Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Monitoring BMKG I Kemarau Ekstrem di Jawa dan Bali

Wilayah Selatan Jawa Berpotensi Gempa Besar

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi Tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG), Daryono, memperingatkan bahwa zona gempa di selatan Pulau Jawa sangat aktif. Indikatornya terlihat dari seringnya terjadi gempa skala kecil yang tidak diakhiri dengan gempa utama. Salah satunya terjadi pada 3 Agustus 2019 lalu di Madiun, tepatnya di lempeng Samudera Australia dari Bengkulu sampai Sumbawa.

"Ini adalah alarm, mengingatkan kita bahwa zona gempa di selatan Pulau Jawa sangat aktif. Suatu saat nanti kita bisa jumpai gempa yang besar lebih dari itu karena di sana sudah beberapa kali terjadi gempa kuat," ujar Daryono dalam konferensi pers di Kantor Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Jumat (30/8).

Hasil monitoring BMKG pada Agustus 2019, telah terjadi gempa tektonik sebanyak 673 kali. Jumlah tersebut mengalami penurunan dibanding Juli 2019 yang gempanya terjadi 841 kali. Gempa berskala besar di selatan Pulau Jawa, lanjut Daryono, sudah terjadi sejak bertahun-tahun silam, antara lain tahun 1903, 1943 di selatan Yogyakarta, gempa 1964, dan tahun 2006 di Yogyakarta.

Oleh karena itu, kawasan itu sangat mungkin berhadapan dengan gempa-gempa besar sehingga masyarakat perlu menyiapkan diri.

"Selatan Pulau Jawa sangat mungkin berhadapan dengan gempa-gempa besar sehingga masyarakat harus sangat siap. Kita jangan abai," ujar Daryono.

Masyarakat harus disosialisasikan agar bangun rumah tahan gempa. Solusi gempa bumi hanya satu, bagaimana kita tinggal di rumah yang kuat. Tidak hanya itu, masyarakat juga diminta waspada dengan aktivitas gempa, khususnya di selatan Cilacap, Pangandaran, dan Banyuwangi.

Meski demikian, Daryono meminta agar masyarakat tidak cemas berlebihan mengingat aktivitas gempa suatu zona tidak mesti berujung dengan gempa besar.

"Meski gempa besar pasti didahului gempa-gempa kecil, tetap waspada, tidak usah percaya isu. Jika tidak ada peringatan tsunami, tidak perlu mengungsi. Jika gempa besar banget di pantai, silakan mengungsi," kata dia.

Puncak Kemarau

Di tempat yang sama, Kepala Sub Bidang Analisis dan Informasi Iklim BMKG, Adi Ripald, memprediksi puncak musim kemarau akan berlangsung Agustus-September 2019. Adi mengatakan, saat ini wilayah Indonesia 97 persennya sedang mengalami musim kemarau.

"Agustus musim kemarau. Agustus-September ini puncak musim kemarau, 97 persen musim kemarau," ujar Adi.

Berdasarkan hasil monitoring BMKG di pos-pos hujan di seluruh kecamatan di Indonesia, kemarau paling ekstrem tersebar dari wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Di wilayah-wilayah tersebut sudah tidak ada hujan selama dua bulan sepanjang 2019 ini.

"Data kami mulai dari Banten, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY, NTB, NTT. Di NTT ada satu wilayah yang lebih dari 100 hari tidak ada hujan, ada satu kecamatan yang 157 hari tidak hujan. 5-4 bulan tidak ada hujan," kata dia.

Adi menegaskan dampak dari tidak turunnya hujan yang cukup panjang ini membuat kekeringan ekstrem berstatus awas terjadi, antara lain terjadi di Lampung, Jawa, Banten, Jawa Barat, Jakarta Utara, Jawa Tengah, DIY, Bali, dan Nusa Tenggara. ola/Ant/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Yolanda Permata Putri Syahtanjung, Antara

Komentar

Komentar
()

Top