Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Neraca Perdagangan l Sepanjang Januari-Juli 2019, Defisit Perdagangan RI-Tiongkok USD11,05 milliar

Waspadai Lonjakan Impor Tiongkok

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah dinilai perlu mengambil langkah strategis guna menyiasati tren peningkatan impor barang dari Tiongkok. Trade diversion atau pengalihan perdagangan yang dilakukan Tiongkok jika tak disikapi secara serius akan melemahkan struktur perdagangan Indonesia dalam jangka panjang

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kepala BPS, Suhariyanto menyebutkan neraca perdagangan RI dengan Negeri Panda sepanjang Januari-Juli 2019 defisit 11,05 milliar dollar AS. Angka tersebut meningkat dibandingkan catatan pada periode sama tahun lalu sebesar 10,33 milliar dollar AS.

"Tak hanya dengan Tiongkok, neraca perdagangan RI juga tekor dengan dua negara lainnya yaitu Australia dan Thailand. Dengan Thailand defisit sebesar 2,21 milliar dollar AS, sementara dengan negeri Kangguru (Australia) 1,5 milliar dollar AS," ujar Suhariyanto di Jakarta, Kamis pekan lalu.

Secara umum, nilai impor Indonesia Juli 2019 mencapai 15,51 miliar dollar AS atau naik 34,96 persen dibanding Juni 2019, namun jika dibandingkan Juli 2018 turun 15,21 persen. Adapun impor nonmigas Juli 2019 mencapai 13,77 miliar dollar AS atau naik 40,72 persen dibanding Juni 2019, sebaliknya jika dibandingkan Juli 2018 turun 11,96 persen.

Sementara untuk ekspor, per Juli 2019 nilainya mencapai 15,45 miliar dollar AS atau meningkat 31,02 persen dibanding ekspor pada Juni 2019. Namun, angka itu turun dibandingkan capaian pada Juli 2018 dengan penurunan mencapai 5,12 persen.

Khusus untuk ekspor nonmigas pada Juli 2019 mencapai 13,85 miliar dollar AS, naik 25,33 persen dibanding Juni 2019. Namun, nilai itu turun 6,88 persen dibandingkan capaian pada Juli 2018.

"Trade Diversion"

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menyampaikan pembengkakan impor dari Tiongkok akibat dampak perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Karenanya, Tiongkok mengalihkan perdagangan produknya (trade diversion) ke Indonesia.

Menurut Bhima, dipilihnya RI karena konsumsi yang stabil yang ditunjang oleh populasi penduduk yan banyak. Selain itu, proyek infrastruktur yang sedang dikerjakan pemerintah juga bahan bakunya banyak dari negara di kawasan Asia Timur tersebut.

"Perlu dicermati apakah karena barangnya berkualitas dan lebih murah seperti produk besi baja yang ditenggari mengandung damping. Inilah yang kemudian bisa berdampak cukup signifikan lonjakan impor dari Tiongkok," kata Bhima,

Di sisi lain, defisit neraca perdagangan ke Tiongkok juga dipicu oleh nilai ekspor Indonesia rendah. Seiring peningkatan tensi perang dagang, permintaan ekspor produksi RI oleh Tiongkok khusus tambang dan perkebunan, turun.

Untuk itu, lanjut Bhima, pemerintah harus mulai memproteksi barang-barang dari Tiongkok, khususnya melalui metode hambatan nontarif, termasuk dengan standar nasional Indonesia (SNI). Pengawasannya juga lebih ketat dan penggunaan produksi lokal untuk proyek infrastuktur sehingga konten impor turun.ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top