Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kondisi Perekonomian I Ruang Fiskal Ketat Batasi Dukungan Kebijakan Pemerintah

Tren Pertumbuhan Ekonomi Negara Berkembang Menurun

Foto : ANTARA/RAISAN AL FARISI

PERAJIN TAHU BERHARAP HARGAI KEDELAI STABIL I Pekerja menyelesaikan produksi tahu di Pasir Koja, Bandung, Jawa Barat, Jumat (11/2). Perajin tahu berharap pemerintah segera menstabilkan harga kedelai di pasaran yang naik dari sekitar 9.000 rupiah per kilogram pada Januari lalu menjadi 11.000 rupiah per kilogram untuk kedelai impor Amerika.

A   A   A   Pengaturan Font

» Kurangi kebergantungan pada konsumsi dan lebih meningkatkan ekspor dan investasi.

» Pengangguran yang tinggi akan berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi.

JAKARTA - Potensi tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara-negara berkembang yang setara dipandang terus menurun selama satu dekade terakhir. Hal itu karena kendala fiskal yang dimiliki sehingga membatasi dukungan kebijakan yang diberikan pemerintah.

Analis Senior Moody's, Anushka Shah, dalam laporannya, pada Kamis (10/2) malam, menyebutkan untuk membatasi keterbatasan fiskal tersebut maka pemerintah harus mendorong partisipasi sektor swasta agar memperoleh hasil yang lebih optimal. "Sekarang, Indonesia tengah menghadapi tekanan tambahan dari kerusakan ekonomi setelah pandemi Covid-19," jelas Anushka.

Setelah pandemi, banyak hal yang harus dihadapi oleh negara-negara termasuk Indonesia. Efek jangka panjang, katanya, akan dirasakan pada kualitas tenaga kerja. Pandemi membuat Indonesia kehilangan momentum pengembangan sumber daya manusia (SDM).

Apalagi, pada saat pandemi sudah banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Sebenarnya, pemerintah sudah berupaya untuk menanggulangi hal itu dengan memberikan banyak bantuan ke dunia usaha terutama untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Namun, masih terbatas karena keterbatasan ruang fiskal.

Dia menilai arah dan laju upaya reformasi untuk mendorong produktivitas tenaga kerja dan juga modal akan menentukan sejauh mana peningkatan potensi pertumbuhan.

Dalam upaya tersebut, dia mengapresiasi berbagai langkah yang sudah diupayakan pemerintah, seperti pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja, reformasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), bahkan juga UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

UU Cipta Kerja diharapkan meningkatkan lapangan kerja dan investasi, sedangkan UU HPP diharapkan menciptakan sumber pembiayaan. Sementara itu, UU HKPD dinilai akan menyelaraskan pengeluaran antara pemerintah pusat dan daerah, memperkuat kekuatan perpajakan, dan meningkatkan akuntabilitas pemerintahan daerah.

Selain itu, pemerintah pada tahun depan berencana meloloskan langkah-langkah yang menyasar subsidi bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan reformasi di sektor keuangan. "Kami memandang ini bisa mendorong pertumbuhan dan menjadi penyangga fiskal dalam jangka panjang," katanya.

Anushka memperkirakan Indonesia akan kembali ke level pertumbuhan prapandemi Covid-19 untuk dua tahun ke depan.

Bergantung Konsumsi

Menanggapi tren pertumbuhan ekonomi negara berkembang tersebut, pengamat ekonomi Universitas Katolik (Unika) Atmajaya Jakarta, Yohanes B Suhartoko, mengatakan, dalam satu dekade ini, pertumbuhan ekonomi RI konstan pada rentang 5 hingga 5,5 persen, salah satunya karena dampak pandemi.

Menurut dia, penyebab pertumbuhan tidak beranjak dari level 5 persen karena ekonomi Indonesia sangat bergantung pada konsumsi dengan porsi 65 persen terhadap PDB. Sebab itu, agar lebih berkualitas ekonomi harus ditopang investasi dan ekspor.

"Selama ini kita terlalu tergantung pada konsumsi untuk mendorong pertumbuhan. Itu harus dikurangi dan bergeser ke investasi dan ekspor," tegas Suhartoko.

Investasi, katanya, terutama industri manufaktur akan menghasilkan nilai tambah bagi komoditas primer. Begitu pula dengan ekspor harus ditingkatkan nilai tambahnya melalui hilirisasi seperti ekspor nikel harus dibuat produk turunannya agar nilainya meningkat signifikan.

Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga, Surabaya, Wasiaturrahma, yang dihubungi terpisah, mengatakan ketidakpastian jadi salah satu tantangan yang harus dihadapi terutama oleh negara berkembang akibat pandemi Covid-19. "Pemerintah sudah cukup baik menangani permasalahan ini melalui kecepatan vaksinasi hingga booster. Kunci utama perbaikan pertumbuhan ekonomi adalah melalui sekor kesehatan," kata Rahma.

Namun demikian, kenaikan biaya kesehatan itu akan membuat ruang fiskal terbatas, terutama alokasi pembiayaan ke sektor nonkesehatan yang berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan. "Angka pengangguran yang tinggi akan berpengaruh pada perlambatan pertumbuhan ekonomi," katanya.

Sebab itu, perlu kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dengan swasta untuk menghadapi berbagai macam persoalan ekonomi sangatlah penting.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top