Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 13 Jul 2019, 05:00 WIB

Yenti Garnasih

Foto: ANTARA /Indrianto Eko Suwarso

Tingginya partisipasi masyarakat yang mendaftar, tidak lepas dari sepak terjang sembilan anggota Pansel Capim KPK yang secara masif berkunjung ke berbagai instansi. Mereka menyosialisasikan dan mendorong agar banyak warga bersedia mendaftarkan diri.

Untuk mengetahui apa saja yang telah dan akan dilakukan jajaran Pansel Capim KPK, wartawan Koran Jakarta, Yolanda Permata Putri Syahtanjung, Muhammad Umar Fadloli, dan Eko Nugroho berkesempatan mewawancarai Ketua Pansel Capim KPK, Yenti Garnasih, dalam beberapa kesempatan terpisah, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Kenapa banyak yang enggak lolos seleksi administrasi?

Sesuai UU kita kan seleksi administrasi. Kami melihat berkas lengkap atau tidak, syarat-syarat dan berkas harus sesuai format yang kami berikan, dan ada bebearpa yang tidak menggunakan format itu. Kalau pun berkas lengkap ada masalah substansinya dalam berkas tersebut antara lain yang paling penting umur 40-65 tahun, tapi ada yang kurang dari 40, ada yang lebih dari 65 lalu berkaitan riwayat pekerjaan yaitu 15 tahun dalam bidang hukum, perbankan, ekonomi, keuangan. Yang paling substansi.

Setelah itu, proses apa yang akan dijalani 192 Capim yang lolos?

Dari 192 orang yang dinyatakan lolos diwajibkan mengikuti seleksi tahap berikutnya yakni uji kompetensi yang meliputi objective test dan penulisan naskah pada Kamis 18 Juli 2019 di Pusat Pendidikan dan Latihan Kementerian Sekretariat Negara, Cilandak, Jakarta Selatan.

Formatnya seperti apa?

Setelah ini selesai, kami akan mengundang rapat dengan Pemred (pemimpin redaksi) karena sudah atur jadwalnya. Pada 30 Agustus, insya Allah bisa tercapai selesai.

Melibatkan media?

Itu ide dari media untuk transparansi sebanyak mungkin kita berikan supaya bisa dilakukan. Formatnya tergantung media tapi kami beri rambu-rambu bahwa ini selection, bukan election.

Apakah ada ketentuan lain kepada Capim setelah dinyatakan lolos dan terpilih komisioner nantinya?

Dalam persyaratan di awal, antara lain memberikan surat perrnyataan termasuk yang tidak memberikan surat pernyataan, gugur. Surat pernyataan bila nanti terpilih sebagai komisioner bersedia meninggalkan jabatan sebelumnya dan menyerahkan LHKPN.

Bagaimana menyeleksi para Capim selanjutnya?

Selain dilihat rekam jejak, kami lihat psikotes dan profile assesment. Kami serahkan kepada ahlinya. Kalau track record nanti ditanya. Kami punya tim yang tanyakan bagaimana keseharian dia.

Tidak masalah kalau masih terikat dengan instansi lain?

Tidak masalah. Ini pasti judulnya polisi, karena jaksa nggak ada. Pak Ruki bagus, penyidiknya juga dari polisi semua. Jangan lupa, yang pertama itu penyidiknya polisi semua. Jadi itu kembali ke orangnya. Jangan instansinya karena UU tidak melarang. Kalau sekarang polisi nggak boleh, malah kena UU. KPK adalah lembaga penegakan hukum. Kalau ada penegak hukum bagus akan lebih bagus lagi.

Setelah itu, kami lihat nanti yang paling baik bagi Indonesia ke depan berkaitan dengan pemberantasan korupsi. Kami harap di tahun 2025, di Stranas kalau nggak salah di angka 60 indeks persepsinya. Sekarang baru 38. Yang lain bisa 90, ada yang 100 bahkan (negara lain). Saya berpikir, kita yang logis saja. Tidak terlalu emosional dan substansial jangan lemah. Kita semoga dapat orang-orang terbaik dengan rekam jejak bagus dan akhirnya dapat 10 nama terbagus.

Idealnya harus ada jaksa dan polisi?

Ya, kalau memang dia memenuhi persyaratan, dia berhak. Gitu saja. Sepanjang dia penuhi syarat dan tes lolos, ya dia berhak. Pertanyaannya, ya kami nggak bisa membedakan. Kalau jaksa segini, polisi harus begini. Komponen nilai sudah ada.

