Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kondisi Makroekonomi

Waspadai Tren Inflasi di Negara Berkembang

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu menstabilkan harga bahan pokok (bapok) secepatnya, mengingat tak lama lagi memasuki Ramadan yang biasanya menjadi salah satu periode inflasi tinggi di dalam negeri. Sampai saat ini, belum ada tanda-tanda harga minyak goreng turun. Padahal, beragam amunisi kebijakan sudah dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Saat ini, pemerintah perlu mencermati dampak inflasi sudah merambat ke negara berkembang. Argentina, misalnya, inflasinya pada Februari 2022 mencapai 50 persen, begitu juga Turki 48 persen. Apabila pemerintah tak bergerak cepat, inflasi pada April dan Mei mendatang melonjak signifikan. Selain Ramadan, faktor lain pendorong inflasi bulan depan yakni dampak perkembangan global.

Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai fluktuasi harga bahan pangan pokok dipicu efek domino lonjakan harga internasional di beberapa jenis komoditas pertanian akibat anomali cuaca, serta kenaikan harga pupuk non subsidi. Dari kondisi ini yang semakin berat menanggung beban adalah para petani dalam negeri.

"Masyarakat sebagai konsumen pun juga semakin berat dengan rendahnya daya beli, berbagai komoditas naik termasuk minyak goreng kemasan sederhana, minyak goreng kemasan premium, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, bawang merah putih dan yang terakhir kedelai sebagai bahan baku tahu tempe," jelasnya di Jakarta, Kamis (17/2).

Karenanya, dia mendesak pemerintah segera menstabilkan harga pangan pokok ini. "Sebab, ketika sudah dekat puasa dan lebaran, yang dalam kondisi normal saja terjadi lonjakan harga, apalagi kondisi saat ini yang masih situasi pandemi," ujarnya.

Politisi Dapil Sulawesi Selatan II ini juga mengatakan, pemerintah bukan saja menjamin stok pangan pokok namun juga pola distribusi yang baik sehingga tidak menimbulkan ketidakseimbangan stok antara daerah kota besar dan perdesaan, antara pulau Jawa dan luar Jawa.

"Semakin hari, persoalan pangan ini menjadi sangat serius, sehingga perlu tindakan besar bagi pemerintah untuk menyelesaikan satu persatu mulai dari persoalan harga, ketersediaan hingga manajemen logistik persebaran ke seluruh wilayah Indonesia," terangnya.

Dampak Pengetatan

Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia perlu mewaspadai lonjakan inflasi global terutama dari negara-negara maju, dalam menyusun RAPBN 2023. "Seperti diketahui, Amerika mencapai 7,5 persen inflasinya pada bulan Februari ini dan ini akan mendorong kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas," kata Menkeu.

Menkeu menilai kondisi tersebut akan memberikan dampak spillover atau rambatan yang harus diwaspadai yaitu dalam bentuk capital outflow yang akan mengalami pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga. "Dan juga dari sisi yield atau imbal hasil dari surat berharga yang tentu akan mendorong biaya untuk surat utang negara," ujar Menkeu.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top