Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

4 Lagi Pelaut Tewas, RI Desak Tiongkok Lakukan Penyelidikan Menyeluruh

Foto : BenarNews/Reuters

Menlu RI, Retno Marsudi

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Saat pembicaraan dengan mitranya dari Tiongkok pada Kamis (30/7), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan "keprihatinan mendalam" atas kematian pekerja Indonesia di atas kapal penangkap ikan Tiongkok, sementara kementerian melaporkan empat lagi WNI meninggal pada Mei-Juni dan mayat mereka kembali dibuang ke laut walaupun Indonesia telah meminta pengupayaan pemulangan jenazah ke Tanah Air.

Menlu Retno mendesak Tiongkok untuk melakukan penyelidikan menyeluruh atas berbagai kasus yang menimpa pelaut Indonesia itu dalam pertemuan virtual dengan Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi.

Dengan keempat kematian itu, setidaknya 12 pelaut Indonesia yang bekerja di kapal ikan Tiongkok telah meninggal sejak November, demikian menurut aktivis dan pemerintah yang mendapat laporan jika para anak buah kapal (ABK) itu diperlakukan tidak manusiawi dan dipaksa kerja tanpa henti selama kontrak kerja mereka.

"Saya meminta kepada pemerintah Tiongkok untuk segera menindaklanjuti laporan tersebut secara transparan agar kejadian serupa tidak terjadi di masa mendatang," ujar Menlu Retno dalam telekonferensi mingguan.

"Secara khusus (kami) meminta agar pemerintah RRT melakukan investigasi secara menyeluruh dan dilanjutkan penegakan hukum atas beberapa kasus kematian, pelarungan jenazah dan kondisi kerja tidak layak," ujar dia.

Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, mengatakan pemerintah telah menerima informasi mengenai tewasnya empat warga Indonesia di kapal Tiongkok pada Mei dan Juni serta pelarungan mayat mereka di Laut Hindia dan Laut Tiongkok Selatan pada Juli.

Pelaut yang disebut dengan inisial D meninggal di kapal berbendera Tiongkok, Hanrong 363, sementarta AS, R, dan AW meninggal di kapal Hanrong 368, kata Judha dalam konferensi pers virtual mingguan Kemlu itu.

Judha menjelaskan jenazah D dan AS dipindahkan ke kapal Fu Yuan Yu 059, sementara E dan AW tetap berada di kapal Han Rong 368.

Setelah menerima info kematian tersebut, ujar Judha, Kemlu berserta perwakilan di Colombo, Singapura, Beijing dan Guangzhou telah menyampaikan ke pemilik kapal dan pihak terkat lainnya agar mengupayakan pemulangan jenazah ke Indonesia.

Namun, Kemlu kemudian mendapatkan informasi bahwa kapten kapal melarung jenazah pada Juli di Samudera Hindia dan Laut Tiongkok Selatan, kata Judha.

"Kami sangat memprihatinkan soal pelarungan tersebut meskipun praktek pelarungan dimungkinkan dalam dunia kemaritiman namun itu merupakan pilihan terakhir setelah upaya pemulangan jenazah sudah tidak dimungkinkan lagi," ujar Judha.

Kemlu juga telah memanggil pihak agensi yang memberangkatkan keempat nelayan tersebut untuk memastikan pemenuhan hak ketenagakerjaan kepada pihak keluarga seperti gaji, hak deposit, asuransi dan santunan kematian.

"Kami juga telah menyampaikan kabar duka ini kepada pihak keluarga dan kami juga sudah melaporkan kasus ini ke Bareskrim Polri untuk memastikan penegakan hukum kepada pihak yang bertanggung jawab," kata dia.

Dalam telekonferensi mingguan itu Judha juga mengatakan Kemlu telah memanggil Duta Besar Tiongkok di Jakarta pada Selasa (28/7) untuk sampaikan keprihatinan dan meminta proses penyelidikan dilakukan secara menyeluruh termasuk penyebab kematian.

Pejabat Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

"Menlu Tiongkok, Wang Yi, menyatakan keseriusannya atas permintaan Indonesia untuk bisa segera melakukan penegakan hukum dan menginvestigasi kasus ini dengan transparan, demikian pernyataan Direktur Asia Timur Pasifik, Santo Darmosumarto. "(Wang Yi) setuju kalau kasus ini harus diberikan perhatian khusus pemerintah Tiongkok untuk menginvestigasi penyelidikan sesuai permintaan Indonesia," ujar Santo kepada wartawan.

Ia mengatakan hingga saat ini, pihak Tiongkok belum menetapkan tersangka dalam kasus tewasnya pelaut Indonesia.

"Di sana masih investigasi kementerian terkait, baru sebatas level itu dan belum menetapkan hal tersebut sebagai tindakan kriminal hanya masih melaporkan saja," kata Santo.

Moratorium

Pada bagian lain, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan mengatakan pihaknya belum menerima laporan terkait insiden kematian empat pekerja di dua kapal Tiongkok ini.

"Belum, tidak ada yang mengadu ke Fisher Center," kata Abdi, merujuk pada layanan pengaduan 24 jam yang dibuat lembaga nonprofit tersebut untuk seluruh pekerja di laut.

Dalam advokasinya, DFW Indonesia mendirikan dua pusat pengaduan dan keluhan awak kapal perikanan yang berada di Tegal, Jawa Tengah, dan Bitung, Sulawesi Utara.

Belakangan, Fisher Centre menjadi wadah pertama pelaporan dugaan eksploitasi pekerja Indonesia di kapal Tiongkok. Insiden terakhir yang dilaporkan ke Fisher Centre adalah seorang awak kapal Indonesia yang meninggal dunia karena mengalami kekerasan fisik di kapal Lu Huang Yuan Yu 118.

Dari laporan pengaduan tersebut, DFW mencatat sebanyak 11 pelaut Indonesia wafat dan dua lainnya hilang di kapal ikan berbendera Tiongkok dalam tujuh bulan terakhir.

Dalam penulusuran kasus dan aduan, kasus yang menimpa pekerja kapal dari Indonesia umumnya terjadi karena adanya kerja paksa, perdagangan dan penyelundupan orang.

"Kasus yang paling banyak kami terima di antaranya pemotongan gaji sampai penipuan. Kalau kasus meninggal, kebanyakan karena kekerasan fisik, intimidasi, kondisi kerja dan kehidupan yang kejam di atas kapal," kata dia.

Abdi mendesak pemerintah menghentikan sementara pengiriman anak buah kapal (ABK), khususnya yang bekerja di perairan internasional.

"Sebab jika tidak dihentikan maka tidak ada jaminan praktik kekerasan dan perbudakan akan berhenti. Sejauh ini tidak ada perkembangan signifikan atas upaya pemerintah berunding dengan Tiongkok sebagai negara tujuan kerja ABK," ujar dia.

"Pemerintah perlu memperkuat upaya pencegahan agar ABK yang berangkat lebih selektif dan prosedural. Pengawasan pada manning agent perekrut mesti ditingkatkan agar mereka yang diberangkatkan punya mitra dengan manajemen yang profesional dan kapal yang memenuhi syarat," ujar dia.

Saat ini masih ada puluhan orang pelaut Indonesia yang terjebak dan bekerja di kapal Tiongkok sedang melakukan operasi penangkapan ikan di laut internasional, ujar dia. BenarNews/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top