Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Waduh Semoga Tidak Banyak Korban, PBB: Banjir Terburuk Sudan Selatan Akibat Perubahan Iklim

Foto : ANTARA/Reuters

Arsip - Anak-anak bermain di genangan air setelah Sungai Nil memecah tanggul di Pibor, Wilayah Administratif Pibor Raya, Sudan Selatan, 6 Oktober 2020.

A   A   A   Pengaturan Font

Jenewa - Lebih dari 700.000 orang terkena dampak banjir di Sudan Selatan, kata badan pengungsi PBB UNHCR pada Selasa.

Badan dunia itu menyalahkan perubahan iklim sebagai penyebab banjir terburuk di beberapa bagian negara Afrika itu dalam hampir 60 tahun.

"Negara ini berada di garis depan darurat iklim. Warganya juga menjadi korban kerusakan akibat pertempuran yang tidak mereka inginkan," Arafat Jamal, perwakilan UNHCR di Sudan Selatan, mengatakan pada pengarahan PBB di Jenewa melalui tautan video dari ibu kota Juba.

Jamal mengatakan 700.000 orang telah terdampak sejauh ini dan jumlahnya terus meningkat. Dia tidak memiliki data korban tewas akibat banjir baru-baru ini.

Hujan deras dalam beberapa pekan terakhir telah menyapu rumah-rumah dan menggenangi lahan pertanian, memaksa keluarga dan ternak untuk mencari keselamatan di tempat yang lebih tinggi, kata Jamal.

UNHCR mengatakan banjir terutama mempengaruhi empat negara bagian, dan di beberapa daerah adalah yang terburuk sejak 1962. Kemampuan masyarakat untuk mengatasi bencana alam itu terkikis oleh tiga tahun banjir berturut-turut.

Beberapa orang terlantar dan terpaksa bertahan hidup dengan memakan rumput atau akar, sementara yang lain harus berjalan berhari-hari untuk mencapai lahan kering, kata Jamal.

Sapi tenggelam dan tanaman seperti sorgum dan milet hancur, katanya.

"Semakin banyak yang hilang, semakin banyak orang menjadi tergantung pada bantuan," katanya.

Hujan diperkirakan akan berlanjut selama sisa tahun ini dan meningkatkan jumlah orang yang membutuhkan bantuan, dan perpindahan orang ke tempat yang lebih tinggi meningkatkan risiko konflik antarmasyarakat, kata UNHCR.

Hampir satu dekade setelah Sudan Selatan memperoleh kemerdekaan setelah perang, negara itu menghadapi ancaman konflik, perubahan iklim dan COVID-19, kata kepala misi PBB di negara itu pada Maret.

Hampir semua penduduk bergantung pada bantuan pangan internasional, dan sebagian besar layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan disediakan oleh PBB dan kelompok bantuan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top