Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengembangan Usaha | Sekitar 51,2 Persen Pelaku UMKM Kesulitan Akses Permodalan

UMKM Butuh Inovasi Berbasis Digital

Foto : ANTARA FOTO/FENNY SELLY
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu mengatur dan menjamin persaingan yang sehat antara usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) konvensional dan digital. Pengaturan tersebut dapat mencakup operasional toko daring di media sosial, peredaran produk impor, serta mengatur standar produk UMKM.

"Pengaturan, bukan penutupan," ujar Peneliti utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erman Aminullah, dalam webinar bertajuk Digitalisasi: Perkembangan, Kebijakan, dan Penerapannya di Sektor Bisnis yang dipantau secara daring, di Jakarta, Kamis (5/10).

Bagi Erman, standar produk UMKM penting untuk diatur oleh pemerintah guna melindungi konsumen dan pasar ekspor. Dia merujuk pada keluhan-keluhan konsumen yang terkena tipu, khususnya bagi para konsumen yang bertransaksi di UMKM digital. "Perlu ada pengaturan untuk melindungi konsumen," ucapnya.

Lebih lanjut, Erman mengatakan persaingan sehat antara UMKM konvensional dan digital dapat diwujudkan dengan pelatihan keterampilan dan pendampingan digital di wilayah yang tertinggal. Dengan demikian, kata dia, pemerintah tidak hanya mewujudkan persaingan yang sehat, tetapi juga mewujudkan inklusivitas di lingkungan digital. "Yang lebih penting adalah pelatihan dan pendampingan kewirausahaan," kata dia.

Menurut Erman, pelaku UMKM akan tetap tertinggal apabila kemampuan digitalnya tidak diimbangi dengan keterampilan dalam berwirausaha. Dia menegaskan inovasi berbasis digital seharusnya meningkatkan kinerja UMKM lokal dan masyarakat, termasuk dalam berwirausaha.

Pada kesempatan sama, Peneliti utama BRIN, Wati Hermawati, mengungkapkan sebesar 70,2 persen pelaku UMKM yang melakukan digitalisasi bermasalah dengan pemasaran produk. "Bukan hal yang mudah bagi UMKM membangun brand yang diusung. Banyak UMKM tidak punya brand, mereka sekadar menjual saja," kata Wati.

Pentingnya "Branding"

Padahal, lanjut Wati, pemasaran dan branding yang kuat diperlukan oleh para pelaku UMKM agar usaha mereka dapat berkelanjutan. Kurangnya branding akan menyulitkan bisnis para pelaku UMKM untuk bertahan dalam jangka panjang.

Selain terkendala pemasaran, Wati mengungkapkan sebesar 51,2 persen pelaku UMKM mengaku sulit mengakses permodalan, 46,3 persen kesulitan memenuhi kebutuhan bahan baku, dan 30 persen kesulitan mengadopsi teknologi digital.

Untuk itu, Wati menilai UMKM membutuhkan investasi di SDM yang terampil dalam bidang IT, serta alat dan infrastruktur pendukungnya. Selanjutnya, melakukan riset pasar dan kompetitor. Lebih lanjut, pelaku usaha juga harus menentukan platform apa yang akan digunakan, dan mempelajari search engine optimization (SEO) untuk memaksimalkan pemasaran daring.

Sementara itu, Dewan Komisaris PT Telkom Indonesia, Marcelino Pandin, mengatakan Indonesia memerlukan digital intermediary atau penghubung antara pelaku UMKM yang tidak memiliki ponsel maupun komputer jinjing dengan pasar digital.

Menurutnya, para digital intermediary ini juga bisa menjadi pembimbing teknis untuk para pelaku UMKM yang memiliki keterbatasan dalam mengoperasikan perangkat elektronik yang menghubungkan mereka ke platform digital.

Lebih lanjut, Marcelino juga mengatakan bahwa Indonesia membutuhkan digital center untuk mengembangkan potensi UMKM di wilayah pedesaan. Ia menjelaskan bahwa praktik tersebut telah berhasil dilakukan di Tiongkok.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top