Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Insiden Nduga

TNI Hadir untuk Lindungi Rakyat

A   A   A   Pengaturan Font

Menyikapi Seruan Gubernur Papua, Lukas Enembe (LE) dan Ketua DPR Papua, Yunus Wonda (YW), serta para pimpinan Fraksi DPR Provinsi Papua, pada Kamis (20/12), kepada Presiden RI, Panglima TNI dan Kapolri agar menarik seluruh aparat TNI-Polri yang sedang melaksanakan tugas pengamanan di Kabupaten Nduga pasca terjadinya tindakan pembantaian secara keji terhadap puluhan orang Pahlawan Pembangunan Papua di Puncak Kabo Distrik Yigi Kab. Nduga pada 1-2 Desember.

"Saya sudah baca seruan tersebut yang diberitakan beberapa media. Seruan tersebut menunjukkan Gubernur dan Ketua DPR serta pihak-pihak tidak memahami tupoksi sebagai pemimpin, pejabat dan wakil rakyat. Gubernur adalah wakil dan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah. Gubernur berkewajiban menjamin segala program nasional harus sukses dan berjalan dengan lancar di wilayahnya. Bukan sebaliknya malah Gubernur bersikap menentang kebijakan nasional," ungkap Kolonel Inf Muhammad Aidi, Kapendam XVII/Cenderawasih.

Kehadiran TNI-Polri di Nduga, lanjutnya, termasuk di daerah lain di seluruh wilayah NKRI adalah untuk mengemban tugas negara guna melindungi segenap rakyat. "Kok Gubernur dan Ketua DPR malah melarang kami bertugas, sedangkan para gerombolan separatis yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum dengan membantai rakyat, mengangkat senjata untuk melawan kedaulatan negara malah didukung dan dilindungi," tambahnya.

Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 67 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, bahwa kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah meliputi khususnya poin a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan poin f. melaksanakan program strategis nasional.

"Dengan demikian bila Gubernur LE bersikap mendukung perjuangan separatis Papua merdeka dan menolak kebijakan program strategis nasional, maka LE telah melanggar UU Negara dan patut dituntut sesuai hukum," ujarnya.

Gubernur adalah Ketua Forkopinda yang anggotanya meliputi Pangdam, Kapolda, Ketua Pengadilan, dan Kepala Kejaksaan. "Dengan posisinya, LE seharusnya melaksanakan rapat Forkopinda untuk bersama-sama membahas tentang upaya menumpas gerakan separatis diwilayahnya. Bukan membuat statemen yang seakan-akan menjadi juru bicara gerombolan separatis dan menyudutkan peranan TNI-Polri dalam penegakan hukum," tukasnya.

Aidi menambahkan, Kodam XVII/Cenderawasih tidak akan menarik pasukan dari Kab. Nduga. Selaku prajurit di lapangan hari raya bukanlah alasan untuk ditarik dari penugasan. "Kami prajurit sudah terbiasa merayakan hari raya di daerah penugasan, di gunung, di hutan, di tengah laut atau di manapun kami ditugaskan. Dan tidak ada masalah dengan perayaan Natal di Mbua dan Yigi Kompleks, rakyat dan aparat keamanan khususnya umat Kristiani akan melaksanakan ibadah secara bersama-sama. Pada 6 Desember di Mbua dilaksanakan ibadah bersama antara rakyat dan TNI di Gereja Mbua dipimpin Pendeta Nataniel Tabuni (Koordinator Gereja se Kab. Nduga) dihadiri Danrem 172/PWY Kolonel J Binsar P Sianipar," lanjutnya. fdl/R-1

Gubernur Mesti Bijak

Aidi menegaskan terjadinya tindakan kekerasan yang memakan korban dan mengakibatkan trauma terhadap rakyat di Nduga, bukan disebabkan karena hadirnya aparat keamanan TNI-Polri di daerah tersebut. Tetapi kekerasan itu terjadi karena adanya pelanggaran hukum, karena adanya gerombolan separatis yang mempersenjatai diri secara illegal, melakukan pembantaian secara keji terhadap rakyat sipil yang tidak berdosa.

"Ingat, mempersenjatai diri sendiri cara illegal itu sudah merupakan pelanggaran hukum berat yang tidak pernah dibenarkan dari sudut pandang hukum manapun di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Tapi kalau aparat keamanan yang diminta untuk meletakkan senjata, itu adalah kesalahan terbesar," ungkapnya.

Jadi, lanjutnya, Gubernur dan Ketua DPR serta pihak manapun tidak sepantasnya meminta aparat keamanan TNI-Polri ditarik dari Nduga di mana di daerah tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum. "Justru apabila TNI-Polri tidak hadir padahal nyata-nyata di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat maka patut di sebut TNI-Polri atau negara telah melakukan tindakan pembiaran," katanya.

Bukankah gerombolan separatis pimpinan Egianus Kogoya telah menyatakan merekalah yang bertanggung jawab atas pembantaian terhadap puluhan karyawan PT Istaka Karya? Kalau mereka memang bertanggung jawab harusnya jangan menjadi pengecut dan bersembunyi kemudian berkoar-koar seolah-olah mereka yang teraniaya sedangkan aparat keamanan dituduh sebagai penjahat kemanusiaan. fdl/R-1

Sejumlah Contoh Kasus

Ketika Asmat dilanda musibah KLB campak dan gizi buruk, TNI adalah institusi pertama yang terjun langsung ke Asmat dengan mengerahkan segala sumber dayanya dipimpin langsung Pangdam XVII/Cend dan Panglima TNI. "Kami tidak pernah tahu bantuan apa yang telah diberikan Pemprov dan wakil rakyat terhadap warga Asmat, bahkan mungkin satu kalipun Pemprov dalam hal ini Gubernur LE tidak pernah menengok warganya yang menderita di Asmat," urai Aidi.

Juga saat bencana Embun Beku melanda di Distrik Kuyawage Lannyjaya pada Juli 2015, yang mengakibatkan ratusan masyarakat Kuyawage eksodus mengungsi ke Tiom, maka Dandim Jayawijaya dan Kapolres Lannyjaya beserta jajarannya yang paling pertama mendirikan tenda-tenda pengungsian, membangun dapur umum, menjemput para pengungsi sampai ke pucuk-pucuk gunung, kondisi seperti itupun kami masih diganggu dengan tembakan kelompok separatis pimpinan Enden Wanimbo.

Bahkan saat Mbua dilanda penyakit di mana puluhan bayi dilaporkan meninggal pada Oktober-November 2015, Kodim 1702/Jayawijaya adalah institusi pertama yang mengirim bahan makanan, lauk pauk, pakaian, selimut dan lain-lain ke Mbua dan saat itu disambut Pendeta Natalies Tabuni, koordinator gereja se Kab. Nduga.

Selaku prajurit TNI, lanjutnya, pihaknya sangat hormat dan bangga kepada

Walikota Jayapura, Benhur Tommy Mano, atas pernyataan sikapnya yang tetap setia pada NKRI dan menentang sistem yang tidak demokratis berlangsung di tanah Papua ini, yaitu sistem Noken.

"Walikota Mano telah mempresentasikan dirinya sebagai negarawan sejati yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan golongan, kelompok apalagi kepentingan Pribadi. Walikota Jayapura patut menjadi contoh dan panutan bagi setiap kepala daerah, setiap pemimpin, termasuk setiap tokoh bangsa di seluruh wilayah NKRI," pungkasnya. fdl/R-1

Penulis : Muhamad Umar Fadloli

Komentar

Komentar
()

Top