Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sistem Pembayaran - Pada 2021, Transaksi “Digital Banking” Diprediksi Capai Rp32.206 Triliun

Transaksi "Digital Banking" Naik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Prospek peningkatan transaksi digital banking tahun ini perlu disertai dengan peningkatan keamanan terhadap data nasabah.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan transaksi digital banking sepanjang 2021 akan mencapai 32.206 triliun rupiah atau lebih tinggi dibandingkan pada 2020 sebesar 27.036 triliun rupiah. Meski demikian, pemerintah dan otoritas terkait, termasuk BI, diminta untuk menjaga keamanan data transaksi nontunai guna menyikapi tingginya penggunaan transaksi digital tersebut terutama di masa pandemi Covid-19.

"Rupanya tahun lalu mencapai 27.036 triliun rupiah dan tahun ini diperkirakan 32.206 triliun rupiah. Ini jauh lebih tinggi dari nominal PDB kita," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam acara bertajuk Membangun Optimisme Pascapandemi Covid-19, di Jakarta, Jumat (22/1).

Perry menyatakan angka tersebut jauh lebih tinggi dari nominal Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada 2019 mencapai 15.833,9 triliun rupiah sehingga pihaknya akan sangat agresif melakukan digitalisasi sistem pembayaran. Dia merinci total transaksi digital banking tersebut didukung oleh transaksi e-commerce yang tahun lalu diperkirakan mencapai 253 triliun rupiah dan akan melonjak hingga 33,2 persen menjadi 337 triliun rupiah pada tahun ini.

Dia menuturkan transaksi digital banking juga didukung oleh transaksi uang elektronik yang akan meningkat 32,3 persen yakni dari 201 triliun rupiah pada 2020 menjadi 266 triliun rupiah pada tahun ini. "Alhamdulillah, sekitar 15 bank sangat agresif melakukan digital banking," ujarnya.

Menurut Perry, pertumbuhan ekonomi dan keuangan digital tersebut sangat luar bisa yang salah satunya didorong oleh pandemi Covid-19. "Pandemi Covid-19 mempercepat digitalisasi ekonomi dan keuangan. Itu betul-betul mendorong sangat kuat ekonomi keuangan digital. Ini luar biasa," tegasnya.

Seperti diketahui, prospek transaksi digital di Tanah Air diperkirakan meningkat seiring perubahan teknologi yang kian pesat. Di Indonesia, penjualan gadget atau mobile device di Indonesia sudah mencapai 338 juta unit pada 2020, melampaui total penduduk Indonesia saat ini. Hasil survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menunjukkan indeks inklusi keuangan Indonesia masih 76,19 persen.

Artinya, dari setiap 100 penduduk di Indonesia yang sudah memiliki akses ke lembaga jasa keuangan atau ke produk-produk jasa keuangan, baru 76 orang. Dengan demikian, masih ada 24 orang yang belum punya akses ke lembaga keuangan. Dengan adanya bank digital, diharapkan angka inklusi keuangan itu bisa meningkat.

Perlindungan Konsumen

Namun, tingginya perkembangan transaksi digital dapat mendatangkan risiko bagi nasabah atau konsumen. Data nasabah rentan bocor dan disalahgunakan atau diperjualbelikan.

"Yang perlu ditingkatkan adalah keamanan data pengguna sehingga kasus pembobolan uang elektronik tidak terjadi," kata Pengamat Ekonomi, Bima Yudistira, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dia juga mendorong edukasi atau literasi keuangan perlu terus digencarkan kepada masyarakat termasuk menyangkut keamanan data. Edukasi juga perlu dilakukan kepada pedagang atau merchant yang menyediakan fasilitas pembayaran nontunai.

Bima juga mendorong interoperabilitas sistem pembayaran antara layanan digital dan konvensional perlu banyak menggandeng provider untuk transaksi nontunai sehingga cakupannya lebih luas di Indonesia. Sehingga, imbuh dia, penetrasinya di luar Jawa juga meningkat agar tidak semua dominan di Jawa.

"Interoperabilitas itu kalau di warung bisa pakai GoPay, ShopeePay dan lainnya itu perlu didorong sehingga pemain uang elektronik bisa ekspansi tidak hanya di Jawa saja," imbuhnya.

Sementara itu, terkait infrastruktur, lanjut dia, internet sebagai penunjang utama koneksi transaksi nontunai sudah terbilang bagus, namun penggunaannya juga terbilang masih rendah khususnya di kota-kota di luar Jawa. "Ini butuh insentif untuk banyak kerja sama antara pemain konvensional, merchant, pedagang kecil dengan provider uang elektronik. Ini perlu ekspansif dilakukan," ucapnya.

ers/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Antara

Komentar

Komentar
()

Top