Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Stabilitas Keuangan - 2019, Pengetatan Likuiditas Global Diprediksi Tak Akan Terjadi

Waspadai Risiko Sistemik Utama

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Sektor keuangan dinilai perlu mewaspadai dua sumber risiko sistemik utama pada 2019, yaitu respons terhadap pengetatan kebijakan bank sentral negara maju dan keagresifan negara berkembang. Kedua risiko tersebut bakal membuat kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas global tidak terjadi.

"Patuhnya Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terhadap Presiden (Donald) Trump merupakan bentuk nyata dari dovish-nya risiko sistemik tersebut. Bank Indonesia (BI) dengan memperhitungkan covered interest parity telah menempatkan kebijakan moneter yang tepat yang a head the curve," kata President Director for Banking Crisis Achmad Deni Daruri dalam siaran pers, di Jakarta, Selasa (26/2).

Menurutnya, langkah BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menganut prinsip bank follows the trade tampaknya berhasil menjangkar risiko inflasi yang berpotensi ditimbulkan oleh perang dagang. "Hal ini juga dapat terjadi akibat kecerdikan pengelola sektor moneter dan keuangan di Indonesia dalam mengelola kebijakan moneter dan keuangan yang tidak melemahkan peran negara dan masyarakat dalam pembangunan," katanya.

Teori ini dikembangkan oleh Raghuram Rajan, lulusan Universitas Chicago yang pernah menjadi gubernur bank sentral India dan chief economist IMF, namun justru di Indonesia-lah teori ini dapat diterapkan dengan baik oleh BI dan OJK.

"Acungan jempol patut diberikan khususnya kepada BI yang mampu melakukan kebijakan moneter yang bersifat divergensi setelah mampu membaca dengan baik pergerakan deviasi yang besar dari rupiah terhadap dollar Amerika Serikat dalam konteks covered interest parity khususnya pada akhir 2018 dan awal 2019," katanya.

Menurutnya, jika kewaspadaan ini dapat dipertahankan dengan baik maka dapat diperkirakan stabilitas sistem keuangan pada 2019 akan kembali dapat terjaga dengan baik.

Terlebih lagi, BI memprioritaskan penjagaan stabilitas ketimbang pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, kata Achmad, langkah Bank Indonesia mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate atau BI7DRR sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen berdasarkan "covered interest rate parity" merupakan langkah yang tepat seiring dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari kenyataan dan ekspektasi nilai tukar rupiah yang lebih murah dari yang terjadi di pasar.

Seperti diketahui, The Fed terakhir kali menaikkan bunga acuan pada Desember 2018 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi di kisaran 2,25-2,50 persen. Ini merupakan kenaikan keempat kalinya sepanjang tahun lalu. Tahun ini, The Fed diperkirakan tak terlalu agresif menaikkan bunga acuannya (dovish) dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian yang masih tak menentu.

Perbankan Optimistis

Sementara itu, bankir mengungkapkan nasabah perbankan lebih merasa optimistis di tahun politik 2019 sehingga pemerintah diharapkan terus mengeluarkan kebijakan positif.

Chief Executive Officer Standard Chartered, Rino Donosepoetro, di Medan, Sumatera Utara, awal pekan ini, mengatakan nasabah mengaku masih cukup optimistis pada perekonomian 2019, meski ada tahun politik yakni pemilu serentak. "Keputusan finansial dan berinvestasi tahun ini dipengaruhi nuansa politik, mengingat adanya pemilu yang segera berlangsung, tetapi pebisnis merasa lebih optimistis," katanya.

Chief Economist Standard Chartered, Aldian Taloputra, menyebutkan keoptimisan memang mengacu pada pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, di tengah masih terpuruknya ekonomi global. Dia memprediksi pada 2019 ekonomi nasional bisa tumbuh 5,1-5,3 persen dengan angka inflasi 3,8 persen.

mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top