Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Social Beauty 2019

Tren Estetik yang Mengacu ke Arah Sosial

Foto : koran jakarta/gemma f purbaya
A   A   A   Pengaturan Font

Di zaman yang serba modern seperti saat ini, teknologi maupun ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Bahkan saat ini telah memasuki revolusi industri 4.0 atau era digitalisasi yang secara fundamental mengubah kehidupan sosial masyarakat.

Era digitalisasi ini membawa perubahan pada cara hidup kerja dan pola hubungan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Didukung pula oleh kemajuan teknologi yang tinggi sehingga mendukung para penggunanya untuk berinteraksi dan berselancar di sosial media.

Sosial media membawa atmosfer perubahan dalam kehidupan, mengubah perilaku, tuntutan dan minat masyarakat akan sesuatu. Dan melalui sosial medialah, terjadi transformasi terhadap paradigma dan perilaku masyarakat yang menimbulkan tuntutan dan menciptakan tren baru di berbagai industri.

Hal itu dapat dilihat dari beberapa tren yang terjadi di tahun sebelumnya, seperti tren bibir tebal ala Kylie Jenner yang sempat menjadi kontroversial ketika berbondong-bondong perempuan di seluruh dunia mempertebal bibir mereka.

Mulai dari menggunakan filler di klinik kecantikan hingga cara instan seperti memakai suatu alat seperti vacuum yang membuat bibir menjadi tebal. Meskipun pada akhirnya, Kylie mengurangi jumlah filler yang ada pada bibirnya, namun itu tidak menampik bahwa sosial media, tempat Kylie mendulang popularitas, memainkan perannya sebagai pencipta tren tersebut.

Selain itu, untuk menciptakan suatu tren di era digital ini pun tidaklah sulit karena adanya sosial media yang dapat diakses oleh siapa saja dan di mana saja. Dan hal itulah yang mendasari tren estetik 2019, yaitu Social Beauty.

Menurut dr. Lanny Juniarti, Dipl. AAAM, Founder dan President Director Miracle Aesthetic Clinic Group mengatakan kalau saat ini kecantikan bukanlah milik pribadi, perseorangan, melainkan milik publik. Ini dapat dilihat melalui seberapa besar pengaruh opini publik terhadap seseorang dan mampu mengubahnya.

"Ukuran cantik sekarang bukan personal, tetapi sosial. Publik mempunyai hak untuk memberikan opini pada kita di dunia sosial media, meskipun kita tidak mengenalnya di dunia nyata. Jangankan selebritis, orang biasa pun membutuhkan opini," tutur Lanny.

Sebagai praktisi di bidang kecantikan, ia mengaku mengalami tantangan pada tren social beauty ini. Tidak dipungkiri, tantangannya semakin kompleks dan tidak cukup hanya sekedar mempertimbangkan fisik pasien, namun juga permintaan, psikososial pasien dan bagaimana perubahan tersebut terhadap interaksi pasien ke hal lain. "(Pasien) mempercantik diri tidak mungkin kalau tidak mempunyai tujuan, pasti butuh pengakuan," katanya.

Maka dari itu, ia pun menyarankan untuk setidaknya berusia 17 tahun sebelum melakukan tindakan estetik atau dengan orangtuanya agar stabil ketika sedang ataupun setelah menjalankan perawatan. Ketidakmatangan seseorang pada saat melakukan perawatan dapat berdampak besar. Itu karena bisa saja ia menelan mentah-mentah opini publik tanpa memikirkan kondisinya sendiri. Bukannya menjadi cantik, malah nantinya terus menerus mendapat cemoohan tiada habisnya di media sosial.

"Kalau belum matang, semua pendapat orang lain diterima. Sebagai dokter, kita harus memberikan penjelasan bahwa tidak semuanya bisa dilakukan. Semisalnya (bagian) ini sudah cukup, tidak boleh ditambah atau dikurangi lagi," ujar Lanny.

Namun di samping diperlukannya edukasi yang tepat dan bimbingan dari orang yang lebih matang, harus dipahami betul dalam menjalani perawatan kecantikan untuk tetap menjadi diri sendiri. Dengan tidak mencoba mengubah diri mengikuti orang lain akan menjadi salah satu cara agar seseorang tidak kehilangan jati dirinya. Karena jika terus menerus mengikuti apa perkataan orang lain, nantinya akan terus terjadi perubahan pada diri pasien dan tidak kunjung selesai. "Jadilah diri sendiri kalau tidak, ya tidak akan selesai," tutup Lanny.gma/R-1

Sesuai Hitungan Matematis

Ada beberapa perubahan yang terjadi pada tren social beauty atau beauty 4.0 ini dan tentunya berbeda dari estetik yang terjadi pada sebelumnya. Pada zaman dahulu semisalnya, pasien cenderung menumpukan keputusan pada dokter yang menanganinya.

Dokter pun mengambil keputusan berdasarkan rasio kecantikan yang berlaku karena pada dasarnya wajah cantik yang ideal memiliki ukuran matematisnya sendiri. Standar ini kurang ideal karena kurang partisipasinya pasien dalam proses perawatan karena dokter yang memegang kendali.

Kemudian, berkembanglah interaksi antara dokter dan pasien sehingga keputusan untuk melakukan tindakan tidak hanya pada dokter, melainkan juga dari pasien. "Di masa ini terdapat ekspektasi dari pasien. Jadi hasil pekerjaannya harus sempurna, namun tidak boleh kehilangan otentik dari persepsi pasiennya," tutur Lanny.

Itu karena pola konsumen sudah berubah dan mereka bisa mendapat berbagai informasi dan referensi dari mana saja. Sehingga tidak menutup kemungkinan kalau konsumen mungkin akan meminta perubahan yang menurutnya sesuai atau tidak sesuai dengan keinginannya.

Tren estetik pun kemudian beralih di mana bentuk fisik sudah tidak menjadi acuan utama, melainkan dapat memberikan dampak positif dari apa yang sudah dilakukannya. Hingga akhirnya sampai ke tren estetik saat ini, beauty 4.0 atau social beauty di mana memiliki pertimbangan lebih dari yang sebelum-sebelumnya.

Kecantikan bukan menjadi hal yang istimewa lagi, melainkan lebih dari itu. Keputusan dokter dan permintaan pasien menjadi aspek utama, di samping terpenuhinya aspek psikososial yang dibutuhkan pasien dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Dokter tidak hanya memikirkan aspek kecantikan sesuai dengan golden ratio atau hitungan matematis yang ia gunakan, melainkan juga mendengarkan permintaan pasien untuk melakukan tindakan. Lebih lagi, dokter juga mengkalkulasikan aspek bagaimana interaksi pasien dengan lingkungan sosialnya dan memberikan dampak positif di hidup pasien setelah perawatan.

Sehingga perawatan yang dilakukan tidak hanya menghasilkan bentukan fisik yang indah, juga lebih dari itu atau yang disebut oleh Lanny menjadi multidimensional.

"Jadi Beauty 4.0 itu memahami pasien berinteraksi dengan orang sekitarnya karena tahun ini manusia sekarang lebih ke arah makhluk sosial media," katanya.gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top