Upaya Melindungi Petani dari Fluktuasi Harga Masih Minim
Foto: Sumber: BPS – Litang KJ/and - KJ/ONESJAKARTA - Kebijakan pemerintah di sektor pertanian terutama dalam melindungi petani dari fluktuasi harga masih minim. Akibatnya, petani selalu menjadi korban, bahkan dalam kondisi produksi mereka meningkat sekalipun terkadang malah merugi.
Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, yang diminta pendapatnya di Jakarta, Selasa (2/3), mengatakan selama ini fokus kebijakan pemerintah ke sektor pertanian baru pada sebatas di sektor hulu, yakni bagaimana menyiapkan infrastruktur seperti irigasi, mekanisasi pertanian, dan pemberian pupuk serta bibit bersubsidi.
Sedangkan di sisi hilirnya masih minim sentuhan, khususnya yang mengatur teknologi pascapanen dan pemasaran produk serta penetapan harga yang menguntungkan petani.
"Penguatan pasar produk petani dan fasilitas pendukung pascapanen sampai dengan referensi harga yang menguntungkan mereka perlu juga dilakukan," kata Said.
Salah satu program dan kebijakan yang dapat dikembangkan terutama di level daerah adalah program pengaman petani. Di Kulon Progo misalnya, pemda mengeluarkan kebijakan dengan membeli produk petani saat harga produksi jatuh dengan menggunakan dana pemda.
"Ketika harga menguntungkan petani, maka intervensi pemerintah direduksi," kata Said.
Pada level nasional bisa dilakukan dengan meninjau Harga Pembelian Pemerintah (HPP) setiap tahun karena dinamika yang membentuk harga terjadi sangat cepat.
Secara terpisah, Pengamat Pertanian Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS), Gunawan, mengatakan turunnya Nilai Tukar Petani (NTP) di kala masuk masa panen menunjukan belum memadainya kebijakan perberasan pemerintah.
"Upaya melindungi petani dari fluktuasi harga produksi pertanian khususnya gabah dan beras tidak memadai," kata Gunawan.
Sementara itu, Ketua Departemen Kajian Strategis Serikat Petani Indonesia (SPI), Mujahid W Saragih, mengatakan pemerintah harus memikirkan nasib petani dan keluarganya jika ingin meningkatkan ketahanan pangan secara berkelanjutan.
"Petani jangan hanya dipandang sebagai buruh, karena petani kecil dan keluarga merekalah yang menegakkan kedaulatan pangan di masing-masing daerah saat masa krisis seperti sekarang ini.
"Terbukti saat krisis 1998, 2008, dan pandemi Covid-19, mereka inilah yang menopang pemenuhan pangan," tegas Mujahid.
Transformasi Dipercepat
Sebelumya, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB), Arif Satria, menegaskan perlunya pemerintah untuk memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 ini untuk membangun pertanian serta memperkuat kedaulatan pangan.
Kebijakan ekonomi perlu difokuskan untuk memajukan pertanian agar pangan tercukupi, lapangan kerja makin terbuka, kemiskinan menurun, dan devisa meningkat.
"Pertanian harus menjadi lokomotif ekonomi nasional dan sumber kemakmuran bangsa. Di sinilah diperlukan strategi baru Agro-maritim 4.0, sebagai bentuk respons terhadap perkembangan Revolusi Industri 4.0. Arif menegaskan perlunya percepatan transformasi menuju Agro-maritim 4.0," tandasnya.
Kontribusi sektor pertanian selama masa pandemi, jelasnya, patut diapresiasi pemerintah karena nyatanya menjadi sektor yang memberikan andil besar atau penopang perekonomian nasional. n ers/E-9
Berita Trending
- 1 Jangan Lupa Nonton, Film "Perayaan Mati Rasa" Kedepankan Pesan Tentang Cinta Keluarga
- 2 Trump Mulai Tangkapi Ratusan Imigran Ilegal
- 3 Menkes Tegaskan Masyarakat Non-peserta BPJS Kesehatan Tetap Bisa Ikut PKG
- 4 Ketua Majelis Rektor: Rencana Kampus Kelola Tambang Jangan Jadi Masalah Baru
- 5 Berpotensi Kembali Terkoreksi Jelang Akhir Pekan