Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Pemerintah

Wali Kota London Ingin Sita Properti WN Russia Senilai Rp21,7 Triliun

Foto : JUSTIN TALLIS / AFP

Walikota London, Sadiq Khan mendesak pemerintah Inggris untuk menyita properti milik warga negara Russia yang diduga terkait dengan Kremlin, Minggu (25/2).

A   A   A   Pengaturan Font

MOSKWA - Wali Kota London, Sadiq Khan, pada Minggu (25/2), mendesak pemerintah Inggris untuk menyita properti milik warga negara Russia yang diduga terkait dengan Kremlin. Dana penjualan dari hasil sitaan properti tersebut dapat digunakan dalam membangun perumahan bagi para pengungsi Ukraina.

"Saya mendesak pemerintah untuk menyita aset properti yang dimiliki oleh sekutu (Presiden Russia Vladimir) Putin, serta membuat daftar efektif atas kepemilikan manfaat properti di luar negeri," kata Khan dalam suratnya kepada Menteri Peningkatan, Perumahan dan Komunitas, Michael Gove, yang disiarkan oleh radio LBC.

Seperti dikutip dari Antara, Khan mengatakan analisis baru oleh Balai mengungkapkan bahwa jika 1,1 miliar pound (sekitar 21,7 triliun rupiah) dari properti, yang diidentifikasi oleh Transparansi Internasional pada 2022 sebagai milik warga negara Russia yang dituduh melakukan korupsi atau memiliki hubungan dengan Kremlin, itu dapat dijual maka akan menyediakan dana yang cukup untuk membangun lebih dari 4.000 rumah berbiaya rendah.

Khan dalam suratnya menambahkan Inggris dapat menggunakan dana dari penjualan properti itu untuk menyediakan perumahan bagi pengungsi Ukraina di London.

Setelah dimulainya operasi militer khusus Russia di Ukraina pada 24 Februari 2022, negara-negara Barat dan Uni Eropa memberlakukan sanksi komprehensif terhadap Russia, termasuk pembekuan hampir setengah cadangan mata uang asing negara tersebut.

Melanggar Hukum

Russia menyatakan segala upaya untuk menyita aset-asetnya yang dibekukan akan melanggar hukum internasional.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Russia, Maria Zakharova, mengatakan rencana Uni Eropa untuk menyita aset-aset bank sentral Russia merupakan sebuah eskalasi agresi ekonomi dan memperingatkan Moskwa akan menanggapi hal tersebut dengan cara yang keras.

Pada Desember tahun lalu, Kantor Penerapan Sanksi Keuangan Kementerian Keuangan Inggris mengatakan negara tersebut telah membekukan aset Russia senilai 22,7 miliar pound (sekitar 449,2 triliun rupiah) serta memberikan sanksi kepada sekitar 90 persen sektor perbankan Russia sejak Februari 2022.

Sebelumnya, Badan Keamanan Ukraina atau Security Service of Ukraine (SBU) menyatakan telah menyita aset senilai lebih dari 3,5 miliar hryvnia (sekitar 1,39 triliun rupiah) dari triliuner Vadym Novynskyi, yang sedang diselidiki karena membantu Russia.

Menurut majalah Forbes, Novynskyi memiliki harta kekayaan hingga 1,4 miliar dollar AS (sekitar 20,57 triliun rupiah). Dia adalah salah satu orang terkaya di Ukraina, mantan anggota dewan, dan penyokong Gereja Ortodoks Ukraina atau Ukrainian Orthodox Church (UOC).

Novynskyi tidak tinggal di Ukraina dan keberadaannya tidak diketahui. Dia tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentarnya. Dia dijatuhi sanksi oleh Ukraina pada Desember bersama beberapa uskup UOC, menyusul penggeledahan terhadap properti gereja atas tuduhan memiliki kaitan dengan Russia. Novynskyi menyebut sanksi tersebut adalah persekusi atas dasar keagamaan.

Dalam pernyataannya, SBU mengatakan Novynskyi telah mencoba untuk menghindari sanksi dengan mentransfer aset-asetnya ke struktur komersial yang terafiliasi. Mereka telah menyita aset-aset Novynskyi, termasuk akta kepemilikan 40 perusahaan Ukraina dan 30 sumur gas alam.

"Properti oligarki pro Russia, Vadym Novynskyi, yang terlibat dalam membantu negara agresor, telah disita," kata SBU.

Perusahaan Novynskyi, Smart Holding, menyatakan kantornya telah digeledah oleh SBU. Perusahaan tersebut menyebut penggeledahan itu tidak berdasar dan menuding keterlibatan pesaing perusahaan yang tidak disebutkan namanya.

Detail tuduhan terhadap Novynskyi, yang diduga membantu Russia, belum diungkap. Kasus itu muncul di tengah memanasnya perselisihan antara pemerintah Ukraina dan UOC.

Kiev menuduh UOC mempertahankan hubungan keagamaan jangka panjang dengan Moskwa meski secara resmi telah memutuskan hubungan itu pada Februari 2022.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top