Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Validitas Data Pertanian Dipertanyakan

Foto : dok. pribadi
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Harga beras periode September 2018 mengalami kenaikan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kenaikan terjadi pada beras kualitas premium, medium, dan rendah. Validitas data yang berulangkali disuguhkan Kementerian Pertanian bahwa terjadi swasembada beras karenanya lagi-lagi menjadi pertanyaan.
Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, perlu melakukan evaluasi terhadap Menteri Amran terkait produksi pangan di tanah air. Pasalnya, belakangan, terjadi kenaikan harga pangan di pasaran. Di sisi lain, di berbagai pemberitaan, Mentan Amran menegaskan stabilnya harga pangan dan ketersediaan yang cukup, bahkan swasembada.
"Pada evaluasi itu, Menko Perekonomian harus mengecek validitas data produksi komoditas pangan yang dimiliki Kementan secara langsung. Tak hanya melihat data di atas kertas saja, Menko Perekonomi bersama Mentan harus melakukan pengecekan data secara langsung di lapangan.Bila data ternyata berbeda, (produksi) lebih rendah dari dimiliki Mentan, Presiden harus mengambil tindakan tegas terhadap Mentan. Ini bisa berujung kepada reshuflle," katanya, Jumat (5/10).
Ia mengaku, meski kerap menegaskan kondisi swasembada beras, dari berbagai pemberitaan, Menteri Amran tak menyajikan data pangan secara riil. "Saya tidak pernah melihat Mentan buka-bukaan produksi pangan. Logisnya, kalau produksi melimpah tidak mungkin impor," imbuhnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution sendiri mengungkapkan, data proyeksi produksi dari Kementerian Pertanian(Kementan) selalu meleset. Ini menjadi ihwal polemik impor beras.
"(Data meleset) setiap tahun," ucap Darmin sembari terkekeh di kantornya, Rabu malam (19/9).
Menko Darmin juga membeberkan bagaimana data yang meleset dari Kementan mempengaruhi pengambilan keputusan impor. Ia mengatakan pasokan beras Bulog hanya sebanyak 903 ribu ton pada 15 Januari 2018, saat pemerintah pertama kali mengadakan rapat koordinasi.
Menyesatkan
Jumlah itu sudah berkurang sebanyak 75 juta ton karena digunakan Bulog untuk operasi pasar.Klaim swasembada dan kenaikan harga beras juga disoroti oleh Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto. Seringnya Kementerian Pertanian membuat klaim swasembada terkait berbagai komoditas pertanian, dinilai menyesatkan. Pasalnya, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan, justru menyiratkan adanya kekurangan dari sisi produksi. Jika terus dibiarkan, kekhawatiran membuat kebijakan dari data yang salah, sangat mungkin terjadi.
"Berbahaya untuk misleading kebijakan. Jadi kayak impor atau nggak impor. Terus kestabilan harganya juga jadi terganggu. Secara umum ini berbahaya," tegas Eko.
Menurutnya, kaim swasembada berpotensi membuat terlena, sehingga kerap menghasilkan kebijakan yang tidak tepat. Ia mencontohkan, Kementan menyatakan kebutuhan surplus, sehingga kebijakan impor tidak menjadi pilihan.
Namun di lapangan, produksi pangan yang tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri membuat harga meningkat. Alhasil, kebijakan untuk 'memadamkan kebakaran' kerap jadi pilihan terpaksa. Padahal, suatu kebijakan harus dirancang sedemikian rupa dalam waktu yang cukup.
Mengenai polemik impor beras, Eko berpandangan, harusnya hal ini tidak perlu terjadi karena apa yang diputuskan di rakor harusnya dijalankan oleh seluruh kementerian terkait. Mentan yang kerap bersuara berbeda, menunjukkan hal yang aneh, menurutnya.
"Saya sendiri sebenarnya nggak setuju sama adanya impor, tapi kalau sudah diputuskan ya harusnya dipenuhi," tegasnya.mza

Komentar

Komentar
()

Top