Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pengembangan EBT l Kenaikan Bauran EBT Perlu Diiringi Pengurangan Energi Fosil

Transisi Energi Tingkatkan Produktivitas Ekonomi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Transisi menuju energi baru terbarukan (EBT) dapat meningkatkan produktivitas ekonomi khususnya pada sektor pengguna jasa rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (EPC). Penurunan konsumsi energi beremisi karbon yang diiringi dengan peningkatan konsumsi EBT pada sektor pengguna EPC akan berdampak positif terhadap kinerja makroekonomi.

"Berdasarkan hasil analisis model computable general equilibrium (CGE), transisi energi sebenarnya dapat meningkatkan produktivitas ekonomi. Hal ini terlihat dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan indikator makro lainnya," kata Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, dalam diskusi publik virtual di Jakarta, Selasa (14/11).

Dengan menerapkan skenario tersebut, menurut proyeksi Indef, pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) akan naik sebesar 0,075 persen dan pertumbuhan konsumsi rumah tangga naik 0,0283 persen. Selain itu, pertumbuhan investasi agregat (PMTB) juga akan meningkat 0,295 persen.

"Mungkin kita selama ini memandang bahwa transisi energi itu masih berbiaya tinggi atau investasinya mahal, belum berani ada yang memulai, tetapi ternyata secara hitung-hitungan modal ekonomi dengan menggunakan data input-output, ini bisa meningkatkan produktivitas dan bisa meningkatkan output," kata Ahmad.

Pertumbuhan output pada sektor pengguna EPC juga akan berdampak positif apabila transisi disertai dengan peningkatan konsumsi EBT. Industri batu bara dan kilang migas menjadi industri dengan perkiraan kenaikan output tertinggi sebesar 1,139 persen dan diikuti oleh industri ketenagalistrikan sebesar 0,865 persen.

Ahmad memandang peluang pasar akan terbuka lebih besar apabila transisi energi terwujud, terutama pada industri manufaktur. Hal tersebut disebabkan negara mitra menginginkan produk industri yang mengedepankan keberlanjutan.

Dia menilai daya saing produk-produk ekspor justru akan semakin berkurang jika Indonesia terlambat atau cukup lama dalam melakukan transisi energi. Karena itu, transisi energi pada sektor industri manufaktur perlu dipercepat untuk memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar global.

Bauran EBT

Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menekankan pentingnya pemanfaatan sumber EBT yang diselaraskan dengan upaya pengurangan konsumsi bahan bakar fosil untuk mencapai target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.

"Target bauran energi (baru dan terbarukan) ini kan kalau kita bicara persentase ya, artinya kalau kita meningkatkan EBT, tapi (konsumsi) migas (minyak dan gas) dan batu bara itu juga meningkat itu kan tetap aja persentase baurannya stagnan," kata Inspektur Panas Bumi Ahli Madya Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM, Pandu Ismutadi, dalam sesi diskusi secara daring, Selasa (14/11).

Menurutnya, dalam upaya menaikkan tingkat bauran EBT perlu diiringi juga oleh pengurangan penggunaan bahan bakar minyak dan batu bara. "Makanya strategi ini harus dijalankan bareng-bareng," ucap Pandu.

Pandu menyebutkan langkah-langkah yang bisa dilakukan dalam mengurangi konsumsi bahan bakar fosil antara lain dengan menggunakan kompor induksi untuk memasak, memanfaatkan kendaraan dengan sumber energi listrik, dan penambahan transportasi publik secara masif.

Indonesia memiliki potensi EBT yang berasal dari energi surya, bayu, hidro, bioenergi, panas bumi, dan juga laut dengan total potensinya mencapai 3.689 gigawatt (GW).


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top