Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Makro Ekonomi | Kenaikan Harga BBM Pertalite Dikhawatirkan Picu Inflasi Tinggi

Waspadai Ancaman Inflasi Pangan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah diminta tak gegabah mengambil kebijakan seiring dinamika ekonomi global. Saat ini, dunia dihadapkan pada risiko krisis energi dan rantai pasok pangan di pasar global.

Apabila risiko tersebut disikapi secara tak tepat, dikhawatirkan bisa mengganggu upaya pemulihan ekonomi di dalam negeri. Karena itu, pemerintah diminta menahan diri untuk tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang banyak dikonsumsi masyarakat.

Merespons masalah krisis energi dan ranrai pasok global, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda mengatakan harga komoditas sebenarnya juga membawa angin positif bagi Indonesia karena ekspornya masih bertumpu pada batu bara dan crude palm oil (CPO). "Namun, dampak negatifnya, kita sebagai net importir minyak bumi harus menanggung impor minyak yang tinggi. Subsidi energi bisa jebol," ungkapnya pada Koran Jakarta, Minggu (31/10).

Saat ini, kata dia, langkah paling tepat memang realokasi anggaran terlebih dahulu guna menutup anggaran subsidi energi yang bisa jebol. Jika menaikkan harga BBM, inflasi yang menekan daya beli akan terjadi dan kontradiktif dengan pemulihan ekonomi.

"Lagian, Pertamina juga sudah mengeruk keuntungan banyak ketika harga BBM masih rendah. Jadi, Pertamina bisa menutup selisih harga dengan menggunakan keuntungan tersebut terlebih dahulu sih," ujarnya.

Menurutnya, tidak tepat jika Pertamina menaikkan Pertalite karena bisa memicu inflasi. Inflasi yang menekan daya beli ini bisa menganggu proses pemulihan ekonomi nasional.

Sebelumnya, Direktur Pemeriksaan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Edi Broto Suwarno mengatakan krisis energi bisa memicu ketidakpastian pemulihan ekonomi global. Dia menyatakan krisis energi yang dialami berbagai belahan dunia dapat menyebabkan ketidakpastian terhadap proses pemulihan dan perbaikan ekonomi global pada 2022.

"Krisis energi yang dialami oleh berbagai belahan dunia menyebabkan kenaikan harga komoditas yang diikuti peningkatan harga bahan baku dan logistik,"ungkapnya.

Gejolak Pangan

Sementara itu, Peneliti Ekonomi Core Indonesia, Yusuf Rendi Manilet memperingatkan pemerintah perlu mengantisipasi dampak lanjutan dari kenaikan harga logistik terhadap inflasi beberapa komoditas pangan. Kenaikan biaya logistik tersebut salah satunya dipicu krisis energi.

"Jika ada efek lanjutan, ini akan mempengaruhi indeks harga pangan global," tegasnya.

Mengutip laporan Badan Pangan Dunia (FAO) pada Oktober lalu, dia mengungpkapkan terjadi kenaikan harga komoditas pangan utama di sejumlah negara, seperti Brasil dan Meksiko.

Karenanya, untuk konteks Indonesia, lanjutnya, saat ini pemerintah perlu menyiapkan upaya menjaga ketersediaan pangan di dalam negeri, terutama pada beberapa komoditas pangan yang sering diimpor seperti beras, daging, dan bawang putih.

"Jangan sampai, ketika permintaan di dalam negeri meningkat, namun stok berkurang. Sehingga pemerintah harus mengimpor di tengah potensi kenaikan harga pangan global," ungkap Yusuf Rendi.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top