Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Usulan Batasan YOR Terminal 65% Ditolak ALFI

Foto : dok. pribadi
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) menyatakan, kegiatan relokasi peti kemas impor di pelabuhan utama tetap harus mengacu pada batas waktu penumpukan maksimal tiga hari di lini satu pelabuhan atau terminal petikemas sebagaimana diatur melalui Permenhub No:25/2017 tentang batas waktu penumpukan (longstay) di pelabuhan.

Sekretaris Umum ALFI DKI Jakarta, Adil Karim mengatakan adanya pihak yang mengusulkan untuk kembali mengacu pada perhitungan yard occupancy ratio (YOR) 65% dalam kegiatan relokasi peti kemas impor di pelabuhan utama, merupakan konsep usulan yang sudah usang dan cenderung menyesatkan.

"ALFI menilai usulan agar relokasi peti kemas impor mengacu YOR 65% itu menyesatkan karena berpotensi membuat pelabuhan kongesti dan menggagalkan program pemerintah dalam menekan biaya logistik dan capaian dwelling time," kata Adil di Jakarta, Rabu (22/11).

Ia menambahkan acuan YOR 65% dalam kegiatan relokasi peti kemas impor di pelabuhan Tanjung Priok pernah diterapkan beberapa tahun silam dan yang terjadi adalah pelabuhan seringkali dibanyangi kongesti lantaran fasilitas terminal berubah fungsinya sebagai tempat penimbunan barang.

Disamping itu, kata Adil, saat itu pemilik barang impor melalui kuasanya yakni perusahaan forwarder mesti menalangi pembayaran biaya penumpukan yang tinggi karena berlaku tarif progresif dan pinalti di lini satu pelabuhan.

‎"Berdasarkan kajian bersama penyedia dan pengguna jasa pelabuhan Priok, telah diaepakati bahwa terminal peti kemas mesti menjalankan bisnis intinya sebagai operator bongkar muat dan bukan mengandalkan pendapatan dari biaya penumpukan atau storage," katanya.

‎Karenanya, kata Adil, ALFI sangat mendukung terbitnya Permenhub No:25/2017 tentang batas waktu penumpukan barang impor di empat pelabuhan utama di Indonesia. Dalam beleid itu ditegaskan, barang impor hanya diperbolehkan menumpuk maksimal tiga hari di lini satu pelabuhan Priok, Tanjung Perak Surabaya, Belawan Medan dan Makassar.

Ia menyatakan kegiatan relokasi peti kemas impor dari lini satu atau terminal peti kemas ke lini dua pelabuhan dengan mengacu batas waktu penumpukan lebih dari tiga hari sesuai Permenhub 25/2017 sudah sangat efektif menekan dwelling time dan tidak menimbulkan biaya tambahan logistik.

‎"ALFI menilai jika mengacu YOR 65% dalam kegiatan relokasi justru akan sulit mencapai dwelling time ideal di pelabuhan apalagi untuk kurang dari tiga hari. Silahkan berpendapat tapi jangan yang menyesatkan," katanya.

‎ALFI DKI Jakarta, kata Adil, mendesak agar Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok menjalankan dengan tegas implementasi Permenhub 25/2017 itu. Iamengungkapkan, implementasi beleid itu di Priok saat ini baru terhadap peti kemas impor yang belum mengantongi surat perintah pengeluaran barang (SPPB) namun sudah menumpuk lebih dari tiga hari di pelabuhan (overbrengen), sedangkan terhadap peti kemas impor yang sudah SPPB meskipun sudah lebih dari tiga hari di pelabuhan belum dilaksanakan relokasi oleh pihak terminal.

‎"Kami harapkan aturan yang sudah diterbitkan pemerintah bisa diimplementasikan sebab kami melihat hadirnya Permenhub 25/2017 selain untuk menekan dwelling time dan biaya logistik juga untuk menjamin kelancaran arus barang dari dan ke pelabuhan," katanya. mza

Komentar

Komentar
()

Top