Transisi Energi Masih Setengah Hati
Baru Bara
Pemerintah harus segera mendorong peralihan ke energi terbarukan, bukan justru terus memfasilitasi industri energi kotor.
JAKARTA - Keputusan pemerintah menghapus limbah batu bara hasil pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (LB3) dianggap mengancam masa depan transisi energi bersih (energi terbarukan). Pemerintah beralasan langkah itu untuk meningkatkan pemanfaatan. Namun, pegiat lingkungan menilai langkah tersebut berisiko tinggi.
Keputusan regulator menghapus limbah batu bara itu tertuang dalam peraturan turunan UU Cipta Kerja yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pegiat lingkungan mengendus, penetapan beleid ini tak terlepas dari desakan simultan sejak pertengahan tahun 2020 oleh Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) termasuk Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA) yang menjadi bagian di dalamnya.
Para pegiat lingkungan yang tergabung dalam gerakan Bersihkan Indonesia mendesak pemerintah mencabut kebijakan penghapusan FABA sebagai Limbah B3. Koalisi ini juga mendesak pemerintah segera beralih ke energi terbarukan, bukan justru terus memfasilitasi industri energi kotor.
"Penghapusan FABA dari kategori limbah berbahaya untuk memberikan keistimewaan bagi industri energi kotor batu bara mulai dari hulu hingga ke hilir," tegas Andri Prasetiyo, Peneliti dan Pengkampanye Tren Asia, di Jakarta, Minggu (14/3).
Halaman Selanjutnya....
Redaktur : Muchamad Ismail
Komentar
()Muat lainnya