Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Zulkifli Hasan: Konstitusi Bisa Berubah, Tujuan Berbangsa dan Bernegara Harus Tetap

A   A   A   Pengaturan Font

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan menyatakan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengalami empat kali perubahan. Dalam perubahan itu diingatkan bahwa tujuan dasar berbangsa dan bernegara harus tetap yakni Indonesia bersatu dan berdaulat.

"Meski ada Pilkada, Pileg, dan Pipres, persatuan tetap dikedepankan. Untuk itu dalam demokrasi tak boleh menyinggung soal SARA, adu domba, dan menggunakan berbagai macam cara yang melanggar hukum," ujar Zulkifli, usai memberi pidato Peringatan Hari Konstitusi, 18 Agustus 2018, di Gedung Nusantara IV, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Sabtu (18/8).

Lebih lanjut Zulkifli mengatakan, dalam kedaulatan, dirinya mengharap terjadi pada semua bidang, ekonomi, pangan, dan hukum. "Tujuan kita merdeka adalah menciptakan kesetaraan, tak boleh ada orang lapar", tuturnya.

Dikatakan Zulifli Hasan, pengaruh dari luar merupakan salah satu tantangan terhadap keberadaan UUD NRI Tahun 1945. "Dalam dunia tanpa batas, semua kekuatan dunia bertarung", ujarnya.

Zulkifli menyatakan, kuatnya pengaruh dari luar tidak boleh membuat kebijakan yang ada merugikan rakyat. Disebut bangsa ini harus melindungi petani sebab dirasa banyak bahan pangan impor. Dicontohkan kita harus melindungi produk baja Krakatau Steel sebab bila Tiongkok mengobral baja dengan harga murah dan masuk ke Indonesia maka hal yang demikian bisa membuat Krakatau Steel tutup.

Diselenggarakannya Peringatan Hari Konstitusi lanjut Zulkifli, merupakan cara MPR untuk mengingatkan kita semua bahwa banyak undang-undang yang inkonsistensi dengan UUD. "UUD-nya begini tapi UU-nya begitu", ungkapnya.

Disebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 direncanakan akan mengalami perubahan kembali dengan dibentuknya PAH I yang membidangi penyempurnaaan pokok-pokok haluan negara. Diakui selama ini kepala daerah mempunyai visi dan misi sendiri, Presiden pun juga demikian. "Akibatnya tak singkron", ucapnya. Untuk itu harus ada haluan negara untuk meluruskan hal yang demikian. "Kalau semua fraksi dan kelompok DPD setuju maka perubahan dilakukan. Bila tidak maka hasil PAH akan diserahkan kepada MPR periode berikutnya", ujarnya.

Masih Bisa Buat Tap MPR

Sarasehan yang digelar dalam rangka memperingati Hari Konstitusi ini menghadirkan pembicara Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR Rambe Kamarul Zaman, mantan Hakim Konstitusi Prof. Maria Farida Indrati dan mantan Ketua MK Hamdan Zoelva.

Menurut Maria Farida Indrati, setelah beberapa amandemen UUD NRI, MPR masih bisa membuat ketetapan MPR (TAP MPR) tetapi hanya untuk mengatur Beschikking atau salah satu bentuk kegiatan pemerintah dalam menjalankan peranannya yang tergolong dalam perbuatan hukum pemerintah (Rechtshandelingen) bukan garis besar haluan negara (GBHN).

Anggota MPR dari F-Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman dalam paparannya menyebutkan bahwa MPR masih bisa mengeluarkan atau membuat Tap MPR. Namun Tap MPR itu harus menyangkut beschikking.

"Dalam pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, MPR seharusnya mengeluarkan Tap MPR. Ini akan memperkuat MPR menyangkut kewenangannya meski MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi," katanya.

Bukan hanya dalam pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih, MPR juga bisa mengeluarkan Tap MPR yang bersifat beschikking dalam hal presiden berhalangan di tengah jalan. "Ketika presiden berhalangan, MPR juga perlu mengeluarkan Tap yang besifat beschikking," ujarnya.

Hamdan Zoelva juga sependapat, ke depan MPR tidak bisa lagi membuat Tap MPR yang bersifat regeling (mengatur). "MPR hanya bisa mengeluarkan Tap yang bersifat beschikking selain melakukan perubahan dan penetapan UUD," ujarnya.

Dalam kesimpulannya, pakar hukum tata negara Refly Harun yang bertidak sebagai moderator, menyebut bahwa memang banyak sekali perbedaan-perbedaan pendapat mengenai MPR dan TAP-TAP MPR walaupun sudah diputuskan sekalipun. Sebagai contoh misalnya, ketika bicara tentang TAP MPR, ada yang menyatakan bahwa TAP MPR itu adalah sebuah norma hukum, norma yang masih berlaku. Tapi, ada juga yang mengatakan bahwa itu (TAP MPR) hanya etika saja.

Komentar

Komentar
()

Top