Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 14 Mar 2020, 03:00 WIB

Achmad Yurianto : Teror Informasi Jadi Tantangan Atasi Korona

Foto: ISTIMEWA

Dalam penanganan Covid-19, pemerintah terkesan lamban dan kurang melibatkan pemerintah daerah. Selain itu, ada anggapan pemerintah kurang terbuka dalam menyampaikan informasi di masyarakat. Hal tersebut memperluas tantangan penanganan Covid-19 tidak hanya di sektor penanganan kesehatan, tapi juga menghadapi maraknya informasi yang meresahkan masyarakat.

Untuk mengetahui apa saja yang akan dilakukan pemerintah dalam menangani masalah korona, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Marup dan Muhammad Umar Fadloli berkesempatan mewawancarai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementerian Kesehatan sekaligus Juru Bicara Pemerintah Terkait Covid-19, Achmad Yurianto, dalam beberapa kesempatan terpisah, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Seberapa mengkhawatirkan sebenarnya penyakit Covid-19?

Begini, Covid-19 atau Coronavirus disease 2019 itu disebabkan oleh virus bernama SARS Coronavirus Type II. Ini varian-varian dari virus yang menyebabkan influenza, hanya virus baru. Memang penyakit ini menyebabkan kematian. Tapi kalau dipersentasekan kematiannya, penyakit ini tidak lebih mengkhawatirkan dari severe acute respiratory syndrome (SARS) atau middle east respiratory syndrome (MERS).

SARS angka kematiannya hampir 13 persen atau dari 100 orang penderita 13 orang yang meninggal. Sementara MERS relatif banyak yaitu 30 sampai 40 persen. Nah, Covid-19 itu persentase kematiannya hanya dua sampai tiga persen.

Kalau persentase kecil, kenapa masyarakat bisa sampai panik?

Salah satunya adalah penyebaran informasi yang masif sekarang. Dampak buruk dari ini adalah banyaknya yang menyebarkan informasi yang justru membuat panik dan resah masyarakat. Jadi sekarang lebih didominasi oleh teror informasi. Sebenarnya tidak ada yang perlu ditakutkan. Di gejala awal dan penularannya sama seperti influenza. Cara menanganinya sama dengan pencegahan pilek.

Bagaimana langkah pemerintah mengatasi ini?

Kemenkes memperbanyak promosi kesehatan yaitu preventif. Media kita switch, semula jadi teror menjadi kawan.

Masyarakat bisa membedakan penyakit ini?

Tidak bisa. Ini kan influenza. Kami bisa menemukan ini korona setelah dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium. Karena penyakit ini dari virus baru dan belum ada vaksinnya maka yang bisa dilakukan masyarakat adalah meningkatkan kekebalan tubuh.

Dalam konteks penanganan virus serta penyakitnya, upaya apa yang telah ditingkatkan pemerintah?

Pemerintah menambah jumlah rumah sakit rujukan untuk menangani Covid-19, dari semula 100 menjadi 132 rumah sakit rujukan. Kami juga tengah menyiapkan rumah sakit khusus virus korona. Selain itu, kami menegaskan seluruh pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) di Indonesia mampu mendeteksi dini virus Covid-19.

Jadi kalau ada yang menderita gejala Covid-19 bisa memeriksakan diri ke Puskesmas. Kami juga menelusuri atau tracing dengan melacak pihak-pihak yang pernah melakukan kontak dengan terduga atau positif virus korona. Jika tidak, orang yang positif akan menyebarkan virus di masyarakat.

Beberapa negara mengecek secara acak. Kenapa tidak dilakukan?

Kita belum memiliki kebijakan memeriksa secara acak. Kita tidak ingin membuat gaduh dengan semua orang diperiksa. Mengambil spesimen itu adalah mengambil usap lidi pada dinding belakang hidung dan mulut. Ini bukan metode nyaman.

Jadi ada indikasi yang harus kita lakukan yaitu apakah orang itu masuk dalam tracing kami atau dia pernah bepergian dari negaranegara dengan jumlah penyakit Covid-19 yang banyak. Jadi penekannya bukan sebanyak mungkin orang diperiksa, tapi di-tracing. Jadi tidak kemudian tanpa alasan memeriksa.

Ada kemungkinan untuk lockdown atau penutupan area juga?

Kami tidak akan memakai opsi lockdown. Bila suatu wilayah di-lockdown, konsekuensinya kasus (Covid-19) di wilayah itu bisa jadi akan naik dengan cepat. Tapi, keputusan pemerintah tidak melakukan lockdown sebuah wilayah, tidak bersifat mutlak. Dalam waktu dekat, pejabat pada tingkat kementerian akan melaksanakan rapat untuk menentukan langkah selanjutnya demi mengantisipasi penyebaran virus korona.

Terdapat imported case atau kasus dari luar negeri. Bagaimana antisipasinya?

Perlu diketahui ada juga orang yang positif korona dengan kondisi penyakit sebagian besar ringan sedang. Maka dia masuk dalam kondisi tidak panas terlalu tinggi dan tidak akan terdeteksi oleh thermal scan. Dalam perkembangannya ada perubahan pada karakter penularan virus. Jadi orang-orang ini kami beri healt alert card karena thermal scan tidak efektif untuk mengetahui orang yang sakit.

Sempat ada isu kantor dan sekolah harus diliburkan. Kenapa tidak mengambil langkah ini?

Begini, kalau saya manajer satu kantor, lebih bijak meminta orang yang ada gejala sakit untuk istirahat dan mengisolasi diri sendiri. Itu sebuah pilihan bijak daripada kantor tutup. Untuk sekolah, kalau libur justru mereka punya waktu main dan sulit untuk dikontrol. Lebih baik adalah edukasi kepada siswa.

