Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim Tentang Empat Pokok Kebijakan Pendidikan “Merdeka Belajar”

Tujuan UN Telah Bergeser Menjadi Indikator Keberhasilan Siswa

Foto : ANTARA/PUSPA PERWITASARI
A   A   A   Pengaturan Font

Empat pokok kebijakan tersebut meliputi penyempurnaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2020, Penyederhanaan administrasi pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bagi guru, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi, dan penghapusan Ujian Nasional (UN).

Khusus penghapusan UN baru bisa dilaksanakan pada tahun 2021. Selama ini, UN kerap dianggap sebagai penghambat pembelajaran karena selain membuat pembelajaran kaku, praktik-praktik kecurangan ketika pelaksanaannya kerap terjadi.

Adapun untuk mengganti peran UN, Kemendikbut tengah menyiapkan format baru yang menekankan pada asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Untuk mengupas rencana tersebut Koran Jakarta mewawancarai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim. Berikut rangkuman wawancaranya.

Apa yang melandasi penghapusan UN?

Berdasarkan survei dan diskusi dengan berbagai macam stakeholder pendidikan mulai dari kepala dinas pendidikan sampai guru dan orang tua, ada berapa isu atau masalah dengan UN saat ini. Materi UN itu terlalu padat sehingga cenderung fokusnya menghafalkan materi dan bukan pada kompetensi pelajaran.

Kedua UN justru menjadi beban stres dan tujuannya telah bergeser menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu. Padahal maksud UN adalah untuk asesmen sistem pendidikan secara nasional dan menyeluruh.

UN sendiri hanya menilai satu aspek penilaian yaitu kognitif dan belum menyentuh karakter siswa secara holistik. Adapun untuk tahun 2020 UN masih sesuai dengan tahun sebelumnya, tapi itu terakhir kali dilaksanakan.

Untuk pengganti UN formatnya seperti apa?

Formatnya akan berubah menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter. Kita perlu menyederhanakan prosesnya tapi tetap jadi tolok ukur.

Asesmen kompetensi minimum bisa memetakan sekolah dan daerah berdasarkan kompetensi minimum. Untuk materi bagian kognitif adalah literasi dan numerasi.

Dua hal ini tersebut menyederhanakan kompetensi yang dilakukan mulai tahun 2021. Proses ini juga jadi kompetensi minimum yang dibutuhkan murid untik bisa belajar apapun mata pelajarannya.

Bagaimana dengan survei karakter?

Selama ini secara nasional kita hanya punya data kognitif saja, sedangkan untuk mengetahui kondisi ekosistem di dalam sekolahnya belum ada. Survei ini akan melihat bagaimama pengimplementasian pendidikan karakter di sekolah.

Adapun hasilnya akan menjadi panduan bagi sekolah, Kemendikbud, dan Dinas Pendidikan. Survei karakter ini akan menjadi tolok ukur untuk bisa memberikan umpan balik dan melakukan perubahan-perubahan pada siswa siswi yang lebih bahagia dan juga lebih kuat secara karakter.

Teknis pelaksanaannya?

Kalau biasanya UN dilaksanakan di akhir jenjang, ini akan kita laksanakan di pertengahan jenjang yaitu untuk SD dilaksanakan di kelas empat, SMP kelas 8, dan SMA kelas 11. Dengan dilakukan di pertengahan jenjang akan memberikan waktu untuk sekolah dan guru-guru melakukan perbaikan sebelum anak itu lulus.

Selama ini perbaikan berdasarkan hasil asesmen secara nasional tidak berjalan karena ketika akan dilakukan sekolah tidak bisa meningkatkan kualitas karena para siswa sudah lulus. Secara teknis, format yang baru masih menggunakan komputer dan dilaksanalan secara serentak di seluruh sekolah.

Hasil format yang baru tidak bisa dipakai sebagai alat seleksi jenjang berikutnya?

Tentu saja tidak. Untuk masuk jenjang selanjutnya melalui sistem zonasi. Memang ada jalur prestasi yang kita tambah kuotanya menjadi 30 persen, tapi prestasi tersebut diserahkan kepada sekolah karena tiap sekolah memiliki kebutuhan yang berbeda terkait prestasi.muhammad ma'rup/P-4


Redaktur : Khairil Huda

Komentar

Komentar
()

Top