Ajari Anak-anak Mengelola Emosi
Seorang anak menempelkan stiker di pipi saat memperingati Hari Anak Nasional pada Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day di Jalan Darmo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (23/7/2023).
Foto: ANTARA/Didik SuhartonoJAKARTA - Guna menekan sikap-sikap ekstrem dan berperilaku kekerasan, maka anak-anak harus diajari agar mampu mengelola emosi. Hal ini akan meminimalkan sifat-sifat tersebut. "Pengelolaan emosi anak bisa menjadi satu upaya menekan angka kasus kekerasan," tutur Kepala Bidang Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) Jakarta, Aswarni, Kamis (26/9).
Menurutnya, kasus kekerasan anak di Jakarta cukup tinggi, termasuk di sekolah. Pengendalian emosi menjadi cara untuk menekan kasus tersebut.
Data memperlihatkan selama periode Januari-September 2024 Dinas PPAPP Jakarta menampung 650 kasus kekerasan sekolah dari tingkat TK hingga SMA. Sebanyak 33 persen merupakan kasus kekerasan psikis.
Aswarni menjabarkan kekerasan psikis di antaranya seperti perundungan, berkata kasar, intimidasi, dan dipermalukan di depan umum. Maka, Aswarni mengatakan Dinas PPAPP berkewajiban mencegah kekerasan anak dengan cara menyosialisasikan cara mengelola emosi dan kemarahan.
- Baca Juga: Amankan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025
- Baca Juga: H-4 Natal, 686.609 Kendaraan Tinggalkan Jabotabek
"Barangkali ini hanyalah semacam stimulan. Mudah-mudahan bisa ditindaklanjuti oleh orang tua dan sekolah," harap dia. Nanti anak-anak atau para pendamping siswa bisa mengelola terkait amarah dan emosi setiap orang.
Psikolog anak dan remaja dari Yayasan Pulih, Ika Putri Dewi, SPsi, juga menyampaikan hal senada. Ika menjelaskan, marah merupakan salah satu emosi yang lumrah setiap manusia. Namun setiap orang juga perlu menyadari adanya batasan-batasan yang harus bisa dikendalikan.
"Ukurannya tidak menyakiti orang lain dan tidak membahayakan diri. Jadi marah boleh, tetapi jangan berkekerasan. Itu batasan yang perlu dipahami," tandas Ika.
Lebih lanjut Ika pun menjelaskan, beberapa strategi yang bisa dilakukan untuk mengelola emosi. Misalnya, peka terhadap tanda akan munculnya rasa marah atau sumber perubahan reaksi tubuh hormonal remaja seperti PMS. Kemudian setelah menyadari, seseorang bisa memproses emosi marah tersebut dan belajar untuk mengekspresikan secara sehat.
"Perasaan marah perlu diterima. Jangan dikatakan tidak boleh marah," ujarnya. Kemudian, orang perlu meredakan atau mengekspresikan amarah secara sehat. Ini baru bisa mengatur emosi ke arah netral.
Sementara itu, Pemerintah Kota Jakarta Barat minta orangtua, tokoh masyarakat, dan tokoh agama untuk memperketat pengawasan terhadap anak-anak di lingkungannya agar tidak terlibat kriminal. "Kami minta mengawasi dan melarang anak-anak kumpul-kumpul, apalagi terlibat tawuran. Sebab ini bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain," jelas Wali Kota Jakarta Barat, Uus Kuswanto.
Imbauan tersebut disampaikan sebagai tindak lanjut kasus penyiraman air keras dua polisi oleh pelaku tawuran di Kembangan, Sabtu (21/9). Uus juga memperingatkan penjual bahan kimia, termasuk air keras, agar lebih hati-hati dalam menjual barang berbahaya tersebut.
"Saya mengimbau pedagang yang menjual air keras, tidak menjual kepada sembarangan orang," pinta Uus.
Berita Trending
- 1 Dorong Sistem Pembayaran Inklusif, BI Hadirkan Tiga Layanan Baru BI-Fast mulai 21 Desember 2024
- 2 Kenaikan PPN 12% Bukan Opsi Tepat untuk Genjot Penerimaan Negara, Pemerintah Butuh Terobosan
- 3 Pemerintah Harus Segera Hentikan Kebijakan PPN 12 Persen
- 4 Desa-desa di Indonesia Diminta Kembangkan Potensi Lokal
- 5 Libur Panjang, Ribuan Orang Kunjungi Kepulauan Seribu