Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Penguatan EBT

Uni Eropa Sebut Resesi Global Berpotensi Percepat Transisi Energi

Foto : ANTARA/SANYA DINDA

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket dalam International Economic Modelling Forum, Kamis (24/11).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Resesi yang diproyeksikan melanda ekonomi global pada tahun 2023 berpotensi mempercepat proses transisi energi. Meskipun ekonomi melemah, transisi energi tidak akan terdampak.

"Malah sebaliknya, kita tahu kita harus mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil dari Russia," kata Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Piket seusai International Economic Modelling Forum, di Jakarta, Kamis (24/11).

Dengan demikian, menurut Vincent, Uni Eropa perlu mempercepat peningkatan sumbangan produksi dan penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT) terhadap total produksi dan penggunaan energi mereka.

"Kita melihat bentuknya sekarang melalui penggunaan energi berbasis solar, angin, dan panas bumi, serta air. Jadi itu dampak strategi geopolitik kita, tapi itu memberikan keuntungan bagi aksi iklim," katanya.

Sebagaimana Indonesia, Uni Eropa juga menghadapi tantangan dalam melakukan transisi energi, yakni persaingan yang tidak seimbang antara produksi energi berbasis fosil dengan EBT. "Kita memiliki masalah transisi yang sama karena kita masih bergantung sangat kuat pada batu bara dan pertambangan, serta tenaga listrik berbahan batu bara," ucapnya.

Seperti dikutip dari Antara, tantangan tersebut diyakini dapat ditangani dengan mendorong lebih banyak investasi masuk ke sektor EBT untuk mengembangkan teknologi produsennya. Transisi energi di Uni Eropa dan Indonesia juga diharapkan tetap dapat berlanjut tanpa menahan laju pertumbuhan ekonomi kedua wilayah.

"Saya kira sekarang kita harus melakukan hal yang sama agar perekonomian tetap tumbuh dan pada saat yang sama menurunkan kadar emisi karbon dioksida," ucapnya.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut Indonesia bisa menjadi raja di sektor energi hijau, menyusul gelar Arab Saudi yang dikenal sebagai raja minyak dunia.

"Saya tekankan di sini, kalau Arab Saudi rajanya fossil fuel maka raja berikutnya adalah Indonesia, rajanya green energy. Ini dunia sudah melihat potensi green energy tidak ada satu negara yang bisa kalahkan Indonesia, kalau kita serius dan kalau PLN serius," katanya dalam PLN Local Content Movement for The Nation (Locomotion) 2022.

Bantuan Pembiayaan

Airlangga mengungkapkan hal tersebut lantaran semakin banyaknya investasi dan bantuan pembiayaan untuk mendukung transisi energi di Tanah Air.

Animo investor terlihat dari proyek kawasan industri hijau di Kalimantan Utara (Kaltara) hingga komitmen bantuan dari kemitraan G7+ untuk pendanaan transisi energi senilai 20 miliar dollar AS melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP).

"Alokasi JETP Indonesia mencapai 20 miliar dollar AS, padahal Afrika Selatan saja hanya 8,5 miliar dollar AS. Maka ini harus dimanfaatkan karena bentuknya investasi," katanya.

Airlangga menuturkan pihaknya juga terus memantau perkembangan proyek PLTA Kayan Cascade, di Kalimantan Utara. Proyek PLTA Kayan Cascade merupakan bagian dari penjajakan pengembangan industri hijau di Kalimantan Utara dengan memanfaatkan energi dari PLTA.

"Intinya, pemilik hydro akan bertukar dengan pemilik PLTU sehingga tentu ini salah satu mekanisme transisi energi yang belum pernah ada di dunia. Jadi Indonesia kembali jadi pionir," katanya.

Airlangga mengemukakan setelah kesuksesan memegang Presidensi G20, Indonesia menjadi negara sorotan dunia. Banyak negara dari seluruh dunia mengapresiasi Indonesia dan ikut menyampaikan komitmen untuk membantu Indonesia dalam perkembangan dan pembangunan ekonomi, termasuk dalam pengembangan energi hijau.

Tidak hanya di G20, KTT APEC di Bangkok juga mengangkat tema bio circular green economy, sehingga turut mendorong pengembangan energi baru terbarukan.

"Kita sudah lebih ahead (di depan), kita punya biofuel, belum lagi kalau kita dorong biomass. Biomass ini balik lagi ke ESDM maupun PLN agar offtake bisa diberikan lebih baik karena biomass energinya rakyat," katanya.

Selanjutnya, menurut Airlangga, energi berbasis metan juga akan berpotensi untuk dikembangkan di masa depan. Selain karena asalnya dari agrikultur, metan juga merupakan sumber energi yang dihasilkan dari kegiatan masyarakat (community based).

"Kalau PLN bisa bantu metan based, ini juga jadi sebuah hal luar biasa," kata Airlangga.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top