Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perlindungan Anak

TV Diminta Kembangkan Tontonan Layak Anak

Foto : KORAN JAKARTA/WAHYU AP

PENGANUGERAHAN PIALA MERAK | Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise (kanan) bersama Ketua Komisi Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait saat menghadiri gelar malam penganugerahaan piala media ramah anak (Merak) 2018 di Jakarta, Jumat (7/12) malam.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) meminta media-media, khususnya elektronik (televisi), mengembangkan tontonan layak anak.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri PPPA, Yohana Yembise, dalam diskusi pada malam penganugerahan Media Ramah Anak (Merak) 2018, di Jakarta, akhir pekan lalu.

Dalam kesempatan tersebut, Yohana juga meminta media untuk lebih peduli dengan isu-isu perempuan dan anak. Sebab, menurutnya, perempuan di Indonesia cukup maju dan menjadi tempat belajar negara lain tentang perempuan dan perlindungan anak. "Saya mau di setiap koran ada isu anak dan perempuan, selama ini masih jarang," katanya.

Ia mengharapkan pemberitaan di koran maupun televisi jangan berisi politik terus. Selain itu, sinetron dan tontotan di televisi harus bersifat mendidik. "Kita perlu memperhatikan masalah ini," tegasnya.

Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lenny N Rosalin, mengajak pers atau media membantu Indonesia menuju layak anak dengan memberi tayàngan dan pemberitaan yang terbaik bagi anak.

Kerentanan Anak

Sementara itu, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, berpendapat hidup di era digital tak selamanya positif untuk generasi. Kerentanan anak terpapar dampak negatif sangat tinggi. "Tentu, harapan terbesar untuk menyelamatkan anak terletak pada kualitas pengasuhan dan kualitas pendidikan," kata laki-laki asal Pacitan yang biasa disapa Santo tersebut.

Menurut dia, sekolah dewasa ini tidak boleh biasa-biasa saja, harus melakukan inovasi sistem agar mampu menjadi jawaban atas persoalan yang ada. Tak sedikit anak yang cerdas, tapi karakter kesantunannya lemah. Tidak sedikit pula generasi Indonesia yang cerdas, tapi etos juangnya terbatas.

"Tak sedikit juga generasi kita yang serba-kecukupan, terfasilitasi dalam segala hal, tapi cenderung instan. Ini merupakan tantangan berat sekaligus peluang, bagaimana membangun sistem pendidikan yang mampu menjawab ragam masalah tersebut," kata dia.

Untuk itu, Susanto yang juga pengurus Komisi Pendidikan dan Kaderisasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat itu mendesain kurikulum sekolah yang berbeda dengan sekolah pada umumnya.

Santo mengatakan kurikulum sekolahnya dibuat secara terpadu antara kurikulum nasional, nilai ke-Islaman, tahfidz Al Quran, dan kurikulum Cambridge. Proses pembelajaran menggunakan pendekatan holistik berbasis karakter dan mengintegrasikan prinsip-prinsip sekolah ramah anak.

Kehadiran model sekolah tersebut, kata dia, mendapatkan respons positif dari berbagai tokoh, seperti Prof Meutia Hatta Swasono (Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Pendidikan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dan Jenderal (Purn) Agum Gumelar (Dewan Pertimbangan Presiden).wid/E-3

Penulis : Aloysius Widiyatmaka

Komentar

Komentar
()

Top