Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekonomi Digital - Sekitar 90 Persen Penjualan “e-Commerce” Berupa Barang Impor

Toko "Online" Turut Memicu Pelemahan Kurs Rupiah

Foto : Sumber: E-Conomy SEA 2018 Report, Google, Temasek
A   A   A   Pengaturan Font

>>UKM mesti didorong untuk mengembangkan produk substitusi impor toko online.

>>Indonesia mencetak omzet tertinggi pada empat sektor ekonomi digital di Asia Tenggara.

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan perkembangan toko online atau e-commerce di Indonesia menjadi salah satu penyebab pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini. Sebab, sekitar 90 persen barang yang dibeli merupakan produk impor.

Oleh karena itu, usaha kecil dan menengah (UKM) di Tanah Air perlu didorong untuk mengembangkan produk substitusi impor, sehingga bisa mengurangi permintaan dollar dan membantu mempersempit defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).

Manager Fintech Office BI, Miftahul Choiri, mengemukakan toko online, seperti Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee, ternyata menjadi salah satu pemicu depresiasi rupiah karena banyak menjual produk impor.

"BI concern-nya ke mana? Nilai tukar rupiah. Kalau dari Tokopedia, Bukalapak, Shopee [menjual] 90 persen [barang] dari luar negeri, produk impor. Industri digital itu selain kita mudah berusaha, nilai tukar kita mulai lemah karena banyak produk impor," ujar Miftahul dalam satu talkshow, di Jakarta, Jumat (7/12).

Pembelian barang impor tersebut akan meningkatkan permintaan dollar di dalam negeri sehingga ikut andil memperlebar defisit transaksi berjalan Indonesia yang pada kuartal III-2018 mencapai 3,37 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Menurut Miftahul, agar supaya e-commerce tidak lagi berkontribusi pada pelemahan rupiah, maka sektor UKM perlu dipacu untuk merambah pada bisnis digital dan masuk ke perdagangan elektronik. Produk UKM didorong menjadi substitusi impor.

"Kita harus substitusi impor, maka itu UKM kita dorong masuk marketplace, UKM Go Online. Kita adu ini, produk lokal dan impor," papar dia.

Sebelumnya, Google dan Temasek dalam laporan "e-Conomy SEA 2018" mengungkapkan Indonesia mencetak omzet tertinggi pada empat sektor ekonomi digital di Asia Tenggara, yakni belanja online, travel online, media online, dan transportasi online. Omzet e-commerce di Tanah Air pada tahun ini diperkirakan mencapai 12,2 miliar dollar AS, atau tertinggi di antara negara ASEAN lain, seperti Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. (Lihat infografis)

Guna mengendalikan maraknya perdagangan elektronik, Kementerian Keuangan lewat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) akan menindak para importir yang selama ini melakukan kecurangan dalam melakukan impor.

Dirjen Bea dan Cukai, Heru Pambudi, mengatakan aturan baru tersebut tertuang dalam PMK Nomor 112 Tahun 2018 tentang Perubahan atas PMK 182 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman.

"Jadi, pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan baru sebagai bagian dari kebijakan untuk mengendalikan defisit neraca perdagangan, yaitu terkait dengan threshold atau batasan dari pembebasan bea masuk dan pajak impor untuk barang kiriman," kata Heru, beberapa waktu lalu.

Dalam aturan yang baru itu, batasan produk impor yang terbebas dari bea masuk dan pajak impor sebesar 75 dollar AS per invoice, angka tersebut turun dari yang sebelumnya sebesar 100 dollar AS. Aturan ini diteken pada 6 September 2018, diundangkan tanggal 10 September 2018 dan berlaku efektif 30 hari sejak tanggal diundangkan. "Dasar 75 dollar AS adalah merupakan rekomendasi dari WCO (World Custom Organization). Jadi, WCO mengeluarkan rekomendasi kalau saya konversi itu setara dengan 75 dollar AS," jelas dia.

Harus Hati-hati

Terkait dengan perkembangan ekonomi digital, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, mengingatkan perkembangan ekonomi digital, salah satunya lewat e-commerce, tetap harus dihadapi dengan hati-hati. Jangan sampai platform e-commerce dalam negeri justru dipenuhi oleh produk impor.

"Coba perhatikan barang konsumsi yang diimpor menjadi tinggi, pertumbuhannya sekarang lebih dari 20 persen. Salah satu alasan karena mereka ke e-commerce," kata dia, belum lama ini.

Padahal jika diperhatikan, barang impor tersebut sebenarnya dapat diproduksi di dalam negeri oleh pelaku industri dalam negeri. Untuk itu, Bambang mengatakan pemerintah akan terus berupaya mendorong perkembangan industri dalam negeri sehingga dapat menekan produk impor.ahm/YK/WP

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top