Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Perubahan Iklim - Investasi EBT Ditaksir USD 4,5-5 Triliun

Transisi Energi di Asean Rendah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Tak semua negara siap melakukan transisi energi sehingga target yang lebih ambisius didorong untuk segera ditetapkan. Karena itu, diperlukan investasi dari sektor swasta untuk membantu keuangan pemerintah yang cekak imbas pandemi.

Climate Action Tracker mencatat Indonesia menjadi satu dari 14 negara yang sangat tidak memadai untuk urusan kebijakan iklim dan penerapannya. Meski demikian, kondisi Indonesia masih lebih baik ketimbang beberapa negara Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam yang berada di kategori kritis.

Di Indonesia sendiri, pada 2015, sumber energi listrik masih didominasi batu bara, gas alam, dan minyak. Diprediksi, baru pada 2050, Indonesia bisa meninggalkan kebergantungan terhadap batu bara dan minyak bumi.

Melihat fakta ini, climate finance dinilai belum mampu memenuhi apa yang diperlukan untuk mencapai tujuannya. Investasi di infrastruktur energi terbarukan, teknologi elektrifikasi dan efisiensi energi menjadi makin diperlukan. Nilai bruto investasi infrastruktur ini, seperti yang diprediksi oleh Climate Policy Initiatives akan menelan biaya sekitar 4,5 hingga 5 triliun dollar AS per tahunnya.

Chief Executive The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW), Michael Izza, mengatakan transisi dari pandemi ke endemi membuka kesempatan bagi semua negara membangun kembali perekonomian dengan cara yang lebih ramah lingkungan. ICAEW adalah badan profesional terkait netral karbon.

Kota-kota yang memiliki pertumbuhan pesat di Asia dan Timur Tengah makin rentan terhadap risiko fisik, seperti kekeringan, banjir dan badai tropis. Karena itu, investasi di mitigasi serta adaptasi sangat diperlukan untuk membangun ketahanan.

"Green recovery bisa memperkuat daya saing jangka panjang untuk Asia dan Timur Tengah di pasar global yang membutuhkan green practices," ungkapnya melalui keterangannya, Senin (26/9).

ICAEW Head of Indonesia, Conny Siahaan, menyebut RI berpeluang besar meningkatkan climate finance. Dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, potensi Indonesia untuk memperkuat climate finance sangat tinggi.

"Pemerintah terus gencar mendorong seluruh pihak, terutama pemain industri dalam menurunkan kadar emisi karbon. Salah satunya yang terbaru adalah rencana pemerintah dalam menyiapkan regulasi baru terkait penggunaan mobil listrik di lingkungan pemerintah dan perencanaan penerapan pajak karbon. Ini adalah langkah awal yang signifikan menuju ekonomi hijau," ujarnya.

Asia dan Timur Tengah memang memiliki pemulihan ekonomi yang lebih kuat dibandingkan dengan wilayah lain di dunia, yang memberikan kesempatan bagi negara-negara tersebut menanamkan green transition (transformasi hijau) dalam agenda pembangunan ekonomi mereka. Namun, masalah anggaran membuat negara-negara ini sulit menjalankan program transisinya.

Anomali RUU EBT

Dihubungi terpisah, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Tata Mustasya, mengatakan Indonesia sendiri sudah maju selangkah terkait transisi terlebih dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Menurutnya, ini langkah maju, namun belum cukup.

"Yang harus dilakukan adalah membatalkan rencana tambahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebesar 13,8 gigawatt (GW) karena tambahan ini akan menutup ruang untuk akselerasi energi bersih dan terbarukan," tegasnya.

Kemudian, lanjut Tata, dalam rancangan undang-undang energi baru dan terbarukan (RUU EBT) co firing masuk ke energi "baru" dan mendapatkan insentif sama dengan energi terbarukan.

Namun, dirinya menolak tegas rencana itu. "Indonesia jangan masuk ke solusi palsu seperti co-firing, gas, dan nuklir," pungkasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top