Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
PERSPEKTIF

Wacana Pembubaran OJK

Foto : ANTARA/Dewa Wiguna.

Tangkapan layar Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto dalam jumpa pers pengawasan terintegrasi OJK dan stabilitas sistem keuangan di Jakarta, Rabu (2/9).

A   A   A   Pengaturan Font

Saat krisis Northern Rock, koordinasi antara FSA dan Bank of England sebagai Lender of The Last Resort sangat lemah. Masyarakat Inggris marah dan puncaknya FSA dibubarkan

Dalam rapat kabinet paripurna pertengahan Juni lalu, Presiden Joko Widodo marah karena menilai jajarannya tidak bekerja maksimal dalam menangani Pandemi Covid-19. Jokowi pun lantas mengancam akan membubarkan lembaga-lembaga atau pun mengganti pejabat yang menurutnya tidak mampu mendukung pemerintah dalam menangani pandemi.

Kemenpan Refromasi dan Birokrasi (Kemenpan RB) telah melihat dan mencermati lembaga mana saja yang urgensinya belum maksimal dan memungkinkan untuk diusulkan dibubarkan. Walau jelas lembaga yang akan dibubarkan adalah terkait lambannya penanganan Pandemi Covid-19, namun spekulasi muncul lembaga mana saja yang akan dibubarkan. Bahkan ada yang menyebutkan salah satunya adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan Pandemi Covid-19. Dugaan ini kembali mengingatkan kita tentang usulan pembubaran OJK beberapa waktu lalu.

OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, dan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil serta mampu melindungi kepentingan konsumen maupun masyarakat. Namun kenyataannya, sejak resmi beroperasi pada 31 Desember 2012, banyak yang menilai OJK gagal menjalankan fungsinya. Yang paling ramai diperbincangkan adalah kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya.

Jaksa Agung S Burhanuddin menilai OJK telah gagal mengawasi perusahaan asuransi. Dalam kasus Jiwasraya, fungsi pengawasan OJK dinilai tidak berfungsi yang menyebabkan kerugian negara Rp 13,7 triliun. Kemudian kasus PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang mengalihkan investasinya dari deposito dan penempatan saham langsung dan reksa dana, bisa mencapai Rp 16 triliun.

Dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Asabri kedapatan membeli saham bodong senilai Rp 802 miliar. Perseroan juga tercatat membeli dua saham milik PT Eureka Prima Jakarta Tbk senilai Rp 203,9 miliar dan PT Sugih Energy Tbk seharga Rp 452 miliar.
Halaman Selanjutnya....

Komentar

Komentar
()

Top