Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis

Tiongkok Sebut AS Bandit Pencuri Minyak Suriah Bertahun-tahun

Foto : fmprc.gov.cn

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin

A   A   A   Pengaturan Font

Tiongkok menanggapi laporan yang menyebut Amerika Serikat (AS) mengangkut minyak Suriah dan dikirim ke Irak awal bulan ini. Beijing mengecam Washington dan menyebutnya sebagai "bandit" atas aksinya tersebut.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin mengatakan, militer AS selama bertahun-tahun melakukan penjarahan sumber daya alam Suriah. Ia menilai aksi tersebut bisa menimbulkan ancaman bencana kemanusiaan di Suriah.

"Kami dikejutkan oleh keterusterangan dan kekejaman penjarahan AS atas Suriah. Bandit semacam itu memperparah krisis energi dan bencana kemanusiaan di Suriah," kata Wang, dikutip dari Russia Today, Kamis (19/1).

Wang mengutip statistik pemerintah Suriah yang menyatakan bahwa lebih dari 80 persen produksi minyak harian Suriah diselundupkan ke luar negeri oleh pasukan AS pada paruh pertama tahun 2022.

"Apakah AS memberi atau menerima, itu menjerumuskan negara lain ke dalam kekacauan dan bencana, dan AS mendapat keuntungan dari hegemoni dan kepentingan lainnya," ucapnya.

"Ini adalah hasil dari apa yang disebut AS sebagai rules-based order," lanjutnya.

Sebelumnya, Syrian Arab News Agency (SANA) yang dikelola pemerintah Damaskus, pada 14 Januari melaporkan bahwa sebuah konvoi terdiri dari 53 tank membawa curian minyak daru Suriah. Minyak tersebut dibawa dari Provinsi Hasakah ke pangkalan AS di wilayah Irak.

SANA juga melaporkan bahwa sebanyak 60 ytuk tambahan menyelundupkan minyak dan gandum curian ke Irak awal bulan ini.

"Hak rakyat Suriah untuk hidup diinjak-injak dengan kejam oleh AS. Dengan sedikit minyak dan makanan yang tersisa, orang-orang Suriah berjuang lebih keras untuk melewati musim dingin yang pahit. AS harus bertanggungjawab atas pencurian minyaknya," tutur Wang.

Pasukan AS pertama kali dikirim ke Suriah pada tahun 2014, dimulai dengan kontingen operator khusus diikuti oleh pasukan darat yang lebih konvensional pada tahun berikutnya, yang sebagian besar tergabung dengan pejuang Kurdi di timur laut negara yang kaya minyak itu. Saat itu, pengerahan AS difokuskan untuk meemrangi kelompok teroris ISIS.

Meskipun keterlibatan AS dalam konflik tersebut melambat di bawah pemerintahan berikutnya, pada tahun 2019 Presiden Donald Trump mengatakan beberapa pasukan AS akan tetap berada di Suriah untuk kepentingan minyak. Keputusan tersebut dinilai sejumlah pihak bahwa AS mencoba menjaga sumber daya energi Suriah.

Pelaporan selanjutnya pada tahun 2020 kemudian mengungkapkan bahwa pemerintahan Trump telah menyetujui kesepakatan antara perusahaan energi AS dan otoritas Kurdi yang mengendalikan timur laut Suriah untuk mengembangkan dan mengekspor minyak mentah kawasan itu. Nyatanya, kesepakatan tersebut dikutuk dan disebut ilegal oleh pemerintah Suriah.

Namun, sementara kesepakatan khusus itu kemudian gagal setelah Presiden Joe Biden menjabat, otoritas Suriah terus menuduh Washington menjarah sumber dayanya dan sekitar 900 tentara AS tetap berada di negara itu secara ilegal.


Editor : Fiter Bagus
Penulis : Rivaldi Dani Rahmadi

Komentar

Komentar
()

Top