Dari para calon yang mendaftar apakah sudah cukup kapasitasnya?

Itu yang mau dirapatkan. Yang jelas, UU mengatakan komisioner harus terdiri dari unsur masyarakat dan pemerintah. Unsur pemerintah, termasuk penegak hukum. Dari unsur pemerintah harus kombinasi dua hal, yaitu harus paham betul hukum acara pidana. Dia harus memahami hukum acaranya, baik dari KUHP maupun UU tentang KPK.

Seorang calon harus paham kombinasi ini dan paham masalah keuangan negara, masalah pengadaan, dan sebagainya. Yang paling penting, sekarang harus ada komponen yang memahami betul mengenai organisasi internal KPK atau memahami manajerial organisasi. Kalau menurut media ada sedikit masalah di dalam dan menurut kami meskipun sedikit, itu bahaya. Bagaimana mau fokus memberantas korupsi keluar, tapi di dalamnya sendiri repot.

KPK itu lembaga milik seluruh rakyat Indonesia yang mempunyai semangat untuk memberantas korupsi. Jadi KPK harus bersih. Pemberantasan dan pencegahan korupsi kemudian koordinasi supervisi dan monitoring itu mereka harus tahu betul. Dia harus bisa mengayomi dan punya wisdom.

Mereka juga harus paham upaya pencegahan korupsi?

Di satu sisi, kami juga harus melihat pentingnya pembangunan ekonomi, dalam artian, mereka tahu bagaimana memunculkan upaya-upaya pencegahan. Dari pendidikan misalnya pencegahannya harus muncul yaitu nanti harus ada masukan-masukan berkaitan dengan penguatan sistem. Misalnya, perizinan tidak boleh face to face. Harus ada penyederhanaan perizinan. Hal-hal yang seperti ini juga harus menjadi upaya pencegahan dan harus dikedepankan.

Dalam penindakan masih banyak kelemahan. Kita punya 18 kasus besar yang masih terkatung-katung dan ada beberapa tersangka yang masih tetap tersangka padahal sudah sekian tahun. Kasihan yang bersangkutan, bisa juga kasihan negara.

Kemudian, tindak pidana pencucian uang (TPPU) sangat lemah. Sekarang dari 300 kasus, hanya 15 yang kena TPPU. Artinya, paradigma hanya memenjara dengan UU tentang Korupsi, tapi tidak ada paradigma bagaimana mengoptimalkan uang milik mereka yang di penjara, diambil semua hasil korupsinya. Pelacakan tidak dikuatkan. Jadi, kami akan mencari orang yang mempunyai visi dan memahami betul bagaimana menerapkan UU tentang TPPU bersama dengan UU tentang Korupsi sedini mungkin.

Kalau ditunda-tunda seperti sekarang, kenyataannya hanya fokus pada korupsi maka uangnya akan hilang. Uang negara akan hilang. Mungkin ini juga berdampak kepada yang di penjara-penjara itu masih banyak uangnya bahkan uang itu nanti berbentuk dollar bisa untuk pendanaan kampanyenya. Mungkin bisa saja berkaitan dengan penyuapan kepada kepala Lapas.

Harus didalami narapidana yang menyuap kepala Lapas itu uang apa?

Kalau uang korupsi lagi, berarti seharusnya memakai TPPU. Jadi uang yang belum dirampas itu di mana. Apakah ada di istrinya, di anaknya, atau di luar negeri. Jadi, pakai TPPU untuk ambil. Jadi paradigma harus ke sana

. Jadi, jangan hanya mau penjara. Paling penjaranya hanya dua tahun dan uang pun masih disimpan. Kita butuh uang hasil korupsi, baik di dalam negeri maupun luar negeri ditarik semua dengan pendekatan dilakukan oleh KPK. Namun, ini sekarang masih sangat lemah.

Bagaimana dengan pencegahan korupsi?

Banyak yang harus dilakukan. Kalau kita akan memberantas dan mencegah korupsi maka seharusnya DPR juga memikirkan sinergi atau harmoni dengan UU tentang Pilkada, Pileg, dan Pilpres. Itu harus harmonis, kalau tidak kita akan sulit. Semua harus mendukung, bagaimana UU, sistem dari eksekutif, sistem di rekrutmen yang lain yang masih memungkinkan mereka untuk korupsi.

