Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Penelitian terhadap bau makanan menunjukkan orang yang sudah kenyang tidak lagi sensitif terhadap bau makanan yang dimakannya. Proses adaptif ini dinilai sebagai cara tubuh mendapatkan jenis asupan yang beragam dengan nutrisi berbeda.

Tubuh Punya Cara Mendapatkan Menu Makanan Berbeda

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Peneliti dari Northwestern University menemukan setelah para relawan penelitian makan roti kayu manis atau pizza, indra penciuman mereka menjadi menjadi kurang sensitif terhadap bau roti tersebut. Hal ini berbeda ketika mereka belum makan atau dalam kondisi lapar.
Penelitian menyebutkan, berkurangnya sensitivitas terhadap baru merupakan cara otak untuk memastikan tidak makan terlalu banyak hal yang sama. Strategi adaptif tubuh ini diduga untuk mengoptimalkan pencarian yang beragam.
"Jika Anda berpikir tentang nenek moyang kita yang berkeliaran di hutan mencoba mencari makanan, mereka menemukan dan memakan buah beri dan kemudian tidak lagi sensitif terhadap bau buah beri," jelas ahli saraf di Northwestern University, Illinois, Amerika Serikat, Thorsten Kahnt seperti dikutip Science Alert edisi Sabtu (28/8).
Meski sudah tidak lagi sensitif terhadap roti kayu manis atau pizza namun partisipan penelitian masih sensitif terhadap bau lain. "Tapi mungkin mereka masih sensitif terhadap bau jamur, sehingga secara teoritis bisa membantu memfasilitasi keragaman asupan makanan dan nutrisi," ujar dia.
"Hasil ini masih awal, tetapi studi menyarankan nafsu makan dapat mempengaruhi kepekaan kita terhadap bau tertentu," kata Kahnt pada laporan penelitian yang dipublikasikan pada jurnal PLOS Biology.
Dalam studi tim peneliti menggunakan 30 partisipan yang dalam kondisi lapar ke pengujian setelah berpuasa setidaknya enam jam. Dengan alat pemindai Magnetic Resonance Imaging (MRI), para sukarelawan ini disediakan 10 bau makanan, yang semuanya mengandung campuran dua bau. Bau pertama adalah aroma pizza dan roti kayu manis, dan lainnya adalah aroma pinus dan cedar.
Rasio makanan dan nonmakanan dalam campuran bau berbeda untuk masing-masing dari 10 sampel. Peserta harus menentukan bau mana yang menurut mereka lebih dominan dari masing-masing makanan apakah pizza atau pinus, dan kayu manis atau cedar.
Partisipan kemudian diberi makan pizza atau roti kayu manis sebelum menyelesaikan tugas lagi dengan pemantauan alat MRI. "Bersamaan dengan bagian pertama dari percobaan yang berjalan di pemindai MRI, saya menyiapkan makanan di ruangan lain," jelas ahli saraf Northwestern University dan penulis pertama studi tersebut Laura Shanahan.
Di ruangan lain telah tersedia makanan segar dan hangat yang siap dimakan. "Karena kami ingin peserta makan sebanyak yang mereka bisa sampai mereka sangat kenyang," ujar dia.
Peserta dapat dengan cepat mengidentifikasi bau dengan lebih murni saat satu bau lebih dominan. Namun ketika campuran aroma menjadi lebih merata, apa yang dimakan partisipan dalam pengujian tampaknya berdampak pada apa yang mereka cium.
Mereka yang diberi makan pizza, misalnya, cenderung tidak mencium bau pizza ketika dicampur dengan pinus. Sementara itu, mereka yang memiliki roti kayu manis cenderung tidak mencium bau makanan yang dipanggang saat dicampur dengan cedar.
"Namun, ketika partisipan yang sama lapar di pagi hari, mereka jauh lebih baik dalam mengenali bau yang dominan," ujar jelas dia.
Misalnya, seorang partisipan yang lapar di hari sebelumnya mungkin hanya membutuhkan setengah dari baunya untuk mencium bau seperti pizza untuk menganggapnya dominan pada pinus. Tetapi kemudian, ketika partisipan yang sama ini memakan pizza mereka, mereka mungkin membutuhkan 80 persen bau untuk mencium bau seperti pizza untuk merasakannya sebagai yang dominan.

Masih Terbatas
Berdasarkan hasil pemeriksaan otak dengan alat MRI, peneliti melihat pola serupa terjadi di otak. Pemindaian mengungkapkan jalur penciuman yang berbeda diaktifkan setelah makan daripada sebelum makan. Misalnya, setelah berpesta dengan roti kayu manis, peserta menunjukkan lebih sedikit respons seperti makanan terhadap aroma manis yang sama.
Sayangnya, pemindaian otak MRI terbatas karena tidak dapat mengukur aktivitas saraf secara langsung di indera penciuman, jadi kita masih belum tahu di mana perubahan persepsi bau kita ini benar-benar terjadi di otak.
"Kami menindaklanjuti bagaimana informasi itu diubah dan bagaimana informasi yang diubah digunakan oleh bagian otak lainnya untuk membuat keputusan tentang asupan makanan," kata Kahnt. hay/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top