Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Strategi Pembangunan

Waspadai Deindustrialisasi karena Berdampak pada Pertumbuhan

Foto : Sumber: BPS - kj/ones
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Indikasi deindustrialisasi patut diwaspadai, mengingat berdampak pada penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi. Industri manufaktur menjadi andalan dalam menyerap tenaga kerja, sehingga penurunan peran industri dalam perekonomian tentu harus diwaspadai karena dapat berdampak pada angka pengangguran.

"Tren deindustrialisasi yang ada akan mengakibatkan angka kemiskinan dan pengangguran baru, karena jumlah penduduk terus tumbuh. Artinya yang tidak terserap oleh sektor ini juga terus bertambah. Ini akan membuat kesenjangan ekonomi yang sekarang sudah lebar," kata Rektor Tiga Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, kepada Koran Jakarta, Jumat (29/3).

Sebetulnya, tambah Surokim, kapasitas SDM di Indonesia tidak kalah, tetapi untuk naik kelas menjadi negara maju harus ada environment investasi dan industri yang menunjang. Ini yang perlu dibenahi, termasuk sistem dan perizinan.

Sementara itu, Direktur Narasi Institut, Achmad Nur Hidayat, menyatakan Indonesia dalam beberapa dekade terakhir telah mengalami deindustrialisasi. Hal itu bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang makin ke sini makin tergantung pada konsumsi domestik.

"Konsumsi domestik itu sangat tergantung pada barang-barang impor, bahkan di konsumsi paling primer yakni pangan dan sandang," kata Achmad.

Makin Bersaing

Achmad meminta para ekonom membandingkan apa yang terjadi di Indonesia dengan Vietnam dan Thailand yang produk-produknya makin bersaing di pasar Asia bahkan dunia.

Dia menyoroti angka Incremental Capital-Output Ratio (ICOR), yang merupakan indikator efisiensi investasi dalam menghasilkan output atau pertumbuhan ekonomi, Indonesia terus naik.

Menurut Achmad, ICOR dihitung dengan membagi penambahan investasi (capital) dengan penambahan output (GDP). Nilai ICOR yang rendah menunjukkan efisiensi tinggi. Artinya dibutuhkan investasi yang lebih sedikit untuk menghasilkan satu unit pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, nilai ICOR yang tinggi menunjukkan efisiensi investasi yang lebih rendah.

"Data yang menunjukkan ICOR Indonesia yang meningkat menjadi 7,3 di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi sejak tahun 2014 hingga 2022, dibandingkan dengan periode sebelumnya di era Orde Baru dan pemerintahan SBY. Hal itu kan indikasi bahwa telah terjadi deindustrialisasi yang membuat daya saing kita makin lemah," tandas Achmad.

Surokim dan Achmad ini menanggapi apa yang disampaikan ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia (UI), Kiki Verico.

Menurut Kiki, Indonesia tidak mengalami fase penurunan kontribusi industri terhadap perekonomian atau deindustrialisasi karena sektor manufaktur terus mengalami pertumbuhan positif.

"Deindustrialisasi itu dialami oleh negara yang sudah mencapai tahap advanced manufacturing atau maju manufakturnya lalu menurun (sunset) dan mulai digantikan negara lain yang manufakturnya baru take-off (sunrise). Negara industri maju itu lalu bergeser backbone ekonominya dari industri manufaktur ke sektor jasa," kata Kiki, di Jakarta, Jumat (29/3).


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top