Kenapa tidak meniru negara lain dalam penanganan ini?

Kami tetap menggunakan standar dan kriteria dari WHO. Ini bukan yang kami buat. Kenapa kami tidak meniru negara lain seperti Singapura yang bisa dibilang ideal, karena kami tahu kondisi Indonesia berbeda dengan Singapura. Kemarin pas ada satu kasus ter-publish dan pasien depresi. Kemudian kami menyebutkan penularan dari satu negara dan negaranya didiskriminasi.

Tidak semua sistem yang ada di Singapura bagus bisa diimplementasikan di sini. Pemerintah sengaja tidak membuka situs khusus pengumuman orang-orang yang sedang dilacakĀ¬ terkait Covid-19, seperti yang dilakukan negara lain seperti Singapura, untuk mengantisipasi timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan. Pergerakan masyarakat kita juga jauh lebih tinggi.

Kalau terbuka diumumkan, bisa kabur duluan. Seperti kejadian kemarin, ada yang pindah ke luar kota, kami mengejar setengah mati. Adapun yang paling baik memerankan tokoh komunitas, masyarakat, untuk menjadi kekuatan dasar dan menjadi cegah tangkal. Berarti edukasi yang menjadi penting.

Pemerintah terkesan kurang melibatkan peran pemerintah daerah. Padahal ini bisa mempercepat proses pencegahan. Bagaimana tanggapan Bapak?

Tentu kami melibatkan pemerintah daerah. Contohnya dengan pemerintah daerah DKI Jakarta. Pemerintah mengatur arah rujukan bagi masyarakat yang diduga terkena penyakit saluran pernapasan karena virus korona untuk masuk ke salah satu dari delapan rumah sakit (RS) yang menjadi rujukan di Jakarta yaitu RSPI, Persahabatan, RSUD Pasar Minggu, RSUD Tangerang, RS Polri Sukanto, RS AL Mintohardjo, dan RS Fatmawati. Itu kami sudah koordinasi dengan Dinas Kesehatan DKI. Selain itu pihak swasta yang memiliki rumah sakit juga menyatakan ingin ikut serta.

Covid-19 tidak hanya terjadi di Jakarta. Bagaimana pelibatan daerah lain?

Teman-teman di daerah juga menjadi bagian dari sistem yang kami bangun. Pemeriksaan tidak masalah dilakukan di daerah. Ini biosecurity level 2 untuk pemeriksaan virus. Pemerintah tahu daerah atau institusi mana saja yang memiliki kapasitas. Ini kami siapkan minggu ini ada 10 Balai Besar Teknologi Kesehatan Lingkungan yang tersebar di 10 kota di Indonesia.

Sudah masuk dalam persiapan dan kami sudah menyiapkan 10.000 kit untuk tes pcr, tetapi tidak untuk genums queencing. Jadi kalau di sana positif maka akan diperiksa dengan genums queencing. Tracing juga tugasnya daerah. Ketika tracing hilang baru itu jadi masalah. Selama tracing masih bisa ditemukan, kami tidak terlalu khawatir.

Apa benar obat malaria bisa digunakan untuk Covid-19?

Di Tiongkok sudah dicoba. Salah satu yang dicoba adalah klorovin atau obat malaria. Kami tidak mungkin mengembangkan obat sendiri kalau contohnya cuma dua. Tiongkok sudah menemukan beberapa formula, sudah uji coba di Tiongkok dan memberikan gambaran yang bagus, tapi belum bisa jadi standar bahan baku dunia.

Selain itu virus ini sifatnya virus self limited disease. Jadi anjuran apapun penggunaan herbal dalam konteks meningkatkan daya tahan tubuh bagus, tapi bukan untuk membunuh virusnya.

Terkait pernyataan WHO yang menyatakan virus korona jadi pendemi global, bagaimana tanggapannya?

Statement WHO tentang pandemi, mari kita pahami bersama. Ini mengisyarakan kepada seluruh dunia untuk meyaknini penyakit ini bisa menyerang siapa saja dan negara mana saja. Ini penyakit baru dan kami belum tahu betul karakternya, kemudian menjangkiti banyak negara. Ini tidak mungkin ada negara yang terjangkit tanpa keterkaitan dengan negara lain.

Jadi, semua negara harus cepat merespons virus ini?

Semua negara harus merespons. Ada beberapa hal yang kemudian kami bisa mengambi keuntungan dan kewaspaaan. Kewaspadaan seluruh dunia meningkat, dengan beberapa negara kemudian meninjau kembali bebas visa.

Berarti juga diperlukan kebutuhan sarana kesehatan dari semua negara?

Ini memberikan konsekuensi, setiap negara akan bersiap untuk membutuhkan begitu banyak sarana prasarana kesehatam untuk kepentingaanya. Semua negara akan mengamankan stok masker, obat, dan lainnya yang terkait kesehatan, termasuk mengamankan jumlah kit.

Untuk pemerintah Indonesia sendiri bagaimana?

Kami memastikan masih punya 10.000 kit, nanti ditambah lagi. Lalu, sekitar 15 juta masker sudah siap. Ini tentunya bukan suatu jumlah yang kurang atau cukup, tidak. Artinya kami punya stok (persediaan). Tapi (kami) mengendalikan agar tidak menyebar lebih luas lagi.

Caranya?

Satu-satunya cara adalah dengan tracing. Ini yang kami giatkan lagi. Di dalam beberapa kasus, kami mulai menerima beberapa laporan dari daerah pasien dalam pengawasan semakin meningkat. Ini pintu untuk mencari kemungkinan kasus positif. Untuk mengendalikan kontak.

N-3

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.