Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekspor-Impor

Waspadai, Surplus Perdagangan yang Turun Bisa Berlanjut ke Defisit

Foto : ISTIMEWA

Teuku Riefky Ekonom dari LPEM FEB UI - Pada Juni 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar 2,39 miliar dollar AS.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta mewaspadai neraca perdagangan kini dalam tren surplus, tetapi semakin turun atau menyempit. Jika tren tersebut terus berlangsung maka penurunan surplus bisa berlanjut ke defisit, sehingga mengancam rupiah semakin melemah.

Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Teuku Riefky, mengatakan surplus perdagangan Indonesia menyempit akibat penurunan ekspor dan impor.

"Pada Juni 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar 2,39 miliar dollar Amerika Serikat (AS), menandai surplus perdagangan selama 50 bulan berturut-turut," kata Riefky, di Jakarta, Rabu (17/7).

Namun demikian, suplus tersebut turun 18,30 persen secara bulanan atau month to month (mtm) dibandingkan dengan posisi Mei 2024 yang surplus 2,93 miliar dollar AS.

Penurunan surplus neraca perdagangan itu disebabkan oleh penurunan ekspor dan impor secara simultan, dengan ekspor mengalami penurunan yang lebih signifikan daripada impor.

Nilai ekspor, jelasnya, mencapai 20,84 miliar dollar AS pada Juni 2024, turun 6,65 persen (mtm) dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan meningkat 1,17 persen secara tahunan atau year on year (yoy).

Penurunan ekspor disebabkan oleh penurunan ekspor migas dan nonmigas. Ekspor migas turun 13,24 persen (mtm) menjadi 1,23 miliar dollar AS, sedangkan ekspor nonmigas turun 6,21 persen (mtm) menjadi 19,61 miliar dollar AS.

Ekspor ke Tiongkok, Asean, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang mengalami penurunan bulanan masing-masing sebesar 1,72 persen (mtm), 4,47 persen (mtm), 9,99 persen (mtm), 24,87 persen (mtm), dan 30,14 persen (mtm).

Barang Konsumsi Naik

Sementara itu, nilai impor pada Juni 2024 mencapai 18,45 miliar dollar AS atau turun 4,89 persen (mtm) dari 19,40 miliar dollar AS pada bulan sebelumnya dan meningkat 7,58 persen secara yoy.

Penurunan impor itu didorong oleh penurunan impor bahan baku dan barang modal, sebagian disebabkan depresiasi rupiah, yang membuat barang impor relatif lebih mahal. Impor bahan baku turun 3,41 persen (mtm) menjadi 12,36 miliar dolar AS, sementara impor barang modal turun 14,51 persen (mtm) menjadi 3,20 miliar dolar AS. Sebaliknya, impor barang konsumsi naik 2,48 persen (mtm) pada Juni 2024, mencapai 1,59 miliar dollar AS.

Penurunan impor bahan baku dan barang modal tecermin dari penurunan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia yang turun menjadi 50,7 pada Juni 2024 dari 52,1 pada Mei 2024. Meskipun masih berada di wilayah ekspansif, hal itu menandai indeks terendah dalam tiga belas bulan terakhir.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan menurunnya surplus perdagangan karena pertumbuhan ekspor lebih rendah dari pertumbuhan impor.

"Sebab itu, perlu dicermati jenis barang impor apa yang turun, apakah dari jenis barang konsumsi atau input. Jika input, ke depannya harus dikurangi kebergantungannya. Jika barang konsumsi, nampaknya kampanye bangga produk Indonesia harus lebih diintensifkan," kata Suhartoko.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top