupakan hal yang dilihat dan berpengaruh kepada sisi kompetitif digital. Hanya penduduk yang memiliki kemampuan untuk mengakses teknologi informasi dapat bekerja di sektor tersebut. Bahkan, hal ini juga mempengaruhi tingkat investasi digital di suatu negara.

Padahal sektor digital berperan penting dalam perekonomian ASEAN. Perekonomian digital bisa memberi lapangan pekerjaan dan mempermudah integrasi kawasan dengan lebih baik.

Salah satu yang patut dicermati adalah inklusivitas keuangan sebagai pintu masuk perekonomian digital. Lewat inklusivitas, ASEAN berharap bahwa identitas sebagai komunitas ekonomi semakin terbentuk.

Kesenjangan digital ini dapat berdampak pada partisipasi mereka di ranah keuangan. Dengan semakin menjamurnya perkembangan layanan teknologi finansial, keadaan ini perlu kita imbangi dengan kemampuan literasi digital masyarakat yang memadai agar masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan dengan nyaman dan aman. Perlu kita sadari bahwa sistem keuangan digital merupakan salah satu solusi yang paling menjanjikan untuk menjangkau mereka yang belum berpartisipasi dalam sistem keuangan.

Berdasarkan ASEAN Digital Generation Report yang diterbitkan pada tahun 2022, hanya 21% dari penduduk ASEAN yang sudah mengakses layanan kredit, investasi, dan asuransi secara digital. Mayoritas penduduk ASEAN baru memanfaatkan akses yang mereka miliki untuk menabung (74%) atau melakukan pembayaran secara digital (84%). Pada akhirnya, kesenjangan digital yang terus berlanjut ini akan berimplikasi pada terhambatnya inklusi keuangan dan mengurangi integrasi ekonomi di kawasan.

Apa yang perlu dilakukan?

Seperti yang dikutip dari salah satu laporan WEF pada 2020, sekitar 50% dari seluruh tenaga kerja di dunia membutuhkan peningkatan kapasitas di tahun 2025, akibat perkembangan teknologi. Dalam mengatasi tantangan dari kecanggihan teknologi dan perubahan pada gaya hidup kita, berbagai negara di kawasan ASEAN perlu memfasilitasi peningkatan kapasitas digital yang terjangkau bagi semua penduduk.

Demi menciptakan kondisi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kita perlu memupuk generasi muda untuk terus berevolusi seiring perkembangan zaman. Dengan demikian, keterampilan yang mereka miliki dapat tetap relevan dan menjawab kebutuhan pasar tenaga kerja di masa depan.

Terakhir, investasi pada infrastruktur digital sangat dibutuhkan untuk meningkatkan akses teknologi digital. Pemerintah perlu menyiapkan regulasi yang mendukung dan memfasilitasi investasi oleh sektor privat dan memastikan bahwa infrastruktur yang dikembangkan, didesain secara inklusif dengan menerapkan standar desain universal dan penggunaan teknologi bantu bagi penyandang disabilitas.

Negara-negara ASEAN juga perlu mempertimbangkan sebuah metode berbagi sumber daya untuk mengoptimalkan kesempatan investasi yang tercipta, mengingat bahwa pandemi COVID-19 telah mengambil sebagian besar sumber daya mereka, yang berakibat pada terbatasnya kapasitas mereka untuk melakukan investasi pada infrastruktur digital. Selanjutnya, pemerintah dan sektor privat perlu secara aktif berinvestasi dan membangun infrastruktur digital sesuai dengan peran dan kapasitasnya masing-masing.

Dalam proses pengambilan keputusan, pelibatan generasi muda juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Pelibatan lewat dengar pendapat, sosialisasi terbatas, atau pengumpulan survei tentang digitalisasi. Peran mereka menjadi sangat penting, terutama karena mereka banyak terekspos dengan pemanfaatan teknologi dan inovasi digital terkini. Dengan demikian, masukan mereka dapat memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap pembangunan infrastruktur digital dalam menjawab kebutuhan di masa depan.

Tulisan ini adalah bagian draft dan seri awal "Digital Literacy and Inclusion" untuk usulan ASEAN Youth Agenda 2023 dan ditulis bersama dengan Noah Ikkyu (Senior Research Executive Kantar Insight) dan Michelle Khoe (Consultant at UNICEF). Terima kasih atas komentar dari Angelo Wijaya (Co-Chair ASEAN Youth Agenda 2023) yang melengkapi diskusi artikel ini.The Conversation

Alexander Michael Tjahjadi, Research Associate, Article 33

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.


Redaktur : -
Penulis : -

Komentar

Komentar
()

Top