Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Walau vaksin saat ini dianggap sebagai sebuah terobosan untuk menghadapi pandemi Covid-19, namun para ahli menegaskan bahwa tidak ada vaksin yang 100 persen efektif melawan infeksi penyakit.

Vaksinasi Meminimalisasi Risiko Gejala Covid-19

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Bintang bola basket Phoenix Suns, Chris Paul, Menteri Kesehatan Inggris, Sajid Javid, dan atlet senam Olimpiade Amerika Serikat (AS), Kara Eaker, memiliki kesamaan yang sebelumnya mereka tak ketahui yaitu mereka semua dinyatakan positif terkena virus korona meskipun telah divaksinasi lengkap.
Tidak ada vaksin Covid-19 yang 100 persen efektif, jadi apa yang oleh para ilmuwan disebut "infeksi terobosan" selalu terbuka dan dalam kebanyakan kasus, gejalanya ringan.
Namun, ketika lonjakan baru dalam kasus Covid-19 bertabrakan dengan kampanye vaksinasi global yang memberikan lebih dari 200 juta suntikan sepekan, lebih banyak orang bertanya- tanya "seberapa terlindungikah saya ini?" dan "berapa banyak orang yang divaksinasi lengkap yang dites positif?".
"Tidak ada vaksin yang sempurna, begitu pula dengan (vaksin) Covid, tidak ada bedanya," kata spesialis penyakit menular di Vanderbilt University, William Schaffner, baru-baru ini.
Suntikan demam kuning (yellow fever) misalnya yang secara luas diakui sebagai vaksin virus hidup paling efektif yang pernah ditemukan, dengan dosis tunggalnya saja menghasilkan kekebalan jangka panjang pada 98 persen dari mereka yang divaksinasi. Tetapi bahkan itu berarti masih ada rata-rata 2 persen orang masih akan terinfeksi.
Uji coba fase 3 untuk sebagian besar vaksin Covid-19 terkemuka menunjukkan kemanjuran terhadap infeksi simtomatik lebih dari 90 persen. Studi efektivitas dunia nyata di Inggris, Israel dan Kanada menunjukkan bahwa vaksin menunjukkan efektivitas yang sedikit lebih rendah di luar lingkungan percobaan, mungkin karena penyebaran varian Delta yang lebih resisten terhadap vaksin.
Perkiraan menempatkan perlindungan terhadap infeksi simtomatik, tergantung pada vaksinnya, antara 60-90 persen.
Menurut Public Health England (PHE), sekitar 17 persen dari 105.598 kasus varian Delta yang dilaporkan di seluruh Inggris dalam empat pekan hingga 19 Juli termasuk di antara orang yang divaksinasi lengkap. PHE melakukan penghitungan pada orang yang telah divaksinasi lengkap dengan jeda 14 hari setelah dosis kedua mereka terima.
Anggota Royal Statistical Society Inggris, Anthony Masters, mengatakan bahwa orang yang divaksinasi lengkap cenderung mengalami proporsi yang lebih besar dari kasus karena cakupan vaksin diperluas, terutama pada kelompok yang lebih muda yang menghadapi risiko paparan yang lebih tinggi karena percampuran sosial yang lebih besar.
"Jika Anda mendapatkan cakupan sosialisasi yang sangat tinggi di berbagai usia, masuk akal bahwa kasus bisa menjadi mayoritas di antara orang yang telah divaksinasi lengkap," kata dia.
Terhitung sejak 21 Juli lalu, tercatat sekitar 55 persen populasi Inggris telah menerima kedua dosis vaksin Covid.
Di Israel, di mana hampir 60 persen populasi divaksinasi penuh dan cakupannya tersebar lebih merata di seluruh kelompok usia, 52 persen dari sekitar 6.000 orang yang dites positif dalam sepekan hingga 21 Juli ternyata telah divaksinasi lengkap.

Profil Risiko
Temuan para ahli ini lalu menerbitkan pertanyaan "Apakah beberapa orang yang divaksinasi lengkap lebih berisiko jatuh sakit daripada yang lain?"
Ternyata sangat sedikit orang yang divaksinasi lengkap yang dites positif Covid-19, mengalami gejala parah. Menurut studi dunia nyata PHE, vaksin buatan BioNTechdan Pfizer masih 96 persen efektif mencegah rawat inap, sedangkan vaksin Oxford danAstraZeneca 92 persen efektif.
Tetapi pakar biostatistik di Emory University di Atlanta, Natalie Dean, menekankan bahwa angka-angka ini adalah rata-rata dan kemanjuran bergantung pada profil risiko orang yang ada. "Semuanya relatif dalam hal vaksin dan risiko," ucap Dean.
Analisis Financial Times pada akhir pekan lalu terkait tingkat kematian akibat infeksi global, misalnya, menunjukkan bahwa orang berusia 80 tahun yang divaksin dua kali sekarang menghadapi risiko kematian yang hampir sama dengan orang berusia 50 tahun yang tidak divaksinasi.
Di Inggris, dimana peluncuran vaksin tersendat-sendat pada orang yang tertua ke yang termuda dan 9 dari 10 orang berusia di atas 50 tahun telah divaksinasi penuh, 30 persen dari 1.788 orang dirawat di rumah sakit karena varian Delta dalam empat pekan hingga 19 Juli, sepenuhnya divaksinasi. Sekitar setengah dari 460 kematian di negara itu terkait dengan strain Delta sejak Februari, adalah orang-orang yang juga diimunisasi lengkap.
"Ini hanyalah cerminan dari serapan vaksin yang sangat tinggi di kalangan orang tua," kata Masters. "Ini pun adalah penanda keberhasilan peluncuran. Jika semua orang (telah) divaksinasi penuh, setiap orang yang pergi ke rumah sakit atau meninggal, menurut definisi, akan divaksinasi sepenuhnya," ujar dia.
Menurut Masters, sekitar dua pertiga orang yang meninggal di jalan raya Inggris mengenakan sabuk pengaman, tetapi itu adalah konsekuensi dari tingkat penggunaan hampir 99 persen. Dia menambahkan bahwa logika yang sama berlaku untuk penyakit parah dan kematian pada populasi yang sangat divaksinasi.
Sementara itu Schaffner dari Vanderbilt menambahkan, bahwa orang yang mengalami gejala ringan mungkin akan menderita penyakit parah, atau bahkan kematian, jika mereka tidak divaksinasi.
"Setiap kali pasien saya memberitahu saya bahwa mereka masih memiliki penyakit ringan meskipun telah divaksinasi, saya selalu mengatakan bahwa saya senang Anda masih di sini untuk mengeluhkannya," ucap dia. sbSB/FT/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top