Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Jaminan Kesehatan | Penunggak Iuran Dikenai Sanksi

2019, Iuran BPJS Kesehatan Naik

Foto : ISTIMEWA

Jusuf Kalla, Wakil Presiden.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rencana penyesuaian nilai premi atau iuran BPJS Kesehatan dilakukan setelah pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019. Penyesuaian premi ini terpaksa dilakukan mengingat kondisi keuangan BPJS Kesehatan yang terus defisit.

"Selama ini, preminya terlalu murah dibanding dengan service-nya, atau biaya layanannya. Karena itu harus disesuaikan. Mungkin tahun depan atau setelah pemilu harus kita evaluasi ulang preminya," kata Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di Kantor Wakil Presiden Jakarta, Selasa (13/11).

Wapres mengatakan, dengan premi yang terlalu murah dan terlalu luas cakupan layanan kesehatannya, maka kondisi anggaran BPJS Kesehatan terus mengalami defisit. Apabila kondisi tersebut dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi kebangkrutan seperti yang dialami negara Yunani pada 2015 lalu.

"Jangan tidak terbatas (layanannya), kalau tidak terbatas kan nanti apa yang terjadi di Yunani seperti itu, karena layanannya tidak terbatas akhirnya bangkrut," tambahnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Ilham Oetama Marsis, mengatakan defisit di BPJS Kesehatan terjadi karena adanya mismatch antara pembayaran dan pengeluaran serta tidak adanya sinkronisasi dalam membuat kebijakan dan transparansi anggaran antara BPJS, Kemenkes, dan IDI.

Ia menjelaskan pembiayaan yang mismatch itu, misalnya, aktuaria pembiayaan itu harusnya mencapai kurang lebih 36 ribu rupiah untuk iuran PBI (Penerima Bantuan Iuran). Tapi, pembiayaan yang disediakan pemerintah hanya 23.600 rupiah. "Berarti perorangan jika dikalikan per bulan per tahun, lalu dikalikan dengan seluruh peserta PBI berapa selisihnya? Tentu tidak akan pernah untung. Menurut saya, impas pun juga tidak mungkin," ujarnya.

Oleh karena itu, IDI tetap menyarankan sebaiknya ada penyesuaian iuran untuk non PBI. Sementara itu, untuk yang PBI, jika negara sanggup silahkan di-cover. Tapi nantinya premi dari yang non-PBI itu bisa menutup subsidi yang PBI.

"Penyesuaian operasional, iuran dan sistem pembayaran peranannya luar biasa. Itu yang harus menjadi solusi penyelesaian dalam jangka menengah dan panjang," tandas Ilham.

Secara terpisah, Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma'ruf, mengatakan, saat ini BPJS Kesehatan mulai gencar dalam melakukan upaya minimalisir defisit yang terjadi di perusahaan. Salah satunya dengan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran.

"Kami (BPJS Kesehatan) mengetatkan sanksi terhadap peserta yang termasuk dalam pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal). Sebab segmen ini merupakan salah satu penyumbang defisit saat ini," katanya.

Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai 7,95 triliun rupiah. Jumlah itu merupakan selisih dari iuran yang terkumpul yakni 60,57 triliun rupiah dengan beban 68,52 triliun rupiah.

Harus Dibenahi

Menteri Kesehatan, Nila F Moeloek, kembali menegaskan bahwa manajemen BPJS Kesehatan harus segera dibenahi agar kasus defisit yang terus menggerogoti nya segera teratasi. "BPJS Kesehatan memang harus segera dibenahi agar keberadaanya berkelanjutan. Sebab, semua masyarakat di Indonesia harus mempunyai jaminan kesehatan dari BPJS Kesehatan," katanya.

Selain itu, Menkes meminta kepada peserta BPJS Kesehatan untuk membayar iuran dengan benar dan tepat waktu. Menurutnya, dengan membayar iuran dengan benar dan tepat waktu, diharapkan dapat mengurangi beban defisit yang ditanggung BPJS Kesehatan.fdl/ang/ant/E-3

Penulis : Muhamad Umar Fadloli, Antara

Komentar

Komentar
()

Top