Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Izin Pertambangan - Pemberian IUPK bagi Ormas Butuh Pengawasan Jelas

Waspadai Bahaya Ekologi di Balik IUPK

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Organisasi masyarakat (ormas) keagamaan diharapkan secara serempak menolak pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah lantaran aktivitas pertambangan merupakan bisnis ekstratif yang merusak alam. Jika ormas keagamaan menerima IUPK, itu sama halnya turut serta dalam praktik merusak lingkungan sehingga bertentangan dengan idealisme ormas.

Ketua Presidium PP Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Tri Natalia Urada, menuturkan jika merujuk pada data Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) saat ini sebanyak 7.993 izin mineral dan pertambangan (minerba) dengan luas 10.406.060 hektare (ha). Alhasil, operasi ini berdampak pada kerusakan lingkungan yang panjang dan belum dipulihkan.

Atas nama kemajuan ekonomi, lanjutnya, pembukaan lahan skala besar justru mencemari air, udara, dan laut yang berdampak pada terganggunya kesehatan manusia, kerusakan pangan lokal, terutama sekitar tapak tambang. "Jadi, jika PMKRI turut terlibat dalam urusan tambang, sama halnya kami melestarikan persoalan-persoalan yang ada dan akan sangat paradoks dengan kerja-kerja yang kami lakukan selama ini, yaitu menjaga kedaulatan lingkungan," tegas Tri Natalia kepada Koran Jakarta, Rabu (5/6).

Dia memperingatkan rencana ini juga akan berisiko menimbulkan konflik agraria baru dengan masyarakat dan mempertajam ketimpangan sosial. Berdasarkan data KPA, sepanjang 2023, tambang menyebabkan 32 letusan konflik agraria di 127.525 hektare lahan dengan 48.622 keluarga dari 57 desa terdampak tambang.

"Kami berharap pemerintah menghentikan rencana ini dengan segera merevisi PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara," tegas Tri.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Melky Nahar, menegaskan iming-iming tambang mendorong kesejahteraan umat juga tidak benar. Dirinya menegaskan IUP Ormas hanya politik balas jasa pemerintah.

"Kami mendesak ormas keagamaan untuk tegas menolak konsesi tambang yang diberikan di pemerintahan Jokowi," tegasnya.

Seperti diketahui, Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, mengatakan pemerintah menyiapkan IUPK yang memiliki cadangan batu bara jumbo untuk Nahdlatul Ulama (NU), selaku ormas keagamaan terbesar.

"Kita akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam mengoptimalkan organisasi," kata Bahlil di Bekasi, Jawa Barat, Senin (3/6).

Adapun pemerintah telah merilis PP No 25/2024 tentang Perubahan atas PP 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba). Aturan anyar yang diteken Presiden Jokowi pada 30 Mei 2024 itu, memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) secara prioritas kepada ormas keagamaan.

Adapun WIUP yang disediakan untuk ormas keagamaan, merupakan bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B). Selanjutnya diatur dalam pasal 83A PP 25/2024.

Pengawasan Ketat

Menteri Koordinator (Menko) bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang sebelumnya berbeda sikap dengan Bahlil mengakui pemberian IUPK bagi ormas keagamaan sarat konflik kepentingan. Atas dasar itu, dirinya meminta perlu adanya pengawasan yang jelas.

Dia mengatakan dalam pemberian IUPK bagi ormas keagamaan itu perlu ditata dengan baik. Ditambah lagi, perlu adanya pengawasan yang dilakukan, termasuk oleh masyarakat.

Pengawasan penting untuk menghindari adanya oknum yang memanfaatkan untuk kepentingan pribadi.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top