Kita harus bikin sistem bukan karena dipidana berat, kemudian dia takut korupsi. Bagaimana pidana yang berat itu juga membuat orang lain tidak berani korupsi. Memang sistem dibangun sehingga mereka tidak bisa korupsi. Ini yang harusnya dipikirkan. Itu pekerjaan rumah (PR) kita semua.

PR pemerintah dan DPR. Kalau sudah menjadi kasus, tugas yudikatif. Jadi sebelumnya penegakan hukum melalui yudikatif ini penting dengan dibarengi langkah-langkah eksekutif dan legislatif. Kalau hanya diserahkan kepada yudikatif saja, ya kita hanya sudah terlanjur terjadi. Harusnya kan pencegahan. Pencegahan ini sangat penting, baik dari sisi UU maupun penegakan hukumnya.

Bagaimana kerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT)?

Kalau BNPT sudah sangat ramai dibicarakan. Kami tidak mau kecolongan, komisionernya itu mempunyai atau terafiliasi dengan paham radikal. Lalu, jangan-jangan di belakangnya supporting itu. Hal ini kami serahkan kepada BNPT. Kami tidak mau yang mendaftar itu di belakangnya yang support berkaitan dengan narkotika atau bahkan pendanaan terorisme.

Ini yang bahaya sekali. Menurut saya, di satu sisi korupsi digenjot diberantas, tapi di sisi lain kita lihat UU perpolitikan yang kita dorong juga untuk pencegahan. Itu penting, sinergi. Selain itu juga jangan terlalu leluasa, sudah tersangka masih boleh mendaftarkan.

Baru keluar dari narapidana, masih boleh mendaftarkan. Kemudian pendanaan kampanye hanya lebih difokuskan jumlahnya saja, tidak difokuskan sumbernya dari mana. Meskipun ada di dalam UU, sumbangan kampanye yang 7,5 miliar rupiah dan 25 miliar rupiah kalau corporate kalau tidak salah. Tidak pernah ada mekanisme yang mendalam bahwa sumbangan dana kampanye ini tidak terkait dengan hasil korupsi.

Apa yang diharapkan dari BNPT?

Kerja samanya berkaitan tracking. Secara garis besar disampaikan, jangankan untuk memilih setingkat komisioner KPK, untuk pemilihan jajaran di perguruan tinggi juga sudah dilakukan untuk mengantisipasi. Ini dilakukan untuk mengantisipasi atau melihat dan membaca situasi yang ada pada dinamika di Indonesia karena sejak awal pansel berkepentingan calonnya tidak terindikasi paham radikal.

Pansel Capim KPK juga mendatangi Badan Narkotika Nasional (BNN). Kerja sama apa yang dilakukan Pansel dengan BNN?

Kami menggandeng BNN agar jangan sampai komisioner yang terpilih ternyata terlibat dengan jaringan peredaran gelap, TPPU terkait narkotika atau bahkan penyalahgunaan narkotika. Kerja sama dengan BNN, bukan hanya untuk mengetahui apakah Capim KPK merupakan pengguna narkotika dan obat berbahaya, namun lebih dari itu.

Barangkali nanti ada catatan-catatan bahwa yang mendaftar ini, ada namanya terlibat dalam sindikat narkotika. Ini penting. Di beberapa negara, hal itu sangat mungkin dalam pemilihan apa pun. Orang yang terpilih itu, ternyata yang mem-backing adalah kartel-kartel narkoba.

Pansel Capim KPK bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Ada pesan khusus dari Presiden?

Presiden Joko Widodo meminta kepada kami untuk mengemban amanah dengan baik, menghasilkan komisioner KPK yang baik. Bagaimanapun peran pimpinan KPK sangat penting. Presiden sangat memahami dan mengikuti dinamika yang ada. Yang paling penting, Presiden menyerahkan sepenuhnya kepada pansel.

Ketika bertemu dengan Komisioner KPK, apa saja yang dibahas?

Masukan-masukan berkaitan dengan kinerja KPK dan yang diharapkan pimpinan KPK untuk empat tahun ke depan. Kami berbicara kendalanya apa, keberhasilannya apa. Kendala dan keberhasilannya seperti apa selama ini, dan akan ditingkatkan empat tahun kemudian. Kedua, kami minta bantuan untuk tracking rekam jejak.

N-3

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.