Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 28 Sep 2019, 06:15 WIB

'TVRI' Berusaha Menggaet Kaum Milenial

Helmi Yahya

Foto: KORAN JAKARTA/MARIO CAISAR

 

Saat ini, mereka seperti mendapatkan darah segar pimpinan yang ingin terjun memperbaiki segala lini televisi miliki negara tersebut. Pe­rubahan total ini karena ingin men­jadikan TVRI sebagai media yang mempererat persatuan bangsa, menjaga budaya bangsa, menjaga peradaban bangsa, dan memerangi hoaks.

Untuk mengetahui apa saja yang telah dan akan dilakukan oleh TVRI ke depan, wartawan Koran Jakarta, Mohammad Zaki Alatas, berkesempatan mewawancarai Direktur Utama TVRI, Helmi Yahya. di Kantor Pusat TVRI, Senayan, Jakarta, belum lama ini. Berikut petikan selengkapnya.

Saat ditawari untuk pegang TVRI, apa yang ada di benak Anda?

Awalnya tidak terbayang men­dapat amanah untuk memegang TVRI. Karena kami tahu cukup berat mengubah TVRI, terlebih lagi dengan memiliki banyak persoalan. Tapi, saya melihat hal ini merupa­kan country call dan juga challenge. Saya melihat mungkin sudah garis saya untuk mengelola TVRI karena stasiun televisi yang membesar­kan saya. Sudah waktunya saya mengabdi melalui jalur yang saya dibesarkan.

Persoalan apa yang dialami TVRI?

Saya mengetahui kalau TVRI memiliki pekerjaan rumah yang cukup banyak dan berat. Telebih lagi ini merupakan organisasi besar, ada 29 stasiun produksi di daerah, lalu anggaran yang dapat dari nega­ra tidak besar dan pegawainya PNS yang tidak kompetitif.

Hal ini dapat dilihat dari rating dan share paling bawah ditambah kreatif dari para pegawainya yang kurang. Saya melihat para karya­wan TVRI tidak memiliki orientasi pada kualitas, tapi hanya pekerjaan selesai sudah cukup. Ini merupa­kan tugas awal saya.

Langkah awal apa yang Anda lakukan?

Saat mendapatkan amanah itu, yang awal saya lakukan adalah mengubah mindset dari SDM yang dimiliki TVRI. Kedua, tata kelola keuangan. Hal ini dapat dilihat bahwa selama ini laporan keuang­an TVRI masuk kategori disclamer. Kita ketahui bersama bahwa jika la­poran keuangan disclamer, di mana BPK menolak untuk memberikan pendapat maka lembaga ini tidak dipercaya mengelola keuangan dan aset.

Jika sebuah perusahaan tidak dapat dipercaya maka berat untuk bisa berkembang. Karena itu, ke­uangan merupakan fokus utama saya saat awal masuk TVRI. Saya juga memperbaiki kualitas layanan kepada penonton melalui pening­katan kualitas layar yang ditonton masyarakat.

Susah tidak mengubah mindset para karyawan TVRI?

Untuk membuat program tele­visi yang layak dan baik diperlukan SDM yang mumpuni. Tidak saya pungkiri kalau permasalahan SDM cukup pelik di sini. Namun, itu semua perlahan-lahan saya ubah melalui pendekatan secara pribadi, dari hati ke hati.

Caranya adalah memperbaiki capacity building. Para karyawan kami upgrade etos kerjanya. Saya tegaskan kalau saat itu TVRI me­nempati urutan ke 15. Jika mau me­ngejar urutan di atasnya maka harus bekerja keras. Alhamdulillah, kami telah meningkatkan peringkat se­hingga saat ini berada di urutan 10.

Apa masalahnya?

Karyawan TVRI merupakan PNS, namun hingga kini tunjangan kinerja belum turun, di mana sebe­lum saya masuk, mereka hidupnya dari gaji pokok saja. Saya memaha­mi kalau itulah masalah utamanya. Perlahan-lahan kami memperbaiki itu semua, terlebih lagi mereka melihat kalau direksi bersungguh-sunggu ingin mengubah TVRI menjadi lebih baik.

Setelah dua tahun, apa saja perubahannya?

Alhamdulillah, sudah banyak perubahan. Seperti laporan ke­uangan kami sudah WTP, peringkat kami sudah lebih baik di posisi 8, 9, atau 10. Untuk sebuah stasiun televisi, lompatan itu sangat baik, terlebih lagi anggaran kami tidak besar, karyawan yang tidak banyak milenialnya, peralatan yang terba­tas. Namun, kami memiliki sema­ngat untuk berubah.

Perubahan lain, kami melaku­kan rebranding dengan mengubah logo, seragam. Dengan perubahan tersebut, kami melihat karyawan menjadi bangga sehingga kami mengatakan kalau ini merupakan kebangkitan SDM TVRI.

Saat ini masih ada tidak orang yang underestimate kepada TVRI?

Terus terang masih ada, tapi kami, direksi dan karyawan, tidak mau mengambil pusing cibiran itu. Saat ini, kami terus memperbaiki diri dan kinerja sehingga akan kami jawab semua cibiran itu dengan hasil karya kami.

Bagaimana Anda menjawab cibiran itu?

Di beberapa kesempatan, saat menjadi pembicara, selalu saya jelaskan bahwa karyawan kami tidak banyak, anggaran negara pas-pasan, peralatan kami juga terbatas, namun kami dapat ber­tahan dan mulai berubah. Hal ini membuat mereka yang mencibir menjadi sadar dan paham dengan kondisi kami sehingga menjadi simpati.

Banyak pihak memiliki harap­an besar kepada TVRI. Kita harus memiliki televisi publik sendiri untuk melawan hoaks dan meye­barluaskan informasi positif dan sebagai televisi pendidikan dan kebudayaan.

Terkait SDM, apa yang Anda lakukan?

Kami berencana memperbarui SDM. Sambil menunggu hal ter­sebut teralisasikan, kami mencoba mengoptimalkan yang ada. Saya akui, walaupun saat ini sebagian besar SDM di TVRI banyak yang tidak milenial, di mana karyawan muda hanya 28 persen. Namun, kami mencoba mengubah persepsi mereka sehingga tetap uptodate. Selain itu, kami memberikan kesempatan bagi karyawan yang sudah senior untuk melakukan supervisi mengawasi dan membagi pengalaman dengan yang muda-muda.

Upaya untuk menambah karyawan?

Hal itu terus kami lakukan un­tuk meningkatkan produktivitas sehingga dapat menjadi stasiun televisi kebanggan bangsa diperlu­kan SDM yang cukup. Kami sudah meminta tambahan karyawan. Al­hamdulliah, tahun lalu kami men­dapatkan tambahkan 199 pergawai baru. Walaupun demikian, hal ini masih kurang karena setiap tahun ada sekitar 200 hingga 300 karya­wan yang pensiun.

Tahun ini kami telah melakukan pendekatan untuk mendapatkan karyawan baru dan sepertinya akan disetujui sekitar 700 karyawan baru. Hal ini terus kami maksi­malkan untuk mengejar keterting­galan, karena TVRI 15 tahun di moratorium, tidak boleh menerima pegawai.

Bagaimana dengan peralatan operasional?

Ini menjadi fokus kami. Bebe­rapa waktu lalu, peralatan opera­sional kami cukup tertinggal jika dibandingkan dengan stasiun televisi lain. Beberapa tahun lalu katanya, sempat ada guyonan kalau para wartawan televisi sedang kum­pul jika mau mencari kameramen TVRI, cari saja yang kameranya paling jadul dan seragamnya paling lusuh, ha... ha... ha. Namun seka­rang, kami memiliki peralatan yang paling canggih di Jakarta.

Contohnya?

Dulu, TVRI tidak diperkenankan menggarap acara-acara kenegara­an. Tahun ini, kami mendapatkan kepercayaan untuk menjadi offsial televisi yang memegang detik-detik Proklamasi dan pada acara itu, kami turun dengan 14 kamera 4K, di mana jenis kamera ini hanya TVRI yang punya di Indonesia.

Yang membanggakan pada Debat Calon Presiden yang per­tama, pemakaman Ibu Negara Ani Yudhoyono, pemakaman Presiden ketiga RI, Habibie, TVRI dipercaya menjadi TV Pool, di mana siaran kami di-relay oleh televisi-televisi lain, tidak hanya di Indonesia, tapi di kawasan regional. Begitu juga dengan acara-acara kenegaraan yang menjadi kebanggan kami ka­lau pada acara-acara kenegaraan TVRI menjadi koordinator produk­sinya.

Sebenarnya, seberapa besar potensi yang dimiliki TVRI?

TVRI memiliki potensi yang hebat. Kami memiliki 12 studio, lokasi kami di tengah kota yaitu di Senayan. Kami memiliki 360 pemacar di seluruh Indonesia, sedangkan televisi lain paling mak­simal 60 pemancar. Kami siaran satu kanal analog dan empat kanal digital. Selain itu, sebaran siaran kami sampai pelosok daerah serta daerah perbatasan. Itu semua me­rupakan potensi yang luar biasa.

Dengan potensi itu, TVRI bisa bersaing dengan televisi swasta?

Sangat bisa, dengan keunggulan semua itu, kami sudah seharusnya dapat bersaing bahkan disejajarkan dengan televisi swasta di Indone­sia. Namun, kami menganggap­nya ini semua bukan persaingan dengan televisi swasta karena kami merupakan televisi publik. Tugas kami beda. Televisi publik memi­liki kewajiban edukasi dan budaya, penyebar informasi netral. Jika ada hiburan, harus mempunyai nilai inspirasi.

Terkait program acara olah­raga juga telah menjadi andalan?

Betul. Kami sadar jika hiburan rakyat selain ndangdut dan sine­tron adalah olahraga. Kami men­coba mengembangkan itu. Kami mencoba memberikan tayangan terbaik pada pertandingan bulu tangkis dan sepak bola. Kejuaran bulu tangkis dunia utama, seperti BWF disajikan di TVRI. Lalu acara sepak bola juga kuat sekali. Kami punya Copa Italia, Liga Inggris, dan pertandingan Tim Nasional.

Itu semua disukai oleh penonton?

Sangat disukai. Yang menarik, saat kami menyiarkan Timnas bertanding melawan Malaysia dan Thailand, rating kami langsung melonjak, bahkan sempat menjadi nomor satu. Ini meyakinan kami kalau TVRI bisa kok. Ini hanya ting­gal kami meyakinkan pemerintah jika kami diberikan anggaran cu­kup, insya Allah TVRI bisa berjaya dan dapat bersaing dengan televisi swasta lain, bahkan mengalahkan mereka.

Masalah keuangan di TVRI apakah sudah selesai?

Itu yang terus kami selesaikan. Setelah berhasil meningkatkan peringkat menjadi WTP, kami juga mencoba memperbaiki kondisi internal keuangan kami. Terlebih lagi saat ini di jajaran direksi ada tiga akuntan. Direktur Keuangan TVRI mantan orang BPKP. Kami melihat ini semua hanya masa­lah pengelola, di mana untuk hal tersebut kami harus transparan, menegakkan intregritas, tidak bisa main-main dengan uang.

Itu telah membuahkan keper­cayaan pihak lain?

Alhamdulillah sudah. Saat ini para penonton, pengiklan, dan sponsor sudah mulai berdatangan. Kemarin kami mendapatkan FIBA untuk pertandingan semifinal dan final. Kami dapat tawaran menyiar­kan pertandingan Brasil lawan Ko­lombia, Brasil lawan Peru, lalu IBL. Tidak dipungkiri kalau ini merupa­kan buah dari perjuangan kami.

Bagaimana TVRI bisa mendapatkan Liga Inggris?

Ini merupakan hasil dari upaya dan kerja keras kami memperbaiki kinerja TVRI. Selain dari network yang sudah mulai terbentuk karena saat ini banyak rekan-rekan pemegang hak siar ingin menyebarkan jangkauan siarnya ke pelosok negeri. Ini hanya bisa dilakukan TVRI. Saat ini, mereka hanya bermain pada siaran berbayar, sedangkan untuk televisi yang tidak berbayar, mereka tidak punya. Mereka menilai kalau di TVRI maka jangkauan tersebar luas.

Dalam waktu dekat ini apa yang akan dilakukan TVRI?

Saat ini, kami telah bersiap me­nyambut digitalisasi. Tidak dipung­kiri jika saat ini siaran analog sudah mulai ditinggalkan oleh anak-anak milenial. Saat ini mereka menonton melalui gawai atau smartphone. Kami telah bersiap, terlebih lagi kami mempunyai modal untuk ke sana.

Untuk menyentuh kaum milenial, apa yang akan dilakukan TVRI?

Kami mencoba memberikan program-program yang meman­jakan mereka. Mulai dari musik, olahraga, dan saat ini kami sedang mencari partner untuk menyiarkan program entrepreneurship. Saat ini para remaja sudah banyak yang melirik TVRI. N-3

Redaktur: Marcellus Widiarto

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.