Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sumber Devisa

2019, Penerimaan Remitansi Berpotensi Naik

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

Jakarta - Penerimaan remitansi atau transfer uang dari negara lain ke Indonesia diprediksi meningkat tahun ini. Karenanya, pemerintah perlu meningkatkan perlindungan terhadap pekerja migran dari Indonesia di berbagai negara.

"Penerimaan remitansi berpotensi meningkat di 2019. Adanya potensi peningkatan ini disebabkan adanya kemungkinan pemerintah memberhentikan moratorium pengiriman pekerja migran ke negara-negara Timur Tengah," kata Media Relations Manager Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Vera Ismainy, Kamis (10/1).

Menurut dia, pemerintah sebaiknya membenahi regulasi yang menyangkut pekerja migran, beberapa di antaranya adalah sistem pengiriman, pengawasan dan juga penempatan pekerja migran. Dengan adanya pembenahan regulasi, diharapkan calon pekerja atau pekerja migran yang akan bekerja di luar negeri akan memilih cara yang legal.

Selain itu, Vera juga menginginkan agar pengawasan, perlindungan dan penempatan pekerja migran juga seharusnya diperkuat. "Hal ini sebagai bentuk pencegahan terhadap adanya potensi kekerasan yang terjadi pada mereka. Kalau mereka bekerja dengan cara legal dan terlindungi, maka potensi remitansi yang masuk dapat bertambah," jelasnya.

Belum Ideal

Jumlah remitansi yang dihasilkan para pekerja migran pada 2018 mencapai 128 triliun rupiah, meningkat dari 2017 sebesar 108 triliun rupiah. Namun, jumlah tersebut dinilai Bank Indonesia (BI) masih belum ideal. Sebab, Filipina yang memiliki luas negara dan jumlah penduduk lebih sedikit dibanding Indonesia mampu menerima remitansi hampir tiga kali lipat dari Indonesia yakni 24 miliar dollar AS.

Deputi Gubernur BI Sugeng di Surabaya, beberapa waktu lau mengatakan masih rendahnya nilai remitansi itu disebabkan tingkat akses masyarakat terhadap jasa dan produk keuangan seperti rekening bank (inklusi keuangan) di Indonesia yang masih rendah dibandingkan negara lainnya. Hingga akhir 2017, tingkat keuangan inklusif Indonesia baru 49 persen.

Padahal, lanjutnya, di Thailand mencapai 82 persen, Malaysia 85 persen, bahkan Singapura 98 persen. Indonesia menargetkan tingkat keuangan inklusif dapat mencapai 75 persen di 2019. Karenanya, CIPS meminta pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendorong literasi keuangan para pekerja migran.

Selain membenahi di dalam negeri, pemerintah juga diharapkan bisa mendorong negara-negara tersebut memperbaiki regulasi perlindungan pekerja migran di negara-negara tujuan kerja, guna menjamin status dan perlindungan pekerja migran di negara penempatan kerjanya.

Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top