Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus
Sejauh ini gempa tidak bisa diprediksi kapan terjadi. Dengan kecerdasan buatan (AI), ilmuwan berusaha memprediksi waktu gempa terjadi, sehingga bisa dilakukan peringatan dini.

AI Bantu Prediksi Gempa

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemprograman kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) merupakan mesin yang mampu belajar dari pengalaman, menyesuaikan masukan (input) baru dan melaksanakan tugas seperti manusia. Dengan AI, komputer dapat dilatih untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu dengan memproses sejumlah besar data dan mengenali pola dalam data.
AI yang mampu berpikir sendiri, oleh peneliti Universitas Stanford dimanfaatkan untuk melakukan prediksi gempa bumi yang selama ini tidak bisa dilakukan. Melalui pendekatan pembelajaran mesin secara mendalam, komputer menghasilkan prediksi yang lebih baik waktu akan terjadi lindu di wilayah tertentu.
Cara bekerja sistem peringatan dini berdasarkan AI dengan memprediksi gerakan tanah. Dengan cara ini maka sistem yang disebut dengan DeepShake, akan memberikan peringatan kepada stasiun seismik beberapa detik sebelumnya guncangan gempa datang. Dengan sistem tersebut diharapkan dapat meminimalkan korban dan kerusakan.
Di Pantai Barat Amerika Serikat, sistem peringatan dini gempa sebenarnya sudah ada, meski masih menggunakan komputasi tradisional yang disebut ShakeAlert. Sistem ini bekerja dengan mendeteksi gelombang pertama getaran gempa disebut gelombang P.
"Selanjutnya ShakeAlert menghitung waktu kumpulan gelombang yang menyebabkan sebagian besar guncangan yang bergerak lebih lambat yang disebut gelombang S akan tiba," kata seorang mahasiswa master di bidang teknik kelistrikan Universitas Stanford yang terlibat dalam pengembangan DeepShake, Avoy Datta.
Sistem DeepShake dirancang untuk memberi peringatan beberapa detik sebelum guncangan gempa terjadi atau saat gempa bumi dimulai. Memanfaatkan jaringan saraf dalam (deep neural network) AI akan mengidentifikasi pola dari data gempa bumi di masa lalu, kemudian memprediksi cara getaran dari gempa baru akan merambat.

Lebih Cepat
Dengan AI, pemprosesan itu akan berjalan lebih cepat dan generalisasi yang lebih mudah di berbagai wilayah rawan gempa. "Ketika kami memulai proyek ini, tujuan untuk mengalahkan persamaan prediksi gerakan tanah yang saat ini digunakan," ujar Datta kepada Live Science.
Sistem lama menurut Datta cenderung sangat lambat karena membutuhkan pemecah numerik yang dijalankan pada supercomputer. Proses datanya perlu waktu beberapa menit dan bahkan jam, sehingga bisa jadi, gempa bumi telanjur terjadi, sebelum peringatan disampaikan.
Sebaliknya, "Jika kami menjalankan 25 model DeepShake, dibutuhkan sekitar 6,1 milidetik pada satu unit pemprosesan grafis (GPU) penelitian. Ini akan menjadi sangat cepat," papar dia.
Dalam presentasi 23 April 2021 pada pertemuan virtual Seismological Society of America, Datta dan koleganya seorang sarjana dari Universitas Stanford, Daniel Wu, mengatakan, telah melatih kemampuan AI, DeepShake dalam memprediksi gerakan tanah di dekat Ridgecrest, California.
Sejauh ini Ridgecrest yang berada di Zona Geser California Timur dikenal sangat aktif secara seismik. Pada 2019, serangkaian gempa bumi mengguncang wilayah tersebut, dengan gempa terbesar, berkekuatan 7,1 melanda pada 5 Juli pada tahun itu.
Datta dan Wu menggunakan urutan gempa pada 2019 untuk melatih DeepShake dalam memprediksi getaran tanah di daerah tersebut. Mereka mulai dengan kumpulan data lebih dari 36.000 gempa yang melanda Ridgecrest dari Juli hingga September.
Para peneliti memprogram jaringan untuk memberikan bobot lebih pada gempa bumi yang lebih besar secara berurutan. Jumlahnya relatif sedikit, sehingga dapat bekerja lebih baik sebagai sistem peringatan dini. Hal ini karena gempa terbesar paling membutuhkan peringatan dini.
"Terlepas dari kenyataan bahwa DeepShake tidak diberi informasi tentang lokasi atau jenis gempa, dia dapat memperingatkan gempa di stasiun seismik lain dalam jaringan antara 3 dan 13 detik, sebelum itu terjadi," jelas Wu.
Datta dan Wu tidak memandang sistem ShakeAlert sebagai pesaing. Sebaliknya, teknologi DeepShake dapat digunakan untuk melengkapi ShakeAlert. Para peneliti berharap dapat memperluas pengujian ke patahan lain dengan urutan gempa masing-masing.
Seperti pemprograman AI lainnya, DeepShake harus dilatih ulang di setiap wilayah tempat sistem tersebut digunakan. Pelatihan berguna dalam menangkap pola yang mungkin tidak bisa dilakukan oleh persamaan tradisional. "Tempat di mana pembelajaran mendalam benar-benar berkembang adalah tempat di mana ada banyak data dan pola rumit untuk diungkap," kata Wu. hay/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top