Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Kamis, 05 Jul 2018, 01:00 WIB

Pengembangan EBT Masih Lemah

Foto: istimewa

Meskipun potensi energi terbarukan di Indonesia berlimpah dan minat investasi sangat tinggi, namun hingga kini ada banyak kendala yang dihadapi para pengembang, terutama regulasi.

Jakarta akarta akartaakarta - Dukungan pemerintah terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) masih sangat lemah. Apabila tak ada perubahan, target dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) pada 2025 yang menyebutkan kapasitas pembangkit EBT mencapai 45.000 megawatt (MW).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menegaskan saat ini kendala yang juga dihadapi para investor EBT ialah masalah regulasi yang tidak konsisten sehingga menurunkan minat investasi. Hal itu seperti Permen ESDM No 12/ 2017 dan Permen No 50/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Menurut Fabby, kedua kebijakan ini telah mencabut insentif Feed-in Tariff dan menggantinya dengan aturan harga listrik berbasis energi terbarukan maksimal 85 persen dari biaya pokok produksi (BPP) PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) di masing-masing wilayah. Permen No 50/2017 juga membuat proyek-proyek EBT menjadi tidak bankable karena adanya ketentuan harga beli dengan referensi BPP PLN dan adanya ketentuan Build, Own, Operate, Transfer (BOOT).

"Meskipun potensi energi terbarukan di Indonesia berlimpah dan minat investasi sangat tinggi, namun hingga kini ada banyak kendala yang dihadapi para pengembang, khususnya investasi untuk proyek pembangkit listrik di bawah skala 10 MW (skala menengah)," tegas Fabby, di Jakarta, Selasa (4/7).

Fabby menyebutkan pada akhir 2017, sebanyak 70 pengembang listrik energi terbarukan yang telah melakukan tanda tangan PPA dengan PT PLN. Namun, hingga Juni 2018, baru empat pembangkit yang sudah masuk dalam tahap pengoperasian secara komersil atau commercial operation date (COD), sementara 45 proyek lainnya terpaksa mandek karena pengembang kesulitan untuk mencari pendanan dari perbankan, dan hingga sampai batas waktu yang ditentukan dalam PPA belum juga mencapai financial closing.

Laporan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), nilai investasi di sektor energi terbarukan pada 2017 sebesar 11,74 triliun rupiah. Nilai ini turun dari tahun-tahun sebelumnya yang mencapai 21,25 triliun rupiah (2016), 13,96 triliun rupiah (2015) dan 8,63 triliun rupiah (2014).

Banyak pengembang yang kesulitan untuk mendapatkan pendanaan di dalam negeri karena bank beranggapan proyek energi terbarukan dinilai beresiko tinggi dan suku bunga pinjaman yang masih dua digit. "Tidak semua pengembang memiliki akses atas pendanaan dengan bunga rendah di luar negeri," kata Fabby.

Atas dasar itu pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa EBT tidak memerlukan dukungan insentif pada peresmian pembangkit listrik tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap, Sulawesi Selatan, beberapa waktu lalu kontraproduktif dengan upaya menarik minat investasi EBT di Tanah Air.
Sederhanakan Perizinan

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) awal Juli kemarin meresmikan PLTB Sidrap dan PLTB Janeponto beberapa waktu yang lalu. Adapun kapasitasnya ialah untuk PLTB Sidrap 75 MW dan PLTB Jeneponto 70 MW.

Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi menyatakan bahwa pemerintah tidak perlu melakukan intervensi dan mengatur harga jual listrik dari pembangkit energi terbarukan. Selain itu, Presiden juga menyampaikan tidak perlu diberikan insentif.

ers/E-10

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.