Transisi ke EBT Masih Setengah Hati
JAKARTA - Pemerintah dinilai masih setengah hari untuk beralih sepenuhnya ke energi baru dan terbarukan (EBT). Di satu sisi pemerintah gencar mengejar target bauran EBT dalam energi nasional sebesar 23 persen pada 2025 dan penurunan emisi karbon di atas 1,4 juta ton pada 2035. Ironisnya, pada bagian lain, pemerintah masih menggenjot pemanfaatan energi fosil, terutama batu bara yang disulap menjadi gas atau teknik gasifikasi.
Padahal, banyak negara mulai meninggalkan penggunaan energi kotor, termasuk gas batu bara. Sebab, dalam jangka panjang, pemanfaatan energi fosil dan turunannya justru akan merugikan perekonomian nasional.
Meski demikian, pemerintah mengklaim proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), terutama di Tanjung Enim, Sumatera Selatan bakal mengurangi kebergantungan pada impor liquified petroleum gas (LPG) dan belanja subsidi energi APBN. Kepastian tersebut didapat melalui penandatangan Amandemen Perjanjian Kerja Sama dan Perjanjian Pengolahan DME antara PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan Air Products & Chemical Inc (APCI), secara virtual di Jakarta dan Los Angeles, Amerika Serikat (AS).
Proyek Strategis Nasional (PSN) ini akan dilakukan di Tanjung Enim selama 20 tahun, dengan mendatangkan investasi asing dari APCI sebesar 2,1 miliar dollar AS atau setara 30 triliun rupiah. Dengan utilisasi 6 juta ton batu bara per tahun, proyek ini dapat menghasilkan 1,4 juta DME per tahun untuk mengurangi impor LPG 1 juta ton per tahun sehingga dapat memperbaiki neraca perdagangan.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan pemerintah mendukung penuh proyek gasifikasi tersebut karena dapat mengurangi kebergantungan pada impor, juga menghemat cadangan devisa, dan menyerap tenaga kerja. Kerja sama ini merupakan wujud dari eratnya hubungan ekonomi antara Indonesia dan AS.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina memahami pengembangan dan produksi DME ini berkaitan dengan isu lingkungan. Karenanya, sesuai arahan pemerintah, Pertamina akan menjalankan proyek DME secara paralel dengan proyek Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) sehingga isu mengenai emisi karbon dapat ditekan hingga mencapai 45 persen.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Suryo Eko Hadianto menambahkan para pihak yang terlibat dalam penandatanganan amandemen kerja sama tersebut akan bekerja keras untuk segera merealisasikan pembangunan proyek.
PTBA juga menegaskan kerja sama ini menjadi portofolio baru bagi perusahaan yang tidak lagi sekadar menjual batu bara, tetapi juga mulai masuk ke produk-produk hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah.
Volume Meningkat
Sementara itu, Ekonom senior Faisal Basri menegaskan gasifikasi batu bara bukan masuk dalam kategori energi terbarukan alias ramah lingkungan dan berkelanjutan. "Merujuk dokumen Kebijakan Energi Nasional, pemanfaatan batu bara dan minyak bumi memang turun tetapi volumenya justru meningkat hampir dua kali lipat," ujarnya.
Pada 2025, pasokan energi primer batu bara diproyeksikan tumbuh sebesar 119,8 MTOE dengan volume kesetaraan 205,3 juta ton. Namun saat 2050, angka bauran energi primer batu bara turun menjadi 25,3 persen dengan peningkatan jumlah 255,9 MTOE dan volume kesetaraan sebesar 438,8 juta ton.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah segera bergerak meninggalkan penggunaan energi fosil dan mengganti ke energi terbarukan sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim.
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya