
35 Juta Orang di Dunia Berisiko Mati Kelaparan
Foto: istimewaISTANBUL - Pelapor khusus PBB tentang hak atas pangan pada Kamis (2/9) menyatakan bahwa lebih dari 30 juta orang akan meninggal karena kelaparan di seluruh dunia. Berbicara kepada kantor berita Anadolu, Hilal Elver mengatakan setidaknya 155 juta orang di 55 negara menghadapi krisis pangan tahun lalu, dan jumlahnya kini meningkat menjadi 265 juta karena pandemi Covid-19.
"35 juta orang di seluruh dunia terancam mati kelaparan atau menghadapi risiko kematian," ungkap Elver.
Menurut dia, perubahan iklim global, depresi ekonomi, ketidakstabilan politik, epidemi, dan konflik telah mempercepat krisis pangan di seluruh dunia, yang menyebabkan 821 juta orang saat ini kesulitan mendapatkan akses makanan.
Elver mencatat kebakaran hutan dan banjir semakin sering terjadi dalam 10 tahun terakhir, sehingga ini menjadi salah satu faktor terpenting yang akan memicu krisis pangan di tahun-tahun mendatang.
"Meskipun langkah-langkah yang sangat serius telah diambil, jumlah orang yang rawan pangan meningkat secara bertahap dalam lima tahun terakhir," tambah dia.
Pakar PBB itu mengatakan perubahan iklim dan krisis pangan merupakan masalah global yang membutuhkan kebijakan global.
Dalam keterangannya, Elver juga menyebutkan bahwa Sudan Selatan, Yaman, Somalia, Afghanistan, Suriah, Republik Demokratik Kongo, dan Haiti termasuk di antara 10 negara teratas yang menghadapi krisis pangan terburuk sepanjang 2020.
"16 juta anak di bawah usia lima tahun berisiko meninggal di 55 negara atau wilayah. Sekitar 150 juta anak di seluruh dunia menderita kekurangan gizi," ungkap dia.
Dia menambahkan bahwa Afghanistan akan menjadi salah satu negara yang akan menghadapi krisis pangan di tahun-tahun mendatang, sehingga nasib hampir satu juta anak Afghanistan pun terancam.
Elver memperingatkan benua Afrika kemungkinan besar menghadapi masalah pangan karena lahan pertanian yang subur di Afrika Utara, yang kondisinya lebih baik daripada Afrika Sub-Sahara, dibeli oleh negara-negara kaya.
Menurut pakar PBB, perubahan iklim dan krisis pangan mungkin juga telah memicu gelombang baru migrasi di dunia, sementara 80 juta orang di seluruh dunia sedang bermigrasi.
Harga Pangan Naik
Pada saat bersamaan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengumumkan bahwa harga pangan dunia kembali mengalami peningkatan pada Agustus menyusul penurunan dua bulan berturut-turut.
"Indeks Harga Pangan FAO naik 3,1 persen secara bulanan, rata-rata di 127,1 poin pada Agustus," kata badan PBB itu dalam sebuah pernyataan.
Kenaikan terkuat terjadi pada penjualan pangan sub-indeks seperti minyak nabati dan sereal. Sedangkan indeks harga produk susu menjadi satu-satunya sub-indeks yang mencatat penurunan pada Agustus.
- Baca Juga: Warga Unjuk Rasa Jelang Putusan Pemakzulan
- Baca Juga: Elon Musk Dukung Wacana AS Tinggalkan PBB dan NATO
Indeks Harga Pangan FAO adalah indeks tertimbang perdagangan yang melacak harga pasar internasional dari lima kelompok komoditas pangan utama. Anadolu/I-1
Berita Trending
- 1 Polresta Cirebon gencarkan patroli skala besar selama Ramadhan
- 2 Negara-negara Gagal Pecahkan Kebuntuan soal Tenggat Waktu Laporan Ikim PBB
- 3 Kota Nusantara Mendorong Investasi Daerah Sekitarnya
- 4 Ini Klasemen Liga 1 Setelah PSM Makassar Tundukkan Madura United
- 5 Pemerintah Kabupaten Bengkayang Mendorong Petani Karet untuk Bangkit Kembali
Berita Terkini
-
Kemenekraf Dukung Heli Expo Asia 2025 Promosikan Indonesia Pusat Inovasi
-
Menperin: Manufaktur Tumbuh dan Menyerap Tenaga Kerja Baru Lebih Banyak Dari PHK
-
Ini Kontrak Baru Tijjani Reijnders di AC Milan
-
Waduh! Laga Persija vs PSIS Ditunda Akibat Banjir di Bekasi
-
Asyik Mancing Saat Banjir di Pejaten, Warga Dapat Lele Dumbo