Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Vulkanolog Institute Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman, tentang Tsunami Banten dan Lampung

Volcanogenis Tsunami Berbahaya sebab Tidak Didahului Surutnya Air Laut

Foto : KORAN JAKARTA/TEGUH RAHARDJO
A   A   A   Pengaturan Font

Untuk mengupas masalah ini, Koran Jakarta mewawancarai seorang volkanolog dari ITB, Bandung, Mirzam Abdurrachman, akhir pekan ini. Berikut petikan wawancaranya.

Banyak pendapat terkait pemicu tsunami Banten-Lampung, menurut Anda bagaimana?

Pantauan kami memang ada peningkatan aktivitas Anak Krakatau. Lebih dari 400 letusan kecil terjadi dalam beberapa bulan terakhir. Terdengar dentuman keras pada malam sebelum tsunami, sekitar pukul 18.00 dan terus terdengar hingga pagi hari. Terdengar jelas hingga Pulau Sebesi yang berjarak lebih dari 10 km arah timur laut. Saya kira memang Anak Krakatau ini sedang meletus dan letusannya inilah yang menyebabkan volcanogenis tsunami. Tapi tentu harus ada penelitian lebih detil.

Lalu, penyebab tsunami itu sendiri?

Ada beberapa perkiraan yang menurut saya bisa menyebabkan terjadinya volcanogenis tsunami. Pertama, letusan gunung yang ada di dalam laut menyebabkan kolom air laut naik. Kedua, pembentukan kaldera akibat letusan besar gunung api di laut menyebabkan perubahan kesetimbangan volume air secara tiba-tiba. Air masuk kaldera dengan cepat, mengisinya lalu membalikanya menjadi tsunami. Tapi, ini bisa diketahui dengan mudah karena muka air laut akan turun, sebelum kemudian akan kembali balik dalam bentuk tsunami. Ketiga adalah adanya longsor di dasar laut sekitar Anak Krakatau. Nah, yang terjadi kemarin itu tidak ada muka air laut yang turun, tapi langsung naik. Sehingga dianggap hanya air pasang. Inilah bahayanya volcanogenis tsunami, terutama akibat longsor. Sebab meski tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan gunung meletus, namun bisa sangat merusak dan berbahaya karena tidak didahului oleh surutnya muka air laut.

Tapi, kemungkinan besar karena letusan Anak Krakatau?

Kemungkinan karena longsor di dalam laut. Tapi pemicu longsornya apa, harus diteliti juga. Bisa karena memang lereng gunungnya yang sudah tidak kuat sehingga kolaps atau terjadi erupsi samping. Ada letusan di samping gunung yang kemudian memicu longsor.

Penelitian terkait potensi bahaya Anak Krakatau sudah banyak dilakukan?

Sudah ada beberapa yang melakukan, dari ITB juga. Sejak tahun 2010 sudah ada pemetaan potensinya, lalu tahun 2013 juga dibuat. Secara historis pun erupsi Anak Krakatau ini juga terjadi dua tahunan. Sejak 2008 hingga 2018 periode letusan dua tahunan ini terjadi. Namun pada tahun 2016 lalu, tidak ada letusan Anak Krakatau. Saya kira ini mengakumulasi letusan sehingga tahun ini letusannya lebih besar dari sebelumnya.

Banyak kekhawatiran potensi tsunami lebih besar akan terjadi di lokasi yang sama, bahkan sampai ke Jakarta dan daerah lain. Menurut Anda bagaimana?

Ada yang bilang akan seperti letusan Krakatau, tentu tidak akan sebesar itu. Ini anaknya, volume metriknya jauh lebih kecil. Jika ada penelitian gelombang tsunami bisa mencapai 43 meter, itu adalah gelombang awal, yang akan semakin mengecil hingga ke daratan, tidak setinggi itu. Kemudian, energi letusannya juga tidak akan seperti letusan ibunya, tapi tentunya harus tetap waspada. Saya ambil contoh minuman soda yang menyembur saat dibuka tutupnya, lambat laun akan berkurang tenaga semburannya. Selain itu, pantauan fisik seperti debu yang sudah dirasakan masyarakat sekitar Banten, menunjukkan letusan besar sudah terjadi dan kini Anak Krakatau sedang menurunkan intensitasnya.

teguh rahardjo